04

191K 12.2K 125
                                    

"Congrats yang udah dapat gelar master." Malvin memeluk Davin ala cowok. Kemudian Davin mengucapkan terimakasih.

"Congrats!" Ucap Arthur pelan hingga terdengar seperti 'rats' saja bagi Davin.

"What a dick man?" Umpat Davin tak terima.

"Congrats bodoh!" Arthur memukul kepala Davin dan berlalu begitu saja untuk menyusul Jane yang sedang berkumpul bersama Ara dan Kayana.

"Stupid!" Davin menggeleng pelan. Memiliki teman irit bicara seperti Arthur memang menguras kesabaran.

Davin berjalan menghampiri kelima orang yang hari ini memenuhi undangan pesta darinya. Pesta kecil-kecilan. Ia tidak ingin ke club' dengan mengambil resiko jika kekasihnya akan di lirik oleh banyak mata kotor disana. Maka dari itu ia memilih mengadakannya dirumah.

"Hm, ini pasti buatan Ara." Malvin mencicipi cookies yang berbentuk love dengan hiasan di atasnya.

"Iya dong. Enak nggak?" tanya Ara bersemangat hingga mendapat teguran injakan di kakinya. Siapa lagi kalau bukan Davin pelakunya.

"Enak ih, manis kaya yang buat." Goda Malvin mendapat lemparan bantal sofa dari Davin.

"Iya, lucu-lucu bentuknya. Jadi nggak tega makan gue." Kayana bukan marah seperti Davin, ia tidak baperan. Kayana turut memuji cookies buatan Ara yang benar-benar sangat lucu.

Tidak hanya berbentuk love, tapi Ara juga membuat bermacam bentuk. Seperti emoji, kepala beruang, dan bentuk random lainnya.

Mendapat pujian seperti itu membuat Ara senang bukan main. Itu hobi yang ia tekuni selama ini.

"Nggak usah senyum-senyum!" Ara menipiskan bibirnya paksa.

"Galak banget emang si Davin." Jane berbisik kepada Arthur.

"Ada yang mau alcohol?" tawar Davin selaku tuan rumah. Pasalnya ia hanya menghidangkan berbagai makanan seperti cookies buatan Ara tadi, pizza, kentang goreng, macaron, dan aneka coklat. Minum pun hanya air dengan sirup.

"Sure. Wine please."

"Si Arthur ngomong pas ada maunya doang. Heran gue." Malvin mengelus dada. Davin terkekeh dan berlalu mengambil apa yang Arthur minta.

Hujan turun bertepatan dengan Davin yang datang membawa sebotol wine dan tiga gelas kosong. Ia cukup waras untuk tidak memberi alcohol kepada para wanita itu.

Sembari menikmati hidangan, mereka berbincang-bincang seperti kegiatan apa saja yang Davin lakukan selama di New York, apa ada bule yang lebih cantik dari Ara, apa ada niatan untuk mendua begitu melihat wanita seksi disana, dan rencana Davin selanjutnya.

"Ada, cantik banget malah. Temen gue pas di kampus. Asal Kanada. Namanya Steffy."

"Widih, akhlaknya gimana?" tanya Malvin yang semakin kepo.

"Ya biasa aja sih. Emang lo maunya gimana?"

"Ngelonte kek-"

"MALVIN!!!"

Tawa ketiga cowok itu pecah saat dengan kompaknya Ara, Jane dan Kayana meneriaki nama Malvin begitu menyebut kata yang tidak pantas itu.

"Kamu di filter dong kalo ngomong. Mabok ya?" Kayana memukul lengan kekasihnya.

"Kan biasanya gitu, Yang. Disana kan bukan disini, budayanya beda. Siapa tau disana Davin ada di grepe-grepe sama bule. Emang ada yang tahu?" Malvin mendapat pelototan dari Davin. Tidak tau saja jika ucapan Malvin barusan membuat hati Ara gundah.

Selama ini Ara tidak berpikir sampai kesana. Yang ia tahu Davin disana belajar.

"Iya juga sih, Dave lo nggak di grepe-grepe kan sama bule?" tanya Kayana.

"A-apaan sih?" sentak Davin tergagap menyadari perubahan raut wajah sang kekasih. Ia mengode pasangan sialan itu dengan lirikan mata.

"Becanda Ra. Lo percaya kan sama Dave?" Yang di kode Malvin sama Kayana, yang peka malah Jane.

Melirik Jane, kemudian Ara mengangguk dan kembali menyandarkan kepalanya ke bahu Davin. Tak lama ia rasakan kecupan dari Davin di puncak kepalanya.

"Kamu ngapain bantu sih?" Arthur berbisik. Ia malas jika suara merdunya di dengar oleh orang lain. Merdu, merusak dunia.

"Ish, kamu mah nggak paham masalah cewek!"

Meninggalkan bahasan tentang Davin, kini Malvin beralih menatap Arthur. Seperti mencari-cari bahan yang dapat ia jadikan topik.

"Lo udah selesai koas?" Arthur menggeleng.

"Kapan selesainya?" Giliran Davin yang bertanya. Setahunya, Arthur itu memulai koas sudah sejak ia pertama memasuki jenjang S2, hingga ia lulus pun masih belum kelar juga koasnya.

"Jawab kek!" Davin melempar bantal tepat di muka Arthur.

"Jangan lempar-lempar ah." tegur Ara di sampingnya. Davin membalas dengan mengecup bibir Ara singkat.

"Nggak tau. Bokap tuh yang ngatur." balas Arthur malas. Ia menjawab juga karena Jane yang memintanya.

"Terus kuliahnya?" tanya Ara yang ikut kepo.

"Udah lulus kali Ra." jawab Kayana yang masih ingat jika dulu Jane sempat mengatakan jika Arthur sudah menyelesaikan S2 kedokterannya.

"Lah, kok masih koas?"

"Tanya aja sama bokap." Arthur menegak wine-nya.

"Anggep aja kamu latihan di bawah pengawasan Papa kamu." Jane memberitahu pacarnya.

"Ya itu." Balas Arthur santai.

Di tengah membicarakan tentang Arthur yang waktu koasnya tidak biasa itu, Malvin berpikir untuk melanjutkan S2 nya seperti kedua temannya.

"Apa gue lanjut S2 juga biar jadi master kaya kalian?" tanyanya meminta pendapat.

"Kamu serius?" tanya Kayana selaku kekasihnya.

"Ya kepengen aja, Yang. Masa mereka berdua udah jadi master akunya belum." Malvin merengek seperti anak kecil yang iri terhadap kepunyaan temuannya.

"Jangan pakai kita buat jadi alesan!" Arthur menjentikkan jarinya tanda setuju dengan ucapan Davin.

"Lagian lo udah dapet kerjaan tuh."

"Tapi gue pengen jadi CEO muda yang keren-keren gitu. Paham nggak sih?" Bukan rahasia lagi jika cowok berdarah asli Indonesia itu menginginkan jabatan yang lebih tinggi di perusahaan ayahnya. Pasalnya ia hanya di beri jabatan sebagai manager.

"Sabar Yang, ih! Dimulai dari bawah dulu dong. Papi kamu pasti mau kamu lebih paham dulu tentang perusahaan sebelum naik jabatan." Nasihat Kayana asal-asalan. Soalnya ia tidak paham mengenai perusahaan.

Malvin mengangguk mengerti. "Lo Dave? Abis ini kerja apa?"

"Gue?" Davin tersenyum mengejek. "Gue mau di taruh bokap di posisi Chairman."

Tidak hanya Malvin yang terkejut, tapi semua terkejut. Begitupun dengan Ara yang tidak diberitahu Davin terlebih dulu.

"Oh my God, mulus banget hidup lo." Arthur refleks mengangguk membenarkan ucapan Malvin.

"Kamu nggak ngasih tau aku. Lagi." bisik Ara mendekat ke telinga Davin.

Davin menoleh, sepenuhnya menatap Ara yang tengah menatapnya dengan tatapan seperti siang tadi. "Nggak usah mancing-mancing." Peringat Davin agar cewek itu tidak memancing keributan dalam hubungan mereka.

Tidak menjawab, Ara lebih memilih untuk membebaskan tangannya yang sejak tadi Davin genggam. Namun usahanya sia-sia saat Davin mengeratkan genggaman.

D AND A [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang