37

96.8K 6.3K 154
                                    

"Gue lagi nggak mood berantem sama lo. Jadi, dengan damai gue minta lo pergi. Dan buat baju itu, ambil aja. Gue udah nggak minat."

Clara tertawa, namun jauh dihatinya ia semakin dongkol. Entah kenapa ia selalu dongkol saat Ara tidak terpancing emosi.

"Nggak deh, gue balikin bajunya. Kasian lo nggak dapet baju ini. Oh iya, ini kan yang paling murah. Pantesan lo milih ini. Lagi sepi job ya?"

"Gue udah bilang tadi, gue nggak mau berantem sama lo!" Ara pun bergegas meninggalkan tempat itu. Ia mencari dimana Davin berada.

"Woi main kabur aja. Gue ada tawaran menarik nih." Clara menarik tangan Ara hingga membuat Ara berhenti melangkah.

"Om gue lagi butuh temen ke Bali buat seminggu katanya. Gue tawarin lo ke dia, katanya minat. Disuruh nanyain, sehari berapa? Nanti biar Om gu--"

Plakk!!

Beberapa orang yang dekat dengan keributan itu menjerit kaget. Ara dan Clara menjadi pusat perhatian.

Ara, wanita itu sejak tadi sudah mencoba bersabar. Ia selalu menggunakan kepala dingin untuk menghadapi Clara. Namun karena ucapan Clara yang sudah kelewatan, emosi Ara terpancing.

Ara mendekati Clara yang masih memegangi pipinya yang memerah. Ia menarik rambut panjang Clara membuat kepala perempuan itu mendongak. Lagi-lagi terdengar jeritan dari beberapa orang.

"Gue udah peringatin, Clara. Gue nggak mau punya musuh. Apalagi musuhnya itu lo! Nggak level buat gue. Tapi makin lama lo makin ngelunjak. Omongan lo nggak pantes buat model yang lagi naik daun kaya lo! Attitude lo itu nggak sesuai sama muka cantik lo ini!"

Tangan kiri Ara terangkat menekan kuku-kukunya ke pipi Clara. "Gue bisa bikin rusak muka lo. Dengan begitu karir lo juga rusak."

Clara menggigit bibir dalamnya, ia menahan rintihan akibat rambutnya yang terasa ingin lepas dari kepala. Apalagi dengan kuku-kuku Ara yang menekan pipinya.

"ARABELLA!!" Davin datang menerobos manusia-manusia yang menonton keributan itu.

Ia menarik tangan Ara hingga terlepas dari Clara. Wajah perempuan itu memerah masih emosi.

Sedangkan Clara, perempuan itu terduduk di lantai. Ia memegangi wajahnya yang memerah, entah karena tamparan atau bekas kuku-kuku Ara yang tadi menekan pipinya, juga kepalanya yang pusing. Ia menangis dramatis.

Tak lama dari itu, petugas pengamanan datang membawa Clara pergi untuk di obati.

Di lain sisi, Davin sudah membawa Ara kedalam mobil. Ia mengemudikan mobilnya menuju rumah dengan kecepatan lumayan tinggi.

Sampai rumah, Davin segera membawa Ara menuju kamar. Ia mendorong tubuh Ara hingga terduduk di ranjang.

"What the fuck have you done?"

Ara menelan ludahnya. Ia menunduk tidak punya nyali menghadapi Davin yang marah. Sejujurnya ia juga masih menyimpan kemarahan. Namun siapa yang berani melawan Davin yang sedang marah?

"Aku tanya sama kamu, Ara. Apa maksudnya tadi? Berantem? Huh?"

"Sejak kapan kamu bisa berantem kaya tadi? Jambak anak orang, bahkan aku liat tadi pipi dia merah. Did you slap her?"

"JAWAB ARABELLA!"

Ara terkejut dengan bentakan Davin barusan. Tanpa bisa dicegah, matanya memerah. Menangis karena takut.

"Aku nyuruh jawab bukan nangis!"

Davin geram, ia mendekati Ara dan memegang kedua bahu Ara. Ia memaksa Ara untuk menatapnya. Dapat Davin lihat jika Ara menangis dengan wajah memerah padam.

D AND A [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang