Di sore hari, tepatnya setelah Davin pulang dari kantornya, lelaki yang masih lengkap dengan pakaian kerjanya itu sudah berada di depan rumah mertuanya. Davin menjemput Ara yang berada di rumah mertuanya.
Siang tadi Ara tidak mengunjungi kantor Davin seperti biasanya. Perempuan itu beralasan jika ingin mengunjungi orangtuanya sekaligus mengambil barang yang masih tertinggal.
Davin jelas tau jika itu bukan alasan utama. Meskipun masalah mereka sudah selesai tadi pagi, namun Davin menyadari jika istrinya belum sepenuhnya memaafkan dirinya.
"Ara mana Ma?" tanya Davin saat Miranda mempersilahkannya masuk.
"Lagi di rumah Kayana. Udah dari siang dia disana nggak balik-balik."
"Telfon dong, suruh pulang."
Miranda mengerutkan kening, "kok nyuruh Mama? Telfon sendiri dong."
"Mama aja deh,"
"Kalian berantem?" Tanya Miranda curiga. Perempuan paruh baya itu duduk dengan penuh penasaran di samping Davin.
"Engga Ma."
"Cerita coba. Kenapa?" Tanya Miranda yang masih belum percaya pada menantunya.
"Biasa lah masalah kecil." Jawab Davin santai.
Miranda mendesah kecewa. Ia lupa jika menantunya ini sangat keras kepala. "Ya sudah, Mama telfon Ara-nya. Bawa pulang, cepet selesaiin kalo ada masalah." Nasihatnya di angguki Davin.
**"Kamu balik duluan aja ya? Aku nanti bisa pulang pake mobil."
"Aku tungguin kamu."
"Nggak usah, aku udah pesenin makanan buat makan malam kamu."
Davin menatap Ara bingung. "Maksudnya aku makan malam sendiri di rumah?"
Ara mengangguk. "Aku masih mau sama Mama Papa. Nggak apa-apa kan?"
Davin menipiskan bibir. Lelaki itu memijat pangkal hidungnya. "Kamu mau disini sampe besok pun aku nggak masalah. Asal aku ikut kamu stay disini. Kamu pulang, aku pulang. Kamu disini, aku juga disini. Masalah selesai." Davin berjalan cepat masuk kedalam rumah mertuanya. Lebih baik segera pergi sebelum emosinya meledak.
"Ayo pulang." Davin menghampiri Ara yang berdiri di balkon kamar lamanya.
Mereka berdua berakhir makan malam di rumah orangtua Ara karena Davin yang tidak mau pulang jika Ara tidak pulang.
"Em... Yaudah, yuk." Ara menggandeng Davin untuk meninggalkan balkon.
Mereka berdua pulang dengan mobil yang berbeda. Sempat berdebat dulu karena Davin yang ngotot ingin semobil dengan Ara. Namun akhirnya ia hanya bisa mengiringkan mobil Ara dari belakang.
Sampai rumah, Ara bergegas memasuki kamar untuk mengganti pakaiannya dengan piama merah maroon. Begitupun dengan Davin, lelaki itu memilih piama yang senada dengan milik Ara.
"Yang"
"Hm?" Ara menatap Davin dari kaca di depannya.
Davin berdiri di belakang Ara yang tengah melakukan perawatan rutin. "Jangan lama-lama marahnya."
Ara memperlambat pijatannya pada wajah, "aku nggak marah loh padahal."
Davin terkekeh tak percaya. Lelaki itu mendekat, memaksa wajah Ara agar menatap ke atas. Dengan kesempatan penuh, Davin mencecap bibir Ara dari arah berlawanan.
Ara memberontak karena posisinya. Lehernya pegal.
"Tuh kan nolak, pasti masih marah."
"Ih orang leher aku pegel!"
Davin beralih posisi, ia menaruh tangannya di bawah lekukan lutut Ara, tangan satunya di punggung Ara.
"Dave!" Ara reflek mengalungkan tangannya ke leher Davin.
Tanpa kata, Davin kembali menempelkan bibirnya. Awalnya Ara masih diam tanpa bergerak. Tapi lama-lama perempuan itu mengikuti irama yang Davin buat. Ara terlena oleh bibir Davin.
"Nggak pegel kan lehernya?" Davin membawa Ara ke ranjang. Di rebahkan nya istrinya itu, kemudian ia menyusul dengan memeluk Ara dari samping.
Pipi Ara merona, tangannya bergerak untuk mengelus pipi Davin yang berada di dadanya.
"Yang,"
Ara merinding mendengar suara Davin. Pikirannya sudah was-was. "Apa?"
Davin mendongak, ia menatap Ara dari bawah. "Mauuu...."
Nada suara Davin yang sangat berbeda dari biasanya membuat Ara merona. Seluruh wajahnya memerah padam.
"Besok kan masih kerja." Ara membelai rambut Davin.
"Malam Jumat ini loh..." Davin merengek.
"Terus kenapa kalo malam Jum'at?" tanya Ara pura-pura tidak tahu.
Davin berdecak, ia kembali merebahkan kepalanya diatas dada Ara. Namun tangannya tak tinggal diam, salah satu tangannya sudah masuk kedalam piama Ara. Membelai perut rata Ara.
"Dave," peringat Ara merasakan tangan Davin semakin naik hingga ke dadanya.
"Jangan nolak." ucap Davin sebelum memulai aksinya.
******
vote and komen juseyo
oke aku tau ini pendek:)

KAMU SEDANG MEMBACA
D AND A [END]
RomanceKisah sebuah pasangan kekasih yang memutuskan untuk menikah dan membina rumah tangga mereka. Sikap sang lelaki yang bossy dan si perempuan yang penurut. Sangat cocok bukan? *** "Koper aku dimana?" "Disana." Davin menyingkir rambut Ara yang masih ba...