Ara terbangun karena suara alarm ponsel Davin. Ara meraih ponsel yang bergetar dibawah bantalnya. Kemudian ia terkejut saat jam sudah menunjukkan pukul 11 siang.
Ara melirik Davin yang tidur membelakanginya. Punggung telanjang Davin kembali mengingatkan Ara adegan semalam. Pipinya kembali bersemu.
Kemudian ia berdiri, belum sempurna Ara berdiri Ara sudah duduk lagi. Benar kata Jane, bawahnya sakit. Ara tertatih-tatih mengambil bajunya yang berceceran dilantai. Kemudian Ara menuju kamar mandi untuk berendam.
Saat keluar kamar, Ara masih mendapati Davin yang terlelap. Jam dua belas siang. Perut Ara sangat lapar. Apa Davin tidak merasa lapar?
Ara pun menuju dapur dengan jalannya yang aneh. Ara tidak ingin lama-lama, ia hanya membuat roti panggang di olesi selai cokelat dan segelas susu coklat hangat.
Setelah mengganjal perut dengan roti, Ara kembali menuju kamar Davin. Kamarnya juga sekarang. Ara tidak melihat keberadaan Davin lagi, namun ia mendengar suara gemericik air dari kamar mandi.
Ara mengetuk pintu, "Dave, mau makan apa?"
Tidak ada jawaban, namun gemericik air tidak terdengar lagi. Hingga tak lama kemudian Davin muncul dengan handuk yang melilit di pinggangnya serta handuk kecil yang ia gunakan untuk mengeringkan rambut.
"Masih bisa masak? Emang nggak sakit itu kamu?" Davin melirik bawah Ara.
"Ish! Sakit lah!" Ara meninju perut Davin yang keras.
Davin terkekeh dan menyeret Ara dalam dekapannya. Ia membawa Ara keranjang. Davin duduk dan menyerahkan handuknya. Ia meminta Ara untuk mengeringkan rambutnya.
"Kamu nggak laper?"
"Laper lah." Davin memeluk pinggang Ara. Kepalanya ia duselkan pada dada Ara.
"Dave tangannya ah!" Ara memukul tangan Davin yang sudah lolos masuk bajunya.
"Pelit!"
**
"Sayang, ini fruit pie kamu." Davin duduk di depan tv. Ia duduk lesehan pada karpet dan bersandar pada sofa.
Ara datang membawa piring dan minuman. Ia menyerahkan piring itu pada Davin dan mengeluarkan pie-nya dari box.
"Hm, manis." Ara mencicipi anggur. Kemudian ia menyendok fla-nya.
Davin sendiri sibuk dengan makanan nya. Sesekali ia memperhatikan Ara yang sedang di mabuk kepayang oleh pie buah yang menurut Davin rasanya biasa saja.
"Kamu kapan mulai kerja?"
"Lusa." Davin mengusap fla yang menempel pada sudut bibir Ara.
"Kalo kamu kerja, aku dirumah ngapain?" tanya Ara bingung. Biasanya ia kuliah, kalau libur ia main dengan Kayana dan Jane. Tapi kini Jane sudah menikah dan jarak rumah Davin dengan Kayana jauh. Tidak sedekat rumahnya dulu.
"Bersih-bersih rumah, terus siangnya bawain aku makan, terus kamu pulang, tidur siang, sorenya bangun buat nungguin aku pulang. Udah." Jelas Davin secara rinci.
Ara mengangguk saja. Sepertinya jadwalnya akan padat.
"Nanti belanja ya? Aku juga mau beli bahan-bahan buat kue kering." Ara menyuap sesendok pie.
"Aneh kamu, suka bikin kue tapi nggak doyan krim. Ck, bisa-bisanya..." Davin menggeleng mengingat Ara yang tidak suka krim. Apapun itu kue-nya jika ada krim di kue itu, maka Ara tidak akan makan.
"He'em, mending di bikinin tumpeng pas hari ulangtahun ketimbang di beliin birthday cake gitu." Ara mengangkat sendoknya saat berbicara.
Davin selesai dengan makannya. Ia mencomot satu strawberry di pie Ara. Kemudian ia mengambil ponsel dan mengetikkan sesuatu.
"Nih, ketik mau beli apa aja. Biar orang suruhan aku yang beli, kamu diem dirumah." Davin menyodorkan ponselnya.
Awalnya Ara bingung, kemudian ia menggeleng menolak. "Nggak mau. Mau belanja sendiri aja."
"Yakin kamu mau belanja sambil jalan ngangkang kaya tadi? Terus, itu leher kamu. Nggak malu di tegur orang?" Davin menunjuk hasil karyanya di leher Ara.
Ara memegang lehernya. "Kamu ah! Dibilang jangan di leher juga." Ara mengerucutkan bibir sambil mencubit paha Davin.
Davin mengambil tangan Ara yang mencubitnya. Ia kemudian meletakkan ponselnya pada tangan Ara. "Makanya! Cepet ketik."
Ara menggeleng lagi. "Nggak usah. Ngerepotin nanti. Aku beli kapan-kapan aja deh." Ara mengembalikan ponsel Davin.
"Ya udah." Davin bangun dan berjalan menuju dapur mengambil minuman kaleng.
**
"Ngapain? Sibuk banget kayanya." Davin memeluk Ara dari samping. Kepalanya ia taruh pada lipatan leher Ara.
Ara menghirup dalam-dalam wangi rambut Davin. "Ini, Kayana nanya gimana rasanya di unboxing." Ara memperlihatkan ponselnya.
Davin tertawa. Entah kenapa ia sekarang jadi gampang tertawa. Efek sudah nikah nih jangan-jangan.
"Bilang aja, enaaaaaak banget. Nanti biar dia penasaran terus minta Malvin buat cepet-cepet di nikahin." Ara tertawa mendengar usul Davin.
"Jangan ah, kasian Malvin tertekan."
"Ngapain kamu kasian sama dia?" tanya Davin ngegas.
"Karena..." Ara menggantungkan ucapannya. "Aku peduli.."
Davin menggigit pipi Ara kuat-kuat saat tebakannya benar. "Mau seronde lagi Ra?"
"Ahahahaha... Becanda Sayang." Ara sedikit menggeser tubuhnya. Ia takut Davin menerkamnya lagi.
Davin menarik Ara agar mendekat. Ia mengalungkan tangannya kepundak Ara. "Mau honeymoon nggak?"
Ara mengangguk tentu saja. Siapa juga yang bakal menolak di ajak liburan. "Mau mau. Kemana?"
"Jangan jauh-jauh, ke Bali aja gimana? Nanti aku minta waktu seminggu lagi sama Dad." Davin menyingkirkan rambut Ara yang menutupi wajahnya.
Ara sedikit kecewa, tapi ia tidak menolak. "Boleh boleh. Kapan?"
"Besok ya. Aku pesen tiketnya dulu."
"Packing sekarang." tanya Ara dengan wajah lucu menurut Davin.
"Iya Babe. Why are you so cute?!" Davin memeluk Ara kuat-kuat seolah Ara itu gulingnya. Terlanjur gemas.
"Sesek Dave!"
"Love you love you love you love you!!" Davin menghujami wajah Ara dengan ciumannya.
"Dave ahhh... Gelii.." Ara terus tertawa saat Davin menurunkan ciumannya sampai leher.
"Nggak bisa lepas ini Ra. Udah nempel." Davin tidak melepaskan pelukannya. Lelaki itu terbaring miring dengan Ara yang masih telentang. Kakinya ia lingkarkan hingga mengunci pergerakan kaki Ara.
"Davin ahh...." Ara terus meronta-ronta. Demi apapun rasanya sungguh sesak.
"Gemessss banget pengen aku makan pipinya." Davin menggigit pipi Ara lagi.
***vote and komen juseyo
KAMU SEDANG MEMBACA
D AND A [END]
RomanceKisah sebuah pasangan kekasih yang memutuskan untuk menikah dan membina rumah tangga mereka. Sikap sang lelaki yang bossy dan si perempuan yang penurut. Sangat cocok bukan? *** "Koper aku dimana?" "Disana." Davin menyingkir rambut Ara yang masih ba...