Bagian 37

10.6K 927 48
                                    

"Bertiga saja?"

Anin yang sedang merapikan lipatan kerah kemeja suaminya mengangguk. Dia baru mengatakan pada Yudha bahwa dia, Mita dan Rion sudah sepakat untuk bertemu siang ini. Rion tidak bisa datang diakhir pekan sementara Mita untungnya bisa meluangkan waktu sebelum jam makan siang hari ini. Dan Anin yang tidak memiliki kesibukan tentu saja bisa keluar kapanpun kedua temannya itu putuskan.

Karena Rion sebelumnya juga sudah meminta Yudha untuk bergabung, Anin sengaja mengatakannya dengan jelas hingga memberitahu dua tempat yang akan mereka datangi. Namun Yudha ternyata menolak untuk ikut. Anin tentu paham dengan kesibukan suaminya itu. Apalagi tadi malam saja suaminya itu sampai di rumah saat dini hari.

"Kalau Mas Sandy dekat, aku yakin dia pasti mau bergabung."

Meskipun sebentar atau hanya sekedar meluangkan waktu untuk makan siang bersama saja, Anin yakin Sandy bersedia untuk ikut. Dulu mereka berempat sesekali pernah kumpul-kumpul bersama. Tapi sayangnya pria itu jauh. Dan sepertinya terakhir kali Anin berhubungan dengan Sandy pun mungkin dihari dimana dia bertemu tanpa sengaja di pusat perbelanjaan bersama Liara dan Dinar hari itu.

"Mereka saling mengenal?" tanya Yudha tampak tertarik. "Sandy dan Rion?"

Anin mengangguk lagi. Dia menjauhkan tangannya dari pakaian Yudha setelah suaminya itu terlihat rapi. Anin suka setiap kali melihat Yudha mengenakan kemeja. "Mereka berdua kan temanku, tentu saja pernah bertemu dulunya. Mungkin kalau mereka bertemu lagi, mereka akan saling ingat. Mas benar nggak mau ikut?"

"Tidak." Yudha melangkah memunggungi istrinya. "Kalian bertiga saja."

"Gabung sekalian Mas makan siang. Sebentar juga nggak papa." Tatapan Anin masih tak lepas dari Yudha yang kini sedang memasukkan laptopnya ke dalam tas. "Tempatnya nggak jauh dari kantor Mas kok."

Yudha mengangkat kepala. Dia menatap istrinya yang sepertinya belum menyerah untuk memintanya bergabung pada perkumpulan tiga teman lama itu. "Kamu berharap sekali agar aku ikut?"

"Iya," jawab Anin jujur. "Untuk meminimalisir kecemburuan kamu, Mas. Takutnya di kantor kamu akan uring-uringan karena memikirkan aku bertemu dengan orang yang dulu sempat aku suka."

Yudha tertawa karena Anin berujar dengan percaya diri, meskipun yang dikatakan istrinya adalah hal yang benar. Tapi Yudha tentu tak akan menunjukkan dugaan Anin terlalu jelas. "Aku bukan tipe pencemburu yang berlebihan begitu, Sayang."

Anin mendengus. Tentu saja kalimat suaminya itu tidak bisa dipercaya. Bukannya dia terlalu percaya diri. Tapi setelah sedekat ini mereka, Anin tentu sudah mengerti bagaimana sifat suaminya itu. "Bukan pencemburu tapi ketika aku menyebut nama Rion, kening Mas itu loh, mengernyit terus."

"Kamu pernah menyukainya, aku sudah tau itu. Tapi kan itu dulu dan sekarang tidak lagi. Kalian pasti hanya akan membicarakan tentang masa lalu. Ya, tidak ada yang perlu aku khawatirkan." Yudha menarik tangan Anin untuk mengikutinya keluar kamar.

Kalau dipikir-pikir apa yang dikatakan suaminya memang benar. Kalau mereka bertiga sibuk berbicara tentang masa lalu, dulu begini dan dulu begitu lah, suaminya pasti hanya akan diam menyimak. Memikirkan hal itu benar-benar terjadi, Anin merasa kasihan juga pada suaminya.

Tapi tidak mungkin juga mereka akan sibuk bertiga dan melupakan keberadaan suaminya yang tampan ini bukan? Dia tidak akan setega itu mengabaikan suaminya padahal jika mereka bersama saja Anin selalu merasa dirinya terlalu fokus pada Yudha. Karena biasanya setiap kali perhatian Anin teralihkan, Yudha memiliki berbagai cara untuk menariknya kembali.

"Kalau seandainya aku tergoda Rion untuk ikut dia ke Amerika gimana, Mas?" tanya Anin yang membuat langkah Yudha terhenti. Anin terkekeh sebelum menutup pintu kamar. "Katanya bukan pencemburu. Aku cuma bercanda begitu saja wajah kamu langsung mode marah, Mas."

Hold You in My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang