39

94K 6.1K 113
                                    

"Bentar gue buka pintu dulu." Pamit Kayana saat mendengar bel apartemennya berbunyi.

"Eh? Ngapain kesini pagi-pagi?"

Malvin mengecup kening Kayana, "mau mulangin istri orang." Kayana tertawa, kemudian ia mempersilakan Malvin masuk.

"Hei, Ra."

"Oh, hai." Ara membalas sapaan Malvin.

"So? Mau pulang hari ini?"

Ara mengangguk. Ia sudah siap untuk bertemu lagi dengan Davin.

"Mau sekarang aja?" Tanya Kayana dari kamar. Cewek itu sudah membawa tas kecil yang selalu ia bawa.

Malvin mengangguk dan mempersilahkan mereka berdua untuk berjalan terlebih dahulu.

Dua puluh menit, mobil Malvin sudah terparkir di pekarangan rumah Davin. Tidak jauh jarak antara apartemen Kayana dengan rumah Davin.

Ara masuk terlebih dulu, di susul Malvin dan Kayana.

"Sayang?" Davin dengan wajah kagetnya melihat Ara.

Ara menemukan Davin yang tengah sarapan dengan selembar roti dan selai coklat. Tanpa aba-aba badannya langsung di tabrak oleh pelukan Davin.

"Maaf." Itu kata pertama yang hendak Davin ucapkan sejak semalam.

"Selesaiin dulu sarapannya." Ara mendorong dada Davin. Namun pelukan Davin lebih kencang.

"Nggak. Udah nggak laper lagi." Ucapnya masih dalam pelukan Ara. Lebih tepatnya hanya ia yang memeluk. Karena sejak tadi tangan Ara tidak melingkar di pinggangnya.

"Yaudah lepas dulu. Kita duduk." Ara mengajak Davin untuk duduk di ruang tamu. Di sana sudah ada Malvin dan Kayana.

"Thanks udah jagain istri gue. Sekarang kalian boleh pulang."

Kayana tersenyum miring. Ia menatap wajah Davin lekat. Kemudian--

Bugg!

"Sialan lo Davin!"

"What the hell?!" Davin memegang rahangnya yang nyeri terkena pukulan telak dari Kayana.

"Pantes lo misuh gitu? Hah?"

Ara segera membungkam mulut Davin agar tidak memperpanjang perdebatan itu. Kayana pun sudah Malvin amankan.

Malvin mengapit leher Kayana dengan tawanya yang menguar. "Bagus!" Pujinya.

Mereka pun akhirnya duduk tenang di ruang tamu.

"Gue yang bakal ceritain semua keburukan si lampir. Karena gue yakin, kalo Ara yang cerita pasti ada yang kelewat. Kalo gue, nggak ada sedikitpun yang kelewat soal kelakuan si lampir."

"Sebelum itu, gue mau maki lo dulu Dave. Davin anjing lo bangsat! Asu! Berani-beraninya lo bikin Ara nangis? Brengsek!"

Davin cengo menatap Kayana. Ia menatap Ara untuk mencari pembelaan. Namun yang ia dapat hanya tatapan datar dari istrinya.

"Oke, jadi tuh si lampir itu suka cari masalah sama kita bertiga sejak SMA. Tapi puncaknya sih waktu tau kalo Ara jadian sama lo. Dulu kan lo sempet tenar. Nggak tau gue kenapa lo yang brengsek gini bisa tenar."

"Nah, dia itu ternyata suka sama lo. Tapi udah keduluan kabar lo sama Ara jadian. Makin jadi ada tuh lampir sama si Ara. Kalo SMA dulu sih emang sering gelut. Jambak-jambakan mah udah biasa."

"Nah, gue pikir setelah lulus, terus kuliah, udah tuh nggak ada gangguan lagi dari si lampir."

"Pas reuni pertama kali, dia cuma natap sinis aja ke kita-kita. Terus waktu itu Malvin sama Arthur dateng telat. Gue lihat-lihat juga dia cuma ngawasin dari jauh."

"Reuni kedua, gue liat dia lagi. Ngawasin kita-kita. Nah waktu itu lo juga lagi study di NY. Jadi cuma Malvin sama Arthur aja yang dateng. Di situ dia udah mulai berani bergerak lagi. Awalnya ngata-ngatain  Ara yang nggak bawa pasangan."

"Terus reuni ketiga keempat, si Ara jadi langganan sindiran dia. Mulai dari yang katanya udah putus sama lo. Terus katanya beban temen lah. Dia juga bilang kalo si Ara cuma ngibul pas pacaran sama lo. Nah, dari situ udah jadi kebiasaan tiap ada acara reuni atau kumpul-kumpul biasa."

"Paling parah sih waktu berita pernikahan kalian kesebar. Yang kemarin itu lah. Dia sampe ngatain Ara simpenan lah, pernah di--"

"CUKUP!!"

"Emosi kan lo dengernya." Malvin melempar remot tv dengan tawa menguar.

"Udah sekarang lo berdua boleh pergi. Makasih udah anterin istri gue balik." Davin menunjuk pintu rumahnya.

Hampir saja Kayana menghajar Davin lagi. Dengan sadar diri pun Malvin membawa Kayana pergi untuk memberi waktu kedua pasangan itu.

"Sayang, I'm so sorry."

Ara menepuk-nepuk punggung Davin yang sedang memeluknya. Semalam sudah ia pikir matang-matang jika omongan Davin itu wajar karena lelaki itu tidak tau cerita lengkapnya.

"Nggak apa-apa. Aku juga minta maaf karena nggak jujur sama kamu."

Davin semakin mengencangkan pelukannya mendengar permintaan maaf Ara. Ia benar-benar sangat menyayangi Ara, istrinya, wanitanya.

"Sayang banget sama kamu. I love you, so fucking much. Maaf buat omongan aku semalem. Maaf udah bentak kamu. Maaf udah bilang kamu jahat. Maaf, Ra. Aku mohon jangan di pikirin."

Ara mengangguk dengan air mata mengalir. Mengingat semalam, entah kenapa hatinya kembali nyeri.

Davin melepaskan pelukannya. Ia mencium kedua mata Ara. Turun ke kedua pipi dan terakhir di bibir. Melumatnya sebentar.

Ara menatap wajah Davin yang terdapat sedikit memar dan bekas membiru. Ia menyentuh semua sisi wajah Davin.

"Siapa yang mukul?"

Davin membawa tangan Ara yang menyentuh wajahnya untuk ia cium. "Temen-temen kamu."

Ara tersenyum, "Jane juga?"

Davin mengangguk. Menurut Ara itu menggemaskan.

"Dia nampar aku dua kali." Ia menunjukkan kedua sisi pipinya.

Ara mendekatkan wajahnya. Ia mencium kedua pipi itu membuat Davin tersenyum senang. "Udah nggak sakit."

"Sarapan yuk. Tadi belum selesai kan?"

Lagi-lagi Davin mengangguk. Ara tersenyum melihat tingkah Davin itu. Senyum Ara nyatanya menular, Davin di depannya ikut tersenyum.

Kedua sejoli itu kemudian menuju dapur. Davin duduk di kursi bar sambil melihat Ara yang menyiapkan makanan.

"Dave?"

"Iya, babe?" saut Davin dengan senyum di wajah. Ia masih terhipnotis dengan senyuman Ara tadi.

"Ini," Ara mengangkat botol yang semula berada di tempat sampah.

"Semalem kamu minum?"

"Hm?" Davin mengerjap beberapakali. Ia lupa membuang botol itu ke tempat sampah depan.

"Davin semalam kamu minum?" Tanya Ara lagi.

Davin menggaruk leher belakangnya. "Iya, dikit. Semalem aku pusing banget nggak ada kamu."

"Terus abis minum, pusingnya ilang?"

Davin menggeleng. Ia mendekat dan memeluk Ara lagi. "Kalut banget semalem. Jadi kelepasan minum. Cuma sebotol kok. Nggak sampe mabok."

"Sebotol itu banyak, Davin!"

"Itu isinya nggak penuh, Sayang."

"Nggak usah ngeles! Lain kali nggak boleh minum. Alasan apapun itu."

Davin tersenyum, ia mengecup seluruh bagian wajah Ara. "Siap cantik."
***

vote and komen juseyo

yaa... dan begitulah ara si baik hati...

iya ini pendek partnya:)

D AND A [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang