Bagian 52

10.4K 998 74
                                    

Saat Rima bersama suami dan anak-anaknya berangkat pagi, ketiga gadis yang menginap di rumahnya pun juga beranjak pergi. Padahal Rima sudah meminta mereka untuk menginap semalam lagi sebelum keberangkatan mereka ke rumah besar milik Anin besok pagi. Tapi mereka menolak dan memutuskan untuk menginap di rumah Yudha.

Anin tau itu bukan ide Liara melainkan Dinar. Dan mungkin saja ada campur tangan teman Liara yang bernama Nisa itu juga didalamnya. Tapi tetap saja Anin antusias mengetahui Liara tidak menolak. Karena mungkin saja ini merupakan kesempatan yang bagus agar Yudha bisa bicara dengan adiknya.

Anin sudah meminta bantuan Yudha untuk menjemput mereka. Namun karena salah satu gadis yang dihadapinya adalah si keras kepala Liara, maka tawarannya pun akhirnya ditolak. Ketiganya menaiki taksi online. Yah, setidaknya dengan Liara yang mau menginap disini saja, itu sudah lebih dari cukup.

Tak berselang lama setelah ketiganya sampai, Fadiel kemudian datang menyusul. Kali ini dia tidak membawa Ditya untuk ikut dengannya karena pria itu tidur. Semalam sampai dini hari tadi Ditya tidak bisa tidur. Sebab dia harus menjadi pendengar bagi Putra yang mengalami hari patah hati dan berakhir mengurus pria itu yang mabuk.

Hanya sebentar Yudha dan Fadiel sempat berbincang karena suami Anin itu harus pergi menemui orang tua Yara. Yudha berjanji akan menceritakan semua yang mereka bicarakan setelah kembali. Namun Anin merasa sulit untuk bisa menahan rasa penasarannya. Kenapa Putra memutuskan untuk menyerah? Apa yang diinginkan orang tua Yara dari suaminya sehingga mereka meminta bertemu?

Rasa penasaran itu pada akhirnya tak terbendung lagi sehingga Anin menarik Fadiel yang sedang menempeli Nisa agar mereka bisa bicara. Anin membawa teman suaminya itu ke ruang tamu dan melarang ketiga gadis itu menyusul mereka. Karena Anin pikir dia bisa mendapat sedikit informasi dari Fadiel.

"Kenapa Mas Putra tiba-tiba membatalkan pertunangannya?" tanya Anin tanpa basa-basi terlebih dulu. "Aku ingat sekali kalau Mas Putra bilang nggak akan menyerah kecuali Mbak Yara berakhir bersama suamiku. Mas Putra nggak punya pemikiran begitu kan, Mas?"

Fadiel menyandarkan punggungnya. "Kau menarikku menjauh dari gadis yang sedang aku dekati hanya untuk menanyakan hal itu?"

"Aku sangat penasaran, Mas," keluh Anin jujur. "Apa mungkin karena Mbak Yara masih punya pemikiran untuk jadi istri kedua Mas Yudha sehingga Mas Putra salah paham?"

"Bukan karena itu," bantah Fadiel. "Hampir setiap sore Putra menemui Yara. Tapi yang dia dengar hanya pengakuan Yara akan perasaannya pada Yudha dan permohonan untuk membatalkan pertunangan mereka. Karena itu akhirnya Putra menyerah dan mengabulkan keinginan Yara."

Anin menghela nafas miris. Yara memang terlihat sangat menyedihkan ketika memohon. Orang yang berhati lemah mungkin akan mudah iba. Bahkan Rima pun tak kuasa saat melihat Yara hari itu. Mungkin karena itu lah Putra tidak bisa menahan diri ketika melihat perempuan yang dicintainya terlihat begitu menderita hingga memohon seperti itu.

"Memikirkan untuk membatalkan itu saja pasti sudah sangat sulit bagi Mas Putra. Apalagi saat itu benar-benar terjadi."

"Tentu saja. Baginya ini pasti jauh lebih sulit dibandingkan membuat Yara mau bertunangan dengannya. Hah! Aku pikir bisa melihat senyumnya yang lebih lebar dibandingkan saat pertunangannya ketika pernikahannya dengan Yara berlangsung nanti agar aku bisa mengejeknya. Sayangnya kemungkinan untuk itu semakin kecil. Bahkan seperti nyaris tidak ada."

Anin mengangguk setuju. "Mas Putra hanya butuh waktu untuk melewatinya. Dia orang yang baik. Kelak dia pasti bisa mendapatkan perempuan yang bisa menerimanya."

Fadiel menatap Anin lekat. "Andai saja Yara bisa menerima Putra seperti kau menerima Yudha, mungkin keadaan akan lebih baik."

"Tapi tetap nggak akan semudah itu, Mas. Mengingat hati Mbak Yara masih ditujukannya pada Mas Yudha."

Hold You in My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang