Haters Davin ngacung☝
***
"Kamu kenapa sih Ra? Sariawan apa gimana??" tanya Davin jengah melihat Ara yang selalu mendiaminya.
Sejak ia pulang sore tadi, Ara sudah memasang wajah datar dan terus menghindarinya. Perempuan itu juga hanya menjawab saat ia bertanya.
"Nggak apa-apa."
Davin mengalihkan pandangan dari TV. Ia lama-lama kesal dengan Ara. Bukannya ia tidak peka, tapi Davin benar-benar tidak tau kesalahannya kali ini.
"Jawab yang bener!"
"Nggak apa-apa Dave!" Jawab Ara menyentak.
Davin mengalihkan fokus. Ia duduk menyamping, sepenuhnya menatap Ara. TV pun sudah ia matikan.
"Kamu pikir aku bakal percaya? Hah?"
Ara diam tidak menjawab. Matanya pun menatap lurus kedepan tanpa mengindahkan suaminya yang sedang menatapnya tajam.
"Kalo kamu kaya gini, aku juga bisa marah loh. Pulang-pulang di kasih wajah kamu yang nggak enak gitu. Di diemin, di pegang dikit ngehindar. Maunya apa sih? Ditanya jawabnya nggak apa-apa. Klasik tau nggak? Nanti nyalahin aku yang nggak peka. Ini aku yang beneran nggak peka atau kamunya yang childish?!" Davin adalah lelaki yang tidak memiliki stok kesabaran.
Ara meremas piama yang ia pakai. Objek pandangannya masih belum berubah. TV yang sudah mati adalah objek pandangnya sejak tadi. Kaki Ara terasa dingin di bawah sana.
"Jawab!!" Kali ini Davin menyerongkan bahu Ara agar perempuan itu menatapnya.
Jujur saja, Ara sudah bersusah payah menahan isakan. Selalu saja dirinya yang kena masalah di akhir cerita. Padahal ia yang marah karena kesalahan Davin. Tapi tetap saja dirinya yang salah dimata Davin. Apalagi dengan kata-kata tajam Davin, sungguh membuat Ara sakit hati.
"Nggak apa-apa." Balas Ara melirih. Bahkan kesalahan Davin sudah ia lupakan karena hatinya yang sakit akan perkataan Davin tadi.
Davin membuang nafas kasar. Ia menyugar rambut dengan mata yang menelisik Ara dari kaki hingga wajah perempuan itu.
"Look at me! I said look, Arabella!" Perintah Davin dengan nada rendah.
"Udah berapa kali aku bilang, kalau aku ada salah, bilang! Kamu diem, ditanya jawabnya nggak apa-apa, akunya juga nggak tau, terus aku harus tanya siapa? Hah? Tanya sama Tuhan? Gitu?"
"Kamu diem, berarti kamu yang mau lama-lama marahan sama aku. Just tell me what's wrong, and I'll fix it."
Setetes air mata Ara turun. Sebenarnya kesalahan Davin bukan kesalahan fatal, tapi yang membuat Ara menangis adalah situasi dimana ia merasa di salahkan sekarang. Seolah-olah Ara yang salah. Ara diam, karena memang itu cara Ara menunjukkan amarah. Ia tidak berani untuk langsung menegur atau meminta penjelasan Davin.
"Diem lagi."
"Maaf." Kata maaf keluar dari bibir Ara. Entah karena apa ia meminta maaf.
Davin dibuat kebingungan dengan istrinya. Ia bahkan sempat membenturkan kepalanya pada sandaran sofa.
"Buat apa Sayang buat apaaa???" Davin merasa geram dengan tingkah Ara.
Ara menunduk, "aku cemburu waktu Stella sok akrab sama kamu. Aku juga kesel waktu kamu bersikap biasa aja padahal tau kalo Stella pernah ngatain aku pembantu." Kata Ara pelan.
Davin mengetatkan rahangnya begitu mendengar alasan Ara. "Ya Tuhan, Araaaaaaa.... Kenapa baru bilang sih? Hah? Apa harus aku emosi dulu baru kamu mau bilang? Kenapa nggak pas di kantor aja sih, Sayaaang??"
Ara meremas kuat-kuat piamanya. Salah lagi?
Davin menghembuskan nafas terlebih dulu sebelum menjelaskan semuanya.
"Pertama, dia bukan sok akrab, Ra. Tapi pekerjaan dia emang itu. Dia CEO di kantor, otomatis masih berhubungan sama aku. Kedua, kenapa aku nggak marah? Lagian dia juga udah minta maaf Sayang. Kamu sendiri yang bilang udah maafin kan siang tadi?"
Hati Ara masih mengganjal. Entah kenapa ia masih marah atas kejadian siang tadi. Dimana ia dan Davin sedang makan siang bersama dan datang lah Stella yang beralasan pekerjaan, sehingga membuat waktu makan siang Ara dan Davin terganggu. Padahal itu masih termasuk jam makan siang.
"Udah? Atau masih ada yang mau aku perjelas?" Tanya Davin mengangkat dagu Ara dengan telunjuknya.
Ara menggeleng. Namun berbanding terbalik dengan hatinya. Entah lah, ia hanya merasakan firasat buruk tentang Stella.
"Lagian dia udah mau 30 tahun loh, masa kamu cemburu?" Davin membenahi rambut Ara dan berakhir mengelusnya.
"Aku takut." Ara menatap mata Davin.
"Kamu percaya aku kan? Lagian aku disana kerja, nggak ada waktu buat macem-macem. Kalo nggak percaya, tanya aja sama Adrian."
Adrian adalah sekertaris Davin di kantor.
Ara akhirnya mengangguk. Ia percaya dengan Davin. Ara kemudian memeluk Davin, pelukan yang sarat akan rasa takutnya.
"Kamu ganteng Dave, ganteng banget. Pasti di luar sana banyak yang suka sama kamu." Ucap Ara mengungkapkan kegundahan hatinya.
**
Seperti biasa, siang hari di hari Rabu kali ini Ara menghabiskan waktu siangnya di ruangan Davin. Ia dan Davin sudah menghabiskan makanan yang ia bawa dari rumah. Sekarang dirinya sedang duduk di kursi depan meja Davin. Berhadapan langsung dengan Davin.
"Jangan liat kaya gitu." Tegur Davin masih berusaha untuk fokus pada kerjaannya.
Ara yang menggunakan tangannya untuk menyangga kepala pun hanya berkedip tanpa mengalihkan pandangan. Ia suka Davin yang berpakaian kantoran seperti ini. Wajah serius Davin, gerakan lincah jemari Davin pada keyboard dan mata tajam Davin yang menelisik setiap huruf.
"Yang udah ah, risih tau nggak?" Ujar Davin asal-asalan. Sebenarnya lelaki itu hanya merasa panas di area pipi jika Ara menatapnya seperti itu.
Ara menekuk wajah mendengar perkataan Davin. "Iya maaf. Aku merem nih."
Davin memastikan jika Ara benar-benar menutup mata. Kemudian ia memutar kursinya membelakangi Ara dan menampar-mampar kecil pipinya. Davin juga menarik nafas panjang dan ia keluarkan dengan cepat guna mengatur tempo debaran jantungnya.
"Dave, kok di punggungin sih?"
Davin memutar balik kursinya. Ia menatap Ara yang tengah memasang wajah cemberut. Ah sial, jika bukan kantor, Davin tak segan-segan memakan pipi Ara.
"Yang, sini deh!" Davin melambai.
Ara pun mendekat, ia duduk di pangkuan Davin atas kemauan Davin.
"Akh My God! Dave!!!" Ara terlonjak dan langsung berdiri.
"Kenapa di gigit pipi akuuuu???" Rengek Ara merasakan ngilu pada pipinya.
"Gemes Yang ih. Pengen aku makaaan." Davin menjulurkan tangannya pertanda Ara ia suruh duduk di pangkuannya lagi.
"Cium aja jangan gigit! Ada bekas nanti." Ujar Ara memperingati Davin yang sedang mengecupi pipinya.
"Tembem banget siii pipinyaaaa..." Davin memainkan pipi Ara dengan kedua tangannya.
Ara hanya pasrah saat pipinya kadang di tarik dan di pencet oleh tangan Davin.
***vote and komen juseyo
gimana? masih jadi haters davin?
KAMU SEDANG MEMBACA
D AND A [END]
RomanceKisah sebuah pasangan kekasih yang memutuskan untuk menikah dan membina rumah tangga mereka. Sikap sang lelaki yang bossy dan si perempuan yang penurut. Sangat cocok bukan? *** "Koper aku dimana?" "Disana." Davin menyingkir rambut Ara yang masih ba...