"Dave, kamu tau nggak-"
"Kalo Arthur sama Jane mau kawin?"
Ara langsung tertawa saat Davin memotong ucapannya. Kemudian ia mengangguk semangat.
"Iya, ternyata kita cuma beda seminggu."
Davin pun awalnya kaget. Ia kira dirinya dan Ara-lah yang pertama meresmikan hubungan dengan cara menikah. Ternyata Arthur lebih gesit.
"Aku udah wanti-wanti Arthur tadi supaya undur honeymoon nya. Nanti berabe kalo jadwal dia tabrakan sama nikahan kita."
Ara langsung tercengang. Iya juga ya. Bisa saja Jane dan Arthur sudah merencanakan honeymoon. Dan sudah pasti durasi mereka akan melewati tanggal pernikahannya dengan Davin.
"Kok aku nggak kepikiran sampe situ ya?"
"Cause you're stupid."
Ara langsung mencebik mendengar Davin mengejeknya. Tepat saat itu lampu menyala merah, dengan kesempatan penuh Davin pun langsung melumat bibir Ara.
Hampir saja terlena jika saja klakson mobil belakang tidak menyadarkan Davin dari kenikmatan dunia.
"Kamu mau pilih cincin pernikahannya atau aku aja yang pilih?" tanya Davin meminta pendapat sesuai kemauan Ara. Mulai sekarang ia akan mencoba untuk bertanya dulu keputusan Ara.
"Em, kamu bukannya udah beli?" Setau Ara, Davin sudah menyiapkan segalanya. Hanya tinggal sebar undangan saja.
"Katanya harus tanya-tanya dulu sama kamu. Gimana sih?" Davin berdecak.
Ara mengelus dadanya. "Nggak gitu juga ih! Kalo aku tadi bilang mau pilih sendiri, terus kamu bakal turutin?"
"Anything for you." Davin mencuri kesempatan mencium pipi Ara saat jalanan lengang.
"Bukan gitu konsepnya Caldwell! Itu namanya buang-buang duit." Ara menggeleng sembari memainkan tangan mereka yang saling menggenggam.
"Nanti cincin yang dirumah bisa di pake buat anak kita nanti."
"Anak kita mana mau pake bekas."
"Bukan bekas, Sayang. Itu namanya barang antik."
"Ya tetep aja-"
"Ah udah lah, kamu mau beli lagi atau pake yang udah dirumah aja?" Davin memotong cepat ucapan Ara.
Ara membuang nafas beratnya. "Pake yang dirumah." Ujarnya pelan.
"Kamu suka banget motong-motong omongan orang." Ara merajuk dengan berusaha membebaskan tangannya dari genggaman Davin.
Davin mencibir tingkah Ara, "bilang aja suka kalo aku ajak bahas soal anak-anak."
**
H-3 pernikahan Arthur dan Jane, Davin menyuruh mereka untuk datang kerumahnya. Rumah Davin sudah seperti basecamp buat mereka berenam.
"Pengangguran banget lo Dave sampe nyuruh kita kesini pas jam kerja." Malvin datang-datang langsung melempar jas kerjanya kearah Davin. Di susul Kayana di belakang.
"Ya terserah gue lah. Masih jadi staff aja belagu!"
"Mulut pacar lo Ra, pedes banget sumpah." Kayana menatap Davin sembari berjalan menuju space kosong samping Malvin. Sengaja ia menyindir Davin dengan membawa nama Ara.
Sampai samping Malvin, Kayana langsung di beri ciuman pada pipinya karena cewek itu sudah membela dirinya yang kena mental breakdown akibat ucapan Davin.
"Kamu ih nggak boleh!" Ara menegur kekasihnya. Davin pun hanya mendengus seperti biasa saat sedang di nasehati.
Tak lama, Arthur dan Jane datang.
"Calon pasutri dateng juga akhirnya." Malvin menyambut kedatangan keduanya.
"Anjing lo Dave! Lo pikir gue pengangguran kaya lo?" Sama seperti Malvin tadi, Arthur pun ikut melempar jas dokternya ke wajah Davin. Tidak ada nada bercanda dari ucapan si irit bicara ini.
"Ya lagian kalian mau-mau aja gue suruh kesini." Davin pun tidak terima disalah-salahkan begini. Lagian kalau mereka tidak mau datang, ya tidak usah datang.
"Lo yang maksa DAVIN!" Pasangan Malvin dan Kayana berteriak berbarengan. Mereka sudah janjian sebelumnya.
Davin hanya terkekeh menanggapi. Berbeda dengan Ara yang kini merasa tidak enak. Dirinya merasa bersalah karena sudah menyusahkan teman-temannya padahal bukan mereka yang butuh. Malahan Ara dan Davin lah yang harusnya mendatangi mereka.
"Nih undangan buat lo lo pada." Davin membagi undangan pada mereka satu persatu.
Saat sampai pada giliran Arthur, ia menarik tangannya kembali saat Arthur hendak meraih undangan itu. "Awas aja lo nggak dateng, gue kebiri itu burung!"
Dengan kasar Arthur merampas undangan yang Davin sodorkan. Rencana honeymoon yang sudah ia jadwalkan jauh-jauh sebelum pernikahan pun gagal total. Rencananya ia dan Jane akan pergi ke negri bunga sakura selama beberapa minggu. Dan gara-gara Davin yang ikut-ikutan nikah, maka rencananya akan ia undur.
"Nikah kok ikut-ikutan. Nggak kreatif!"
Davin mengambil kembali undangan yang Jane terima, kemudian ia gunakan untuk memukul kepala Arthur. "Heh Samsul! Gue juga udah rencana kali! Siapa yang tau juga kalo lo berdua mau kawin secepat ini." Davin kembali menyerahkan undangan milik Jane.
"Davin!" Amuk Jane melihat pacarnya yang kena pukul.
Arthur sebenarnya hendak melepas sepatu pantofel nya, lalu ia gunakan untuk menampar kepala Davin. Namun ia urung, mager.
Davin pun duduk kembali ke tempatnya. Ia menatap bingung kearah Malvin dan Kayana yang sedang memegang dua undangan yang berbeda. Malvin memegang undangan dari Arthur beberapa hari lalu, dan Kayana memegang undangannya.
"Ngapain lo berdua?" Tegur Davin.
Keduanya pun mengangkat kepala. "Mau bandingin undangan lo sama punya Arthur. Bagusan mana?"
"Heh!" Kayana menegur ucapan Malvin yang melenceng.
"Mau nyari inspirasi undangan. Kayanya undangan kalian kalo di gabung jadi bagus deh." Kayana memperlihatkan dua undangan yang ada di tangannya, jangan lupakan senyum cerahnya.
"Heh! NGGAK USAH COPAS YA!" Ara dan Jane serempak berteriak.
"Boleh sih, tapi nanti kasih tulisan 'inspired by' di pojok bawah. Ya nggak Thur?"
Arthur menyetujui dengan jentikan jari.
"Ck, jelek semua undangan lo pada." Malvin merebut dua undangan dari tangan Kayana dan melemparkannya ke meja.
"Bilang aja iri nggak tau kapan nikah." Jane menceploskan begitu saja.
"Dah lah males gue, lawan mulut cabe semua ya kalah lah." Malvin berpura-pura melemas dengan memeluk Kayana erat.
**
H-2 pernikahan Jane, Ara dan Kayana berbarengan kerumah Jane untuk menghabiskan waktu sebelum cewek itu resmi jadi istri orang.
"Tantee..." Kayana berteriak nyaring melihat Bianca, Maminya Jane, yang sedang sibuk membereskan halaman rumah. Sepertinya halaman depan ini akan di hias sedemikian rupa untuk hari pernikahan Jane.
"Kay..." Kedua wanita beda usia itu pun berpelukan seperti Teletubbies.
"Tante mah gitu, masa Jane udah di nikahin aja. Kay masih lama loh." Kayana menampilkan raut sedihnya.
"Tante mah ngikut aja, Arthur nya yang ngebet."
"Halo Tante.." Ara pun mendekat dan menyalami Bianca.
"Eh, Ara. Kamu juga mau nikah ya, Sayang? Cuma beda seminggu lagi." Ara mengangguk kecil disertai senyum nya.
"Wah, tinggal Kayana aja nih yang belum. Suruh Malvin cepet-cepet lamar gih." Kemudian Bianca dan Ara tertawa melihat raut wajah Kayana.
***
vote dan komen juseyo
KAMU SEDANG MEMBACA
D AND A [END]
RomanceKisah sebuah pasangan kekasih yang memutuskan untuk menikah dan membina rumah tangga mereka. Sikap sang lelaki yang bossy dan si perempuan yang penurut. Sangat cocok bukan? *** "Koper aku dimana?" "Disana." Davin menyingkir rambut Ara yang masih ba...