Bagian 29

10.2K 872 51
                                    

"Aku terlihat lebih cantik nggak, Mbak?"

Anin menatap layar laptop yang beberapa saat lalu dipinjamnya dari Rima agar bisa lebih leluasa melakukan panggilan video bersama Liara. Dengan lekat, Anin memperhatikan senyuman Liara sebelum ujung-ujungnya menggeleng kecewa. Bukan sebagai jawaban atas pertanyaan Liara melainkan atas penampilan baru adik iparnya itu.

Rambut panjang cokelat gelap bergelombang yang dulu Anin lihat di kepala Liara sudah digantikan dengan rambut pirang yang panjangnya hingga sebahu. Liara masih terlihat cantik, sama seperti sebelumnya. Hanya saja perubahan itu sedikit memberi kesan nakal pada Liara.

Setelah kembalinya Liara ke Australia, komunikasi diantara mereka memang tidak pernah putus. Bisa dibilang intens karena Liara sering mengiriminya pesan dan begitu juga sebaliknya. Tapi ini kali pertama keduanya melakukan panggilan video sehingga Anin tidak bisa menutupi keterkejutannya dengan perubahan Liara.

"Jadi aku keliatan jelek ya?" Liara mendesah manja. "Padahal teman-temanku bilang aku kelihatan cute dengan model dan warna rambut ini tau, Mbak."

"Bukannya jelek, Ra," bantah Anin cepat. Sudah pasti Liara salah paham dengan gelengan dari kepalanya tadi. "Kamu cantik. Cuma menurutku, kamu kelihatan lebih cantik dengan rambut sebelumnya. Lebih bagus lagi warna rambutmu hitam."

Liara tersenyum, terlihat lega. "Bosan tau, Mbak. Aku mau ganti suasana baru. Warnanya juga nggak akan tahan lama kok ini. Kalau nanti pulang dengan penampilan begini, Mama bisa ngamuk."

Anin menatap Liara lekat. Meski tak terlihat ada yang mengganjal dari Liara, Anin tetap tak bisa untuk tidak bertanya. "Kamu baik-baik saja kan? Bukannya lagi patah hati karena cinta sampai potong rambut untuk ganti suasana segala kan?"

Siapa yang tahu dalam hitungan minggu sejak Liara mengolok-olok Dinar yang katanya terserang cinta buta, gadis itu ternyata juga sudah jatuh cinta.

Dengan wajah sombongnya dan kibasan rambut ke belakang, Liara tersenyum singkat. "Dalam kamus hidup aku, nggak ada yang namanya patah hati karena cowok, Mbak. Kalau kebetulan buntung karena dapat bajingan, ya tinggalin aja. Cowok nggak cuma satu Mbak, sampai-sampai kita harus pasrah ketika dan untuk disakiti."

Kepercayaan diri Liara terlalu berlebihan. Karena nyatanya jika sudah terlanjur sayang lalu kemudian tersakiti, maka kekecewaan, kesedihan dan rasa sakit hati pasti akan dirasakan dulu sebelum mampu berujar ikhlas dan memaafkan.

Anin menyipitkan mata. "Bilang begitu dengan percaya diri, kamu nggak ada maksud lain kan ya?"

Liara cengengesan. Karena sudah jelas gadis itu ingin memberi sedikit sindiran, bukan, kata yang lebih baik adalah mengingatkan sang kakak ipar. "Sekalian ngingetin Mbak sih. Siapa tau luluh begitu aja sama suami Mbak. Mas Yudha memang ganteng, tapi akhlaknya kurang loh. Mbak jangan lupa."

Anin sedikit waspada. Dia melirik kiri dan kanan untuk memastikan keberadaan orang lain yang mungkin saja tiba-tiba ada didekatnya. Diingatnya kembali keberadaan orang-orang rumah.

Yudha sudah berangkat ke kantor setelah sarapan tadi. Rima yang kini tengah berada di rumah bunga mungkin sedang menyiram tanamannya. Riko yang baru Anin ketahui sebagai dosen disalah satu universitas setelah berhenti bekerja dari perusahaannya terakhir, sudah berangkat ke kampus karena memiliki jadwal mengajar hari ini. Sedangkan Bibi masih mencuci di belakang.

Karena merasa yakin bahwa dia masih duduk sendirian di ruang keluarga, Anin kembali menatap layar laptop. "Sepertinya banyak kesalahpahaman diantara kalian, Ra. Karena yang Mbak lihat Mas Yudha masih memiliki akhlak kok. Nggak seburuk yang kamu pikirkan."

"Aduh, belain suami." Liara menggeleng-geleng. "Dia pasti takut jadi duda itu, makanya baikin istrinya. Mas Yudha belum sepenuhnya terlihat bertekuk lutut dan tergila-gila sama Mbak. Jadi jangan lengah dulu dong."

Hold You in My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang