"Kaki aku luka loh gara-gara kejar kamu waktu itu." Ara mengadu pada Davin tentang lukanya hari itu.
"Aku nggak ada nyuruh kamu buat ngejar."
"Kan inisiatif."
Davin mengangguk kan kepala sambil tangannya membelai wajah cantik Ara. "Berdarah nggak?"
"Iya dong. Lemes banget aku waktu itu." Ara merinding saat ingatan kulitnya bergesekan dengan kasarnya aspal muncul di benaknya. Sungguh, itu membuat dirinya lemas lagi sekarang.
Davin mengecup pelipis Ara, "udah nggak usah di inget-inget." Sarannya melihat Ara yang memejamkan mata.
"Yang nolong siapa?"
"Kay sama Elvan."
Davin mengerutkan keningnya. "Elvan tetangga sebelah kamu itu?" Ara pun mengangguk membenarkan.
"Kok bisa?" Tanya Davin sedikit meninggikan suara.
"Jadi ternyata waktu itu Kayana sama Elvan ngintip kita dari pager rumah Elvan. Terus pas aku jatuh, Kayana nyamperin aku. Abis itu aku di bopong sama mereka berdua." Ara menjelaskan. Ia ingat saat Kayana yang waktu itu memanggil Elvan karena tidak mampu untuk membantunya seorang diri.
Elvan itu masih anak SMA. Memiliki paras yang lumayan karena ia blasteran Arab. Posturnya bisa dibilang tinggi jika dibandingkan anak SMA seumuran nya.
"Akal-akalan kamu aja itu mah supaya di peluk sama bocah itu."
"Kamu mah hobinya nuduh aku. Orang lemes beneran waktu itu. Celana aku sampe robek loh." Ara mengerucutkan bibirnya.
Davin membuang nafas panjang. "Iya percaya. Let's sleep, baby." Davin mendorong bahu Ara agar terbaring setelah mengecup bibir Ara dengan singkat.
"Good night, Dave."
**
"Eng... Hai Dave!" Jane dan Kayana melambaikan tangan canggung kala melihat Davin yang mengantarkan Ara pagi ini.
Bukannya menyapa balik, Davin malah memberikan tatapan tajamnya kepada kedua gadis itu.
"Ara masuk yuk, buruan. Disini kayanya mau ada gledek deh." Kayana menarik tangan kanan Ara paksa.
Pergerakan mereka terhenti saat Davin juga menarik tangan Ara yang satunya. Ara hanya bisa menatap kedua tangannya yang di genggam erat.
"Eh, ada yang ketinggalan?" tanya Kayana mencoba santai.
Davin mengabaikan pertanyaan Kayana tadi. Ia memilih untuk merapikan rambut Ara yang terurai. "Nanti pulang kabarin aku. Jangan ke.la.ya.pan."
"Kelayapan nya ngapain liat ke kita ya?" Kayana bertanya Jane secara berbisik.
"Iya-iya, sana ih." Ara melepaskan tangannya dari genggaman Davin. Ia melambaikan tangan saat Davin melajukan mobil meninggalkan tempatnya berdiri.
"Udah baikan Ra?" tanya Jane pertama kali. Ara mengangguk sebagai balasan.
"Apaan si Davin, ganteng doang galaknya kebangetan." Kayana terus menghujat Davin setelah ucapan Davin tadi yang sepertinya menyindir dirinya dan Jane.
"Udah-udah. Ngapain jadi bahas Davin sih?"
**
"Girls!"
Ara, Jane dan Kayana memperhatikan Malvin yang sedang melambaikan tangan. Cowok berbaju kantoran itu berdiri di samping sebuah mobil.
"Come here!" Seru Malvin lagi.
"Tumben kamu jemput." Kayana langsung menggandeng lengan Malvin dan menyenderkan kepalanya ke pundak sang kekasih.
Elusan pada puncak kepala Malvin berikan, "di suruh Dave tadi."
"Dave?" Ara mengernyit bingung saat nama Davin disebut.
"Lo nggak kerja?" tanya Jane yang memperhatikan penampilan Malvin. Padahal sekarang masih jam kerja.
Malvin terkekeh, "bolos."
"Buruan naik," Malvin melepaskan pelukan Kayana dan membukakan pintu untuk Kayana. Dengan senang hati Kayana pun duduk di samping kemudi.
"Kalian juga. Lemot banget sih!" Malvin menggerutu saat Ara dan Jane masih diam.
"Kita?" tanya Ara menunjuk dirinya dan Jane.
"Iya buruan."
"Gue bawa mobil sendiri." Jane memperlihatkan kunci mobilnya.
"Kalo gitu ikutin gue dari belakang aja." Malvin bergegas masuk ke mobil juga.
"Emang mau kemana sih?" Ara masih belum mengerti arah pembicaraan ini.
"Mau kumpul Ra, biasa pacar lo." Malvin menunjuk jok belakang dengan gerakan kepalanya.
"Kalo gitu gue ikut mobil Jane aja deh." Ara menyusul Jane yang menghampiri mobilnya.
"Peka banget ceweknya Dave." Gumam Malvin melihat punggung Ara yang mengekori Jane.
**
"Cewek gue mana?" Tanya Davin dan Arthur secara bersamaan saat melihat hanya Malvin dan Kayana yang masuk ke dalam rumah Davin.
"Di belakang." Tepat setelah mengatakan ini, Ara dan Jane nampak memasuki rumah Davin juga.
Ara yang baru datang langsung duduk di sebelah Davin. Begitupun Jane yang duduk di sebelah Arthur.
"Ada apasih?" tanya Ara bingung.
"Mereka bolos kesini." Davin menunjuk Malvin dan Arthur dengan dagunya.
"Lah iya, kamu masih bawa jas dokter." Jane menggeleng melihat pacarnya. Arthur hanya tersenyum sambil mengecup pelipis Jane.
"Lah terus kita ngapain kesini?" Ara berkedip bingung.
Davin langsung merangkul Ara dan mengecupi puncak kepala sang kekasih. "temenin kita lah, Sayang."
Setelah beberapa saat mereka gunakan untuk menjelaskan alasan mereka semua berkumpul, akhirnya Malvin memutuskan untuk mengajak kelima orang itu untuk bermain sebuah game. Mafia game.
"Jadi, ada dua mafia dan tiga warga. Gue jadi moderator nya. Paham?" Malvin memperlihatkan lima kartu di tangannya. Dari masing-masing kartu menunjukkan gambar yang bakal mereka ambil sebagai peran.
"Kalo warganya tinggal satu, mafia menang. Tapi kalo mafianya kebunuh semua, warga yang menang." Tuturnya sambil mengocok kartu.
"Yang kalah?"
"Ada punishment dong, Yang."
Kayana mengangguk paham. Mereka berlima duduk melingkar di karpet bulu depan tv di ruang tamu. Meja sudah mereka singkirkan agar memperluas place.
Malvin sendiri duduk di sofa. Ia menaruh kartu-kartu yang ia pegang secara berjajar. Satu-satu dari mereka pun mengambil sebuah kartu.
"Don't open it now!" Malvin menyindir Arthur yang sudah membuka kartu sejak pertama mengambil. Arthur sendiri hanya membuang nafas kesal sembari memberi tatapan sinis andalannya.
"Udah dapet semua kan?"
"Sekarang, lihat peran kalian!"

KAMU SEDANG MEMBACA
D AND A [END]
RomanceKisah sebuah pasangan kekasih yang memutuskan untuk menikah dan membina rumah tangga mereka. Sikap sang lelaki yang bossy dan si perempuan yang penurut. Sangat cocok bukan? *** "Koper aku dimana?" "Disana." Davin menyingkir rambut Ara yang masih ba...