"Buset, rasanya udah asing sama ni rumah."
"Salam dulu ih!" Kayana memukul lengan Malvin yang cengengesan.
Davin mempersilahkan mereka berdua duduk. Dirinya pun ikut duduk di sofa berseberangan. Rencananya mereka akan kumpul-kumpul seperti dulu. Mumpung malam Minggu.
Tak lama kemudian pasangan Arthur dan Jane datang. Di susul Ara dari arah dapur membawa nampan berisi enam gelas minuman.
"Duh gila, vibesnya beda banget." Malvin mengusap kedua lengan atasnya sambil memperhatikan dua pasangan di samping kanan dan kirinya.
"Makanya nikah dodol!" Davin melempar bantalan sofa kearah Malvin.
Dengan gesit Malvin menghindar, "eits, santai dulu bos ku. Nanti pasti gue nikahin kok. Ya nggak Yang?" Dengan genit Malvin menoel dagu Kayana.
"Nanti teross, sampe mereka punya anak kita masih jalan ditempat!"
Semuanya tertawa mendengar ucapan Kayana.
"Nggak kena mental Vin?" Jane bertanya di sisa-sisa tawanya.
"Nggak tau aja kalo banyak yang ngantri buat Kayana. Kalah cepet bisa berabe!" saut Ara mengingat mantan SMA Kayana yang menjadi kandidat kedua setelah Malvin.
"Omongan lo pada bikin overthinking njir. Awas aja kalo nanti malem gue khilaf."
"Khilaf kenapa? Mau langsung nikahin aku?"
"Hamilin kamu maksudnya."
"AWWHHH!!" Kayana memukul punggung Malvin hingga suaranya terdengar nyaring.
"Saring dulu kalo mau ngomong! Di aminin orang jadi cebong beneran gimana?"
"Eh? Proses dulu buk baru jadi-"
"EH??" Serempak Davin dan Ara berucap. Mendengar kata-kata Jane membuat mereka memikirkan sesuatu.
"Jangan bilang prosesnya udah?????" Teriak Davin nyaring.
Jane dan Ara ikut syok, pikiran mereka juga mengarah ke situ. Apalagi melihat Malvin yang cengengesan dan muka Kayana yang merah padam.
"Belum woi belum!! Jangan ngasal lo pada, ya Tuhan!!" Kayana menyangkal tuduhan Davin. Perempuan itu menatap semua orang dengan tatapan gelisah dan juga tangan yang terus bergerak menyangkal.
"Kay lo jangan aneh-aneh ya! Gue cepuin ke Mak lo biar cepet di kawinin nih."
"Oh my God! Ra, lo kenal gue kan? Mana mungkin gue kaya gitu njir! Laki lo yang otaknya kemana-mana." Kayana berdiri sambil menunjuk Davin yang sedang tersenyum miring.
"Tapi laki lo?" Suara bass Arthur mengheningkan seisi rumah, kemudian serempak menatap Malvin.
"Ape si?" Malvin panik sendiri di tatap seperti itu.
"Lo cengengesan doang dari tadi. Bener kan berarti?"
Malvin tersenyum tengil, sedetik kemudian senyumnya luntur melihat tatapan maut Kayana. "Bukan bukan, aelah kaya ngga tau gue aje lu pada."
"Justru kita tau lo makanya kita mikir kaya gitu." Saut Davin enteng.
"Nggak temen lo Dave, orang baek-baek lo tuduh gitu. Istighfar!"
"Lagian nunggu apalagi sih lo Vin? Duit kayanya nggak jadi masalah deh" tanya Davin penasaran.
"Emang dasarnya nggak punya mental aja." Dengan santai Arthur berucap demikian.
"Bully aja teros gue. Hati ini udah biasa tergores." Ucap malang Malvin.
***Keesokan paginya, Ara, Jane dan Kayana berada di sebuah cafe yang dulunya sering mereka gunakan untuk nongkrong. Mereka memilih tempat duduk paling pojok agar pembicaraan mereka tidak memancing atensi orang lain.

KAMU SEDANG MEMBACA
D AND A [END]
RomanceKisah sebuah pasangan kekasih yang memutuskan untuk menikah dan membina rumah tangga mereka. Sikap sang lelaki yang bossy dan si perempuan yang penurut. Sangat cocok bukan? *** "Koper aku dimana?" "Disana." Davin menyingkir rambut Ara yang masih ba...