47

87.1K 5.5K 29
                                    

Memasuki bulan kelima kehamilan, dimana bulan terberat buat Davin yang menuruti ngidam Ara. Rasa-rasanya disini ada yang sedikit janggal. Bukan hanya Ara saja yang ngidam, terkadang Davin pun juga demikian.

Davin berkata jika ia ingin sesuatu yang rasanya itu harus diturutin saat itu juga.

Seperti sekarang, ia berkata jika dirinya ngidam ingin itu dengan Ara. Entah ini beneran ngidam atau modus calon bapak saja.

"Nggak percaya aku kalo ini ngidam."

"Yaaang... Pleaseee"

Davin saat Ara hamil jadi berubah. Benar-benar berubah. Lelaki itu jadi lebih manja dari biasanya. Tidak ada membentak atau berkata kasar lagi. Karena apa? Sekali Davin menaikkan intonasinya, maka Ara akan nangis kencang. Ara mode hamil pun jauh berbeda dengan Ara biasanya. Ia sekarang pandai melawan.

"Nggak ah capek nanti. Kalo baby-nya kenapa-kenapa gimana?"

"Ra, sumpah nih demi apapun aku bakal pelan-pelan. Aku jamin baby-nya bakal seneng karena aku jengukin."

Ara merasa geli mendengar kata 'jengukin'.

"Kok ketawa sih?" Davin juga tak dapat membendung tawanya. Ia ikut tertawa melihat Ara tertawa.

"Kamu beneran pengen??"

"Iya lah, udah hampir setengah tahun nggak kamu kasih jatah." ucapnya dengan wajah tertekuk.

"Uluhh... sini Sayang."

Mendapat lampu hijau membuat Davin langsung menyerang bibir Ara. Ia mencecap bibir manis itu.

"Rasa susu." Davin mencecap lidahnya.

"Abis minum susu tadi."

Davin tersenyum sekilas sebelum menyatukan kembali bibir mereka.

Sebelum Davin benar-benar melakukannya, Ara terlebih dulu memberi wejangan agar lelaki itu tidak menggila jika nanti sudah bernafsu. Davin ini susah mengontrol diri.

Davin sendiri hanya mengangguk demi keinginannya yang terpenuhi.

Davin mengecup dahi Ara dalam-dalam ketika ia sampai. "I love you, so fucking much."
***

"Sayang! Sini deh."

"Kenapa?" Davin bertanya dengan langkah kaki mendekat.

"Sinii! Liat deh." Ara menunjuk sebuah video tutorial membuat telor ceplok.

Davin sudah ketar ketir. "Iya?"

Ara menengok kearah suaminya, "Dave???" Ia memasang senyum itu.

Davin menggigit bibir bawahnya. Kepalanya mendadak pusing. Bukan, bukan masalah ia tidak bisa membuat telur ceplok, bukan itu.

Tapi masalahnya, di video itu yang di ceplok adalah telur burung unta. Garis bawahi, burung unta!

"Telur ayam kan?" Davin mencoba bernegosiasi.

Ara melengkungkan bibirnys kebawah. "Di video kan nggak itu."

"Tapi kan, Sayang, dapet telur burung unta dimana?"

Ara mengendikkan bahunya. "Ya nggak tau. Coba kamu hubungi pemilik chanel ini. Siapa tau dia mau ngasih tau dimana belinya."

Davin ingin sekali memakan Ara saat ini. "Itu yang punya orang Jepang, Sayang! Masa iya aku nanya ke dia? Terus kalo dia belinya di Jepang, masa kamu tega nyuruh aku ke Jepang cuma buat beli telur??" Davin mencoba untuk mengiba.

Ara menunduk, "nggak jadi deh. Nggak tega aku liat kamu ke Jepang cuma buat beli telur. Tapi kamu masa tega liat anak kamu nanti ileran gara-gara nggak jadi makan telur burung unta??"

Ara dengan segala trik tarik ulurnya membuat Davin kepalang pusing.

Pukul tiga sore Ara masih berdiam di taman belakang. Ia duduk diatas ayunan sambil menikati pemandangan kolam renang yang tenang.

"Sayangg??"

Davin muncul di pintu kaca. Ia berjalan kearah Ara dengan membawa satu kotak yang Ara tidak tau apa.

"Aku udah dapet telur burung untanya. Tadi Mama juga kesini katanya mau ceplokin telurnya." ujar Davin merasa bangga.

Ara tersenyum cerah. Jadi Davin pergi tadi untuk mencarikannya telur? Bukan marah?

Ara menghambur ke pelukan suaminya.

"Hati-hati, nanti jatoh telurnya. Susah dapetnya ini." Davin melindungi telur tersebut.

Keduanya pun masuk kembali kerumah dan menemukan Miranda sudah berada di dapur.

"Kamu ini ya Ra, jangan ngerepotin suami kamu terus! Ngidamnya kok sukanya ngerepotin suami. Tau nggak? Davin tadi sampe mau keluarin 5 juta cuma buat satu telur itu doang. Untung aja pemiliknya cuma becanda." omel Miranda kepada Bumil yang baperan itu.

"Hiks, aku ngerepotin ya?" tanya Ara pada Davin.

Davin menghela nafas. Metuanya bukannya membantu malah menambah masalah baru.

"Nggak Sayang." Davin memberi kecupan. "Kan demi anak kita. Lagian mau abis sampe berapa juta pun aku turutin."

"Bener?" tanya Ara masih tidak percaya.

Yang buat Davin greget, wajahnya itu loh. Matanya berair, bibirnya maju, kalau saja tidak ada Miranda disini, sudah Davin cecap.

"Iya." Davin hanya bisa mengecup sekilas.

"Siniin telurnya!" teriak Miranda dari dapur.

Davin pun memberikan telur tadi.

Sambil menunggu, mereka menghabiskan waktu untum menonton tv.

Hampir satu jam mereka menunggu namun Miranda tak kunjung datang.

Tak lama kemudian terlihat Miranda datang dengan dua piringnya. Wanita itu terlihat berkeringat.

"Capek! Capek Mama Ra." setelah meletakkan piring-piring itu, Miranda menjatuhkan diri ke sofa.

"Kenapa Ma??" tanya Davin.

"Perjuangan banget bikin itu. Awas aja kalo nanti cucu Mama nggak nurut sama Omanya, Mama jewer kupingnya."

"Ih anak aku jangan di jewer-jewer!" Ara melindungi perutnya.

"Udah sana makan! Biar anak kamu tinggi kaya burung unta."
***

vote and komen juseyo

alur dipercepat ya guys ya

D AND A [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang