11

120K 8.5K 16
                                    

"Kenapa, Sayang? Kamu nggak suka aku ajak nikah kaya gini?"

Ara membalikkan badan menghadap Davin yang sudah duduk di kursi yang biasa ia gunakan untuk belajar dulu

"Ini bukan masalah suka nggak sukanya, Davin!"

Baru pertamakali Ara menggunakan nada tinggi saat berbicara dengan Davin. Nama Davin pun ia sebut dengan lengkap.

Davin membuang nafas, ia berusaha menelan emosinya. "And then?"

"Kamu sebenernya mau nikah sama siapa sih?"

"Sama kamu lah!"

"TERUS KENAPA NGGAK NGOMONGIN INI DULU SAMA AKU?"

"Lower your voice, Arabella!" Davin bangkit dari duduknya. Ia berjalan menghampiri Ara yang berada dekat dengan pintu balkon.

"Aku nggak paham kenapa kamu bisa marah kaya gini. Sampai berani teriak lagi, wow." Davin terus berjalan mendekat dengan tangan yang ia silangkan di bawah dada.

Ara berjalan mundur selangkah demi selangkah saat Davin terus berjalan mendekatinya.

"Kamu pikir aku bikin rencana pernikahan kaya gini itu main-main?" Davin berhenti melangkah saat badan Ara sudah menempel ke pintu kaca.

"Tapi kamu selalu bertindak sesuai kemauan kamu Dave! Kamu pernah mikir gimana perasaan aku? Aku pengantin wanitanya, tapi aku sendiri nggak tau kalau pernikahan itu udah di depan mata. Sedangkan mereka aja tau." Ujar Ara melirih. Matanya sudah berair.

"Perasaan kamu? Aku bikin rencana ini juga mikirin kamu, Sayang. Rencananya aku mau kasih tau kamu kalau H-7. Aku mau kamu tau kalau semua urusan pernikahan kita udah 99%."

"Bahkan gaun kamu aja udah Mommy pilihin. I'm sure it fits your body size."

"Semua tema pernikahan aku ikutin sama kemauan kamu. Kamu inget, dulu aku pernah nanya soal gaya pernikahan yang kamu mau? Semua yang kamu ucapin saat itu aku tulis dan aku wujud-in dalam waktu dekat ini."

"Do you still think that I don't care about your feelings?"

Ara menatap lekat-lekat bola mata hazel milik Davin. "Itu menurut kamu kan? Kamu selalu anggap kalau keputusan kamu itu yang terbaik. Tapi kamu nggak pernah nanya gimana keputusan aku. Seenggaknya kamu bilang apa rencana kamu dulu ke aku."

Davin memainkan lidahnya dalam mulut. Perkataan Ara sangat menggangu pikirannya. "Terus kamu mau apa? Kamu mau aku batalin ini semua?"

Ara memilih bungkam. Ia tau jika Davin sudah tersulut emosi. Namun dirinya juga sudah muak dengan Davin yang selalu bertindak sesuai kemauan cowok itu sendiri. Semua yang Davin lakukan, yang Davin rencanakan, semua Davin anggap itu adalah pilihan terbaik. Tanpa mau merundingkan terlebih dulu dengan yang bersangkutan.

**

Setelah kejadian semalam yang berakhir Davin pergi begitu saja, siang ini Ara sudah berada di kediaman keluarga Smith.

Ia di undang Jennifer kesini untuk menemaninya berjalan-jalan di daerah Jakarta yang masih asing bagi perempuan berdarah Amerika itu.

"Hi Boy! You look so gorgeous with this hat!" Ara menyentuh topi yang Leo gunakan.

"Thanks, Aunty." Jennifer berucap dengan suara mirip anak kecil sembari menggerakkan jemari Leo yang anteng dalam stroller.

"Mau kemana dulu Kak?" tanya Ara pada Jennifer.

"Just Jenn."

"No. My friend already has that." Ara tertawa kecil saat membayangkan jika ia memanggil salah satu dari Jane atau Jennifer, dan di waktu yang bersamaan mereka menoleh.

"Oke, terserah kamu Arabella."

Ara tertawa mendengar logat bahasa Jennifer yang terdengar lucu baginya.

"Why are you laughing?" Jennifer pun ikut tertawa . Ia sedang menyetir dengan Leo di pangkuan Ara.

"Nothing. I like your accent."

"Don't insult my accent, Ara."

"I said, I like it."

"Yeah, Up to you."

**

"Kakak ada yang mau di beli lagi?" tanya Ara sambil mendorong stroller Leo.

Jennifer menggeleng. Ia rasa dua pasang baju Leo sudah cukup. Lagi pula niatnya bukan untuk berbelanja.

"Mau es krim?" tawar Jennifer. Meski ia kesal dengan Ara yang menahan tawa saat ia menggunakan bahasa Indonesia, namun Jennifer tetap mencobanya.

"Suka coklat?" Ara mengangguk saat Jennifer bertanya.

"Seperti Leo juga." katanya dan berlalu memesan ice cream cone.

Menikmati ice cream di kedai yang tidak begitu ramai membuat Jennifer segera melaksanakan niat awalnya.

"Ara, I want to talk to you. As your older sister."

Ara sudah menduga. Ia pun hanya mengangguk.

"Aku disini bukan berada di tim Davin. Aku juga tidak menyalahkan mu."

Ara mengangguk. Ia menyuruh Jennifer untuk melanjutkan ucapannya. Terlihat jika wanita beranak satu itu tengah merangkai kata-kata.

"Aku tau jika tindakan Davin itu wrong. But, you know better who is Davin."

"I mean, kamu bisa kan mengerti Davin?"

Ara menjilat bibirnya yang ada bekas es krim. Ia mengangguk menanggapi Jennifer. "Aku tau Davin itu orangnya gimana. Tapi kalau aku biarin terus, selalu aku yang ngertiin terus, lama kelamaan dia ngelunjak." Ara menunggu respon Jennifer.

"I know, because his brother is not so different from him." 

Ara mengangguk lagi sebagai balasan. "Selama ini aku ngertiin dia. Tapi kali ini, aku pikir sedikit berlebihan jika menyangkut pernikahan." Ara terkekeh.

"Yeah, I know. But, please..."

"Jangan pecah hanya karena ego masing-masing."

Ara lagi-lagi mengangguk sambil tertawa kecil mendengar nasihat Jennifer. Pemilihan kata dari Jennifer membuat perutnya geli.

"You better tell that to Davin."

Kemudian keduanya tertawa dengan Leo yang juga ikut tersenyum tanpa tau apa-apa.

**

Sudah hampir lima jam Ara berada di kediaman keluarga Smith sepulang belanja bersama Jennifer. Sepertinya gadis itu sangat suka dengan Leo.

"Are you sleepy, Leo?" Ara menutup mulut Leo yang menguap dengan jemarinya.

Kemudian gadis itu menggendong Leo yang hendak tertidur itu. Baru beberapa menit, bayi laki-laki gempal itu tertidur.

Setelah selesai menidurkan Leo di keranjang bayi, Ara pun berniat pulang. Sampai ruang tamu, ia berpamitan dengan Lily dan Jennifer.

"Mau gue anter aja Ra?" Daren datang dari arah dapur.

Ara menggeleng, menolak tawaran Daren. Memang dirinya tidak membawa kendaraan sendiri saat ini. Pagi tadi ia naik taksi.

"Naik taksi aja deh Kak." Ara tersenyum sopan.

"Apa aku aja yang antar?" Jennifer menawarkan. Lagi-lagi Ara menggeleng disertai bibirnya yang selalu menahan tawa saat Jennifer menggunakan bahasa Indonesia.

"Mommy aja gimana?"

Mereka kemudian tertawa mendengar tawaran Lily. Pasalnya wanita paruh baya itu tidak bisa mengendarai mobil sendiri.

"Balik sama aku."

Serempak, mereka menoleh kearah Davin yang entah kapan datangnya.

"Dave?"

Davin mendekat, ia mencium pipi Lily sebagai sapaan. Kemudian ia berdiri di dekat Ara.

Ara sendiri tidak menyangka Davin akan datang kerumah orangtua nya. Ia kira Davin berada dirumahnya sendiri.

"Ayo!" Davin langsung menggenggam tangan Ara dan membawanya keluar.

D AND A [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang