Berulang kali Yudha menciumi puncak kepala Anin yang kini duduk diantara kedua pahanya. Istrinya itu terlihat nyaman dengan posisinya sekarang, punggung yang bersandar ke dada Yudha. Anin membiarkannya memeluk tubuh wangi itu sepuas yang Yudha inginkan. Meski kedua tangannya sempat mendapat pukulan ketika dengan sengaja masuk melewati pakaian yang Anin kenakan.
Rasanya Yudha ingin menghabiskan hari-harinya seperti ini. Hanya berdua dengan istrinya, bersantai dan melewati sepanjang hari tanpa ada yang mengganggu waktu mereka. Tapi tentu saja itu tidak mungkin kecuali jika keduanya kembali menghabiskan waktu liburan berdua di kesempatan yang lain.
Kepala Anin menoleh ke kanan, bertahan untuk waktu yang cukup lama. Matanya tertuju ke layar televisi, terlihat fokus dengan apa yang sedang ditayangkan disana. Sesekali istri Yudha itu menusuk potongan buah yang ada didalam piring diatas pahanya untuk dipindahkan ke dalam mulutnya ataupun mulut Yudha.
"Ganteng ya?"
Alarm peringatan seakan berbunyi di kepala Yudha sehingga dia langsung menoleh. Memperhatikan wajah pria yang terlihat putih pucat di televisi yang terkadang digantikan dengan wajah wanita yang memiliki kulit yang sama.
Yudha menyipitkan matanya. "Lebih ganteng mana, dia atau suami kamu?"
"Lebih ganteng suaminya aku."
Jawaban itu membuat perhatian Yudha kembali tertuju pada istrinya. Dia tersenyum. Kini tak lagi puncak kepala istrinya yang dia cium, melainkan pipi dan juga rahang. Entah itu jawaban jujur atau hanya sekedar untuk menyenangi hatinya, tetap saja Yudha menyukainya.
Anin mendorong wajah Yudha menjauh ketika ciuman-ciuman singkat yang didapatkannya berakhir dengan lumatan lembut di pangkal lehernya. Jika Anin membiarkannya, Yudha pasti menginginkan lebih. "Aku nggak mau ya Mas kalau nanti harus keramas lagi."
Sudah dua kali Anin keramas hari ini. Sebelum subuh dan sebelum menunaikan ibadah siang tadi. Dan Anin tidak mau harus mandi lagi sebelum jadwal sholat berikutnya untuk hari ini. Meskipun melayani kebutuhan Yudha adalah kewajibannya, tapi tetap saja tidak harus sepanjang hari mereka melakukannya bukan?
Tubuh Anin mengerti arti kata lelah dan juga rasa sakit. Dan semalam dia lepas keperawanan dan baru benar-benar terbebas dari gairah Yudha beberapa jam yang lalu. Wajar saja jika sekarang Anin merasa berhati-hati agar tidak memancing gairah suaminya bukan?
"Aku cuma cium kamu, Sayang."
Kalau saja hari ini baru pertama kalinya Yudha mengatakan kalimat itu, tentu saja Anin akan langsung mempercayainya. Sayangnya tidak. "Pagi tadi bilangnya begitu juga. Aku hanya cium kamu. Ujung-ujungnya apa coba?"
"Apa?"
Anin mendengus. "Ujung-ujungnya ada yang tegak dibawah sana tapi bukan keadilan. Aku disuruh tanggung jawab padahal bukan aku yang cium kamu."
Mendengar itu Yudha tertawa. Tubuh Anin yang masih bersandar padanya pun ikut berguncang karenanya. "Kenapa kesannya kamu tidak ikhlas melayani aku?"
"Bukan ikhlas atau enggaknya," bantah Anin sambil mencoba untuk menoleh ke belakang. "Tapi kira-kira waktu juga, Mas. Nggak mungkin dalam sehari aku keramasnya sebanyak jumlah sholat wajib kan?"
Yudha mengelus lengan Anin, naik turun dengan pelan. "Kalau kamu malas mandi sendiri, aku bisa bantu kamu mandi."
"Ya ampun? Ini suami siapa coba? Susah sekali paham sama apa yang aku maksud." Anin mendongak ketika suara tawa Yudha terdengar lagi. Suaminya itu banyak tertawa akhir-akhir ini. "Sering-sering keramas, rambutku bisa rontok semua ini. Kamu mau punya istri botak, Mas?"
"Mau botak, rambut panjang atau rambut pendek pun, kamu pasti tetap terlihat cantik." Yudha memainkan sedikit ujung rambut Anin dengan jari telunjuknya. "Tetap jadi istrinya Bastian Yudha."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hold You in My Heart
ChickLitAnindia Puspita pasrah ketika ditinggalkan Bastian Yudha Gunawan sejak dia dinikahi dan dibawa untuk tinggal di rumah suaminya itu. Berminggu-minggu lamanya Yudha tidak pulang dengan alasan pekerjaan setelah pesta pernikahan mereka selesai dilaksana...