Bagian 6

12.4K 1K 43
                                    

Sudah lewat dari jam setengah tiga. Tapi matahari masih bersinar dengan terik hingga rasa panasnya seakan mampu menembus pakaian yang dikenakan. Meskipun posisinya kini sudah lebih condong ke arah barat, tak lagi tepat diatas kepala.

Memang keputusannya sendiri untuk jalan-jalan di siang hari. Tapi jelas Anin tidak menduga bahwa cuaca akan terasa seperti sekarang. Dia merasa punggungnya berkeringat dan sedikit kegerahan. Anin mengusap keningnya dengan lengan kanan yang memegang setangkai es krim. Sementara kakinya terus melangkah, tidak santai ataupun terburu-buru.

Sesekali diperhatikannya ke arah kiri dan kanan. Melihat apa saja yang tertangkap di matanya untuk beberapa saat. Mulai dari rumah, pohon, bunga, kendaraan hingga beberapa orang yang terlihat sibuk di teras rumah mereka masing-masing. Mengobrol dengan tetangga, bermain dengan anak hingga hanya terlihat seperti sedang melamunkan nasib.

Riko dan Rima sudah keluar rumah tepat setelah mereka selesai makan siang bersama. Ada kabar duka yang datang dari keluarga salah satu teman mereka sehingga harus pergi melayat. Sementara Yudha terlihat sibuk dengan laptopnya dan Ditya malah mengurung diri di kamar.

Karena tidak ada hal yang ingin dilakukannya di rumah, lebih kurang sejak setengah jam yang lalu Anin memutuskan untuk jalan-jalan sendiri di lingkungan sekitar. Setelah berjalan cukup jauh, dia masuk ke dalam satu minimarket dan membeli beberapa bungkus es krim bervarian rasa.

"Mau es krim?" tawar Anin pada seorang anak laki-laki yang sedang berjongkok di pinggir jalan. Anak itu hanya sendirian, terlihat kesepian dan seperti tidak memiliki teman. Anak itu memang sedang memandanginya. Tidak. Lebih tepatnya memperhatikan apa yang ada di tangan kanannya.

"Tapi nggak akan diculik kan?"

Mendengar kalimat bernada takut itu membuat Anin tergelak. Anin ingat bahwa dia pernah mendengar kasus penculikan anak menggunakan makanan sebagai cara untuk menarik perhatian anak. Tapi yang pernah didengarnya, penculik menggunakan permen atau makanan ringan buatan pabrik. Bukannya es krim.

"Nggak. Aku bukan penculik," ucap Anin sambil membuka plastik putih yang ada di tangan kirinya. Diambilnya satu bungkus es krim dari sana dan memberikannya pada sang anak. "Setelah ambil ini, kamu bisa langsung kabur. Itu kalau kamu masih berpikir aku akan menculikmu."

Sambil menatap Anin waspada, anak itu berdiri. Dia menjulurkan tangannya sambil bergumam. "Makasih, Kak."

"Sama-sama."

Tanpa mengalihkan pandangan ataupun melanjutkan langkah, diperhatikannya anak laki-laki itu dengan seksama. Karena melihat anak itu membuka kemasan dengan mudah tanpa membutuhkan bantuan darinya, Anin hendak kembali melanjutkan langkahnya. Tapi diurungkannya ketika mendengar suara yang tak jauh dari depannya.

"Kemana saja?"

Ditya yang awalnya berjalan cepat terlihat nyaris berlari kini menghentikan langkah. Kepanikan Yudha beberapa saat lalu memang sempat menular kepadanya. Dan setelah melihat Anin dalam keadaan baik-baik saja, Ditya merasa lega. Selain karena apa yang dicemaskan Yudha tidak terjadi, nyatanya tidak butuh lama atau perjalanan jauh yang harus ditempuhnya hanya demi menemukan calon istri dari bosnya itu.

"Habis jalan-jalan di sekitar sini. Tadinya aku berharap ada tempat yang didatangi banyak orang seperti lapangan atau apapun, tapi nyatanya nggak ada," jawab Anin sambil mengurangi jarak diantara mereka. Hanya butuh beberapa langkah lagi yang diperlukan agar dia bisa berdiri tepat dihadapan Ditya. "Sekalian tadi ke minimarket untuk beli es krim. Mau?"

"Boleh," jawab Ditya ketika Anin sudah berdiri tepat didepannya. "Makan es krim panas-panas begini memang mantap," ucapnya seraya mengambil satu es krim dari plastik putih yang ada di tangan Anin.

Hold You in My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang