23

120K 6.5K 84
                                    

Davin dan Ara sampai pada pukul 10.00 WITA. Di luar bandara sudah ada orang suruhan Davin yang membawakan mobilnya. Jadi ia akan menyetir sendiri kali ini.

Setengah jam kemudian ia dan Ara sampai pada penginapan yang sudah ia boking lima hari kedepan.

Ara turun sambil menggeret kopernya. Perempuan itu lantas melupakan kopernya saat sampai pada halaman depan penginapan yang terdapat kolam renang. Davin yang mengikuti dari belakang menggeleng sambil meraih koper Ara agar dibawanya masuk.

Ara sendiri masih room tour di penginapan ini. Semuanya nampak indah dimata Ara. Udaranya segar dan asri. Banyak juga tanaman yang menghiasi penginapan ini.

"Daveee..." Ara melompat dan memeluk Davin erat. Davin hampir terjungkal karena tak seimbang.

"Ara! Mau jatuh kamu hah?!" Davin mencengkeram erat pinggang Ara agar tidak terjatuh. Jantungnya berdetak lebih cepat. Kalau saja dirinya tidak menyeimbangkan badan, sudah pasti mereka akan terjungkal merasakan kerasnya lantai. Mungkin Davin saja yang merasakan.

Ara sendiri merasa bersalah. Ia menatap Davin dengan dirinya yang masih dalam gendongan lelaki itu.

"Maaf."

"Mikir dulu kalau mau apa-apa. Kalo jatuh tadi kita nggak jadi ngapa-ngapain disini." tutur Davin dengan nada menyindir.

"Iya-iya. Maaf." Ara memeluk erat leher Davin.

Davin menghela nafas. Kemudian ia membawa Ara yang masih nemplok di badannya menuju kamar mereka.

Davin duduk di pinggir ranjang, otomatis Ara duduk di pangkuannya. "Ini kamar kita? Awhh romantis bangeeet. Makasih Sayaaang, kamu yang bikin ya tadi?" tanya Ara terharu melihat banyak kelopak mawar yang berceceran, ada juga yang diranjang.

"Enggak tuh, orang aku juga kaget ada ginian."

Ara mempoutkan bibir. Dirinya mengira itu ulah Davin.

**

"Mau makan apa?"

"Nggak tau, jalan dulu aja sambil nyari makan."

Ara dan Davin berkeliling menikmati hari sore di daerah Gianyar. Jendela mobil Ara turunkan agar lebih leluasa melihat-lihat sekitar.

Banyak sekali toko-toko souvernir maupun toko makanan yang ia lihat. Sampai matanya menangkap sebuah plang toko yang membuatnya menjerit histeris.

"DAVE STOP!!"

Dengan refleks Davin pun menghentikan mobilnya mendadak. Mereka terhantuk kedepan karena mobil yang berhenti secara tiba-tiba.

Davin langsung melihat ke belakang, ah ia bernafas lega saat tidak ada kendaraan dibelakang mobil nya. Kemudian lelaki itu menatap Ara yang mengusap jidat usai terpentok dashboard.

"Sakit hm? Sakit nggak?!" tanya Davin bisa dibilang membentak.

"Mau aku jedotin lagi biar tambah sakit?!"

Ara menggeleng cepat. Dahinya berdenyut nyeri.

Davin membuang nafas melalui mulut. Ia mengontrol emosinya. "Aku udah bilang tadi. Kalo apa-apa tuh mikir Ara mikir!!" ucap Davin dengan nada rendah yang menusuk hati Ara.

Ara hanya bisa menunduk dan mengucapkan maaf.

"Kalo ada kendaraan lain di belakang kita gimana? Kalo seumpama tadi jadi tabrakan beruntun gimana? Kamu mau tanggung jawab hah?!"

Ara terus menggeleng setiap mendengar pertanyaan Davin. "Maaf Dave..."

Davin menyugar rambutnya mendengar suara Ara yang bergetar. Memang cengeng istrinya itu.

"Nangis aku tinggal kamu disini." ancamnya membuat Ara dengan segera mengusap air matanya.

Davin kemudian meminggirkan mobilnya. Ia melihat sekeliling, apa yang membuat Ara tiba-tiba memintanya berhenti.

Davin mendesah, ternyata toko pie.

"Kenapa minta berhenti?" tanya Davin dengan suara yang sudah melembut.

"Nggak apa-apa." jawab Ara pelan. Ia masih terkejut sekaligus takut dengan Davin.

"Aku makin marah kalo kamu bilang kaya gitu." Davin jelas tau alasannya. Namun ia hanya ingin Ara yang mengatakan.

"Maaf, tadi aku mau itu." Ara menunjuk ke luar jendela.

"Pie lagi?"

"Maaf. Nggak usah, nggak apa-apa. Aku udah nggak pengen." Ara tersenyum dan mengkode Davin untuk melanjutkan perjalanan mereka.

Mereka melanjutkan perjalanan untuk mencari makanan.

**

Pukul 7 malam, Davin dan Ara kembali ke penginapan. Ara lebih banyak diam sejak kejadian sore tadi.

Davin duduk di sofa, tidak mengikuti Ara yang langsung menuju kamar. Ia menghela nafas panjang. Padahal ini honeymoon mereka, tapi masih saja ada pertikaian kecil seperti ini.

Davin memainkan ponsel. Ia membuka grup chat nya dengan Malvin dan Arthur. Ternyata tidak dirinya dan Ara saja yang berlibur. Arthur dan Jane juga sedang berada di negara lain untuk menghabiskan waktu berdua di negara yang berbeda.

Malvin terus me-spam di grup karena ia iri tidak bisa berlibur dengan nama 'honeymoon' seperti kedua temannya.

Arthur sudah menyarankan untuk membawa Kayana berlibur walaupun belum nikah, tapi Malvin menolak karena Kayana yang tidak mau. Kayana bilang ia tidak ingin lebih berdosa karena liburan berdua dengan kekasihnya. Ajaran Elvan nih pasti.

Davin mengalihkan pandangannya saat ia melihat siluet Ara yang berjalan kearah ruang makan yang menyatu dengan dapur.

Davin tersenyum tipis mendengar langkah kaki mendekat. Davin pun kembali memainkan ponselnya.

"Dave, ini pie siapa???" tanya Ara pelan.

Davin mendongak, ia mendapati mata Ara yang berbinar. "Oh, nggak tau. Punya orang mungkin." jawab Davin sambil mengendikkan bahu.

Binaran mata Ara pun hilang. Perempuan itu meletakkan satu kotak berisi lima puluh bungkus pie susu ke meja depan Davin.

"Oh, aku kira." Ara mengusap belakang telinganya. Ia hendak berbalik, namun ucapan Davin mengurungnya.

"Emang ada orang lain di sini selain kita?"

Ara berbalik, ia menatap Davin dan sekotak pie itu bergantian. "Punya...aku???"

Ara langsung memeluk Davin sesudah Davin mengangguk. Ia mencium bibir Davin sampai bersuara.

"Makasiiii i love youuuuu..." Ucap Ara gemas lalu mencium bibir Davin lagi.

Davin pun turut andil dengan menahan punggung Ara. Ia mengatur agar badan Ara bisa duduk di pangkuannya dengan posisi berhadapan.

Ara melepaskan ciumannya secara paksa. Kalau di lanjutkan, ia tidak bisa memakan pie itu sekarang.

Kemudian Ara mengambil sebungkus pie dan membukanya tanpa merubah posisi. "Mau nggak? Ini enaaaakk banget. Dulu pernah di bawain Jane, terus keterusan suka sampe sekarang."

Davin menggigit pie susu itu sedikit. Manis, sangat manis. "Manis gini kamu suka?"

Ara mengangguk lucu. "Iyaaa, enaknya emang di manisnya. Pie Bali emang nggak ada lawan ih." Ara mengunyah semua bagian pie yang masih setengah. Mulutnya penuh hingga mengerucut.

Jemari Davin mengusap remahan pie yang menempel di sekitar bibir Ara. Ia ikut tersenyum melihat Ara bahagia. Hanya karena pie.

"Yaudah nanti pulang bawa sekalian toko-tokonya."

"Nggak boleh, kan khas Bali. Aku dulu sempet buat, rasanya nggak bisa se-enak ini." Ara mencomot sebungkus lagi.

Sebelum Ara menyuapkan pie kembali ke mulutnya, mulut Davin lebih dulu menyerobot dengan tidak sopan ke bibirnya.
***

vote and komen juseyo

spam next disiniiii

D AND A [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang