Game mafia dimulai. Malvin berada di tengah-tengah mereka berlima. Ia sebagai moderator berdiri mengawasi gerak-gerik mereka.
"Sekarang tutup mata kalian. Malam pun tiba..." Malvin merubah suaranya. Ia terlihat seperti pembawa acara di acara talk show.
"Yang dapet peran mafia, open your eyes and look, who's your partner."
Malvin menahan tawa saat mereka yang mendapat peran mafia sudah membuka mata. Kemudian ia menyuruh kedua orang itu untuk menutup mata kembali.
"Morning guys. Open your eyes, please." Setelah berkata demikian, Malvin bergerak untuk duduk di samping Kayana dan Davin.
"Sekarang, introduce who are you." Malvin menunjuk Ara sebagai start.
"Gue warga." Perkenalan singkat dari Ara.
Malvin menunjuk Davin yang duduk di sebelah Ara. "Kalo Ara warga, gue juga warga."
Malvin mengecup pipi Kayana. "Kamu?"
"Gue bukan mafia."
Di lanjut, Malvin menunjuk Jane. "Gue bukan orang jahat."
Sekarang giliran Arthur yang memperkenalkan diri.
"Gue mafia." Ucapnya cepat.
Malvin sendiri menahan tawa melihat Arthur yang asal ngomong. Di lain sisi, Davin menjentikkan jemarinya.
"Gue percaya Thur." Kemudian di susul tawa dari mereka semua. Terkecuali Arthur. Ia tidak paham kenapa mereka tertawa.
"Oke, malam telah tiba. Tutup mata kalian. Dan bagi para mafia, silahkan pilih salah satu orang buat di bunuh."
Beberapa menit digunakan untuk memilih siapa yang akan jadi target bagi kedua mafia. Memakan waktu cukup lama karena kedua mafia itu harus berdebat terlebih dulu.
"Mafia udah nentuin pilihan. Sekarang, buka mata kalian. Pagi telah tiba."
Saat semua sudah membuka mata, Malvin melanjutkan ucapannya untuk memberitahu siapa yang mafia bunuh.
"Baby, you've been killed by them." Malvin melengkung kan bibir kebawah. Ia sempat ikut berdebat dengan kedua mafia tadi saat pemilihan siapa yang akan kedua mafia itu bunuh. Namun dirinya hanyalah moderator. Jadi tidak bisa menyelamatkan pacarnya yang malang.
Sementara itu, Kayana meradang. "Davin nih pasti mafianya. lya kan? Ngaku lo!" Kayana langsung menuduh Davin.
"Kok gue?"
"Lo punya dendam sama gue. Pasti lo nih mafianya, Fiks!"
Davin hendak melempar remot tv kearah Kayana, namun ia urungkan karena Ara yang menahannya.
"Sekarang pilih, siapa yang bakal kalian vote sebagai mafia pertama."
"Menurut gue sih, Jane?" Ara menatap curiga pada Jane. Jane sendiri hanya tersenyum misterius.
"Gue milih Arthur." Davin menunjuk Arthur. Pilihannya tetap pada Arthur. Karena dirinya percaya jika Arthur itu jujur.
Jane masih bingung. la curiga kepada Ara, tapi ia juga menaruh curiga pada kekasihnya. "Kamu mafia Thur?"
"lya." Jawab Arthur.
Lagi-lagi mereka dibuat tertawa oleh ucapan Arthur. "Ya udah, gue juga vote Arthur." Jane memberikan suaranya.
"Lo sendiri, vote siapa?" Malvin bertanya pada Arthur,
Arthur menunjuk Ara yang berada di depannya. "Lah, kok gue sih?" Ara bingung kenapa Arthur memilih dirinya.
"Feeling gue sih percaya kalo Davin mafianya." Kayana masih pada pendiriannya. Ia mengira Davin adalah mafianya.
"Oke, jadi suara paling banyak ada di Arthur. So, do you want to execute him?"
Pertanyaan moderator di balas anggukan oleh semua pemain. Malvin menahan tawa, sepertinya Arthur tidak berbakat untuk bermain dalam game ini. Anak itu terlalu jujur.
"Good job. One of mafia has been killed."
"Night has come. Close your eyes. Dan bagi mafia tidak di berkenankan membunuh malam ini."
Kalimat terakhir Malvin membuat ketiga pemain yang tersisa langsung membuka mata. Lagian, untuk apa mereka menutup mata jika tidak ada yang di bunuh oleh si mafia pada malam itu?
"Oke-oke. Gue kasih kesempatan buat para warga menang. Kalo kali ini pilihan warga tepat, maka warga yang menang. Dan kalo salah, otomatis mafia yang menang."
"Intinya kita disuruh debat." Davin menyimpulkan.
"Dari Ara, menurut lo siapa mafianya?"
"Jane?" Ara masih memilih Jane sebagai mafia.
"Gue curiga nih sama si Ara." Jane sendiri sudah menaruh curiga pada Ara yang selalu memilihnya. Padahal dirinya hanyalah warga biasa.
"Davin?"
Davin belum menentukan pilihan. "Ra, kamu mafia?"
Tentu saja Ara menggeleng.
"Aku nggak suka ya di bohongin,"
Ara sendiri melotot saat Davin menggunakan jurus pamungkas.
"Dave, nggak boleh gitu lah." Malvin sebagai moderator ingin memberikan keadilan bagi para pemain. Ia tidak mengizinkan yang seperti itu.
Davin pun terkekeh. "Ara. Dia mafia." Davin dapat melihat kegugupan dari mata Ara saat ia mengucapkan kalimat pamungkas tadi.
Jane pun mengangguk setuju. Hilal kemenangan sudah dapat ia lihat.
"Ara ada pembelaan?" Malvin bertanya pada Ara.
Ara menggeleng lesu. la tidak dapat memikirkan kata-kata pembelaan. Davin paling tau bagaimana Ara jika berbohong.
"Warga menang."
**
Davin mengantarkan Ara pulang kerumahnya. la tidak ingin menahan Ara agar tetap berada dirumahnya. Bagaimanapun orangtua Ara masih lebih berhak atas Ara.
"Kamu ke atas dulu. Aku mau ngobrol sama Papa."
Ara pun mengangguk. Ia mengecup singkat pipi Davin dan berlalu menaiki tangga untuk menuju kamarnya.
Di kamar, Ara langsung mandi. Seharian ini ia hanya mandi sekali. Dan ini sudah malam, badannya sangat lengket. Jikalau Davin tau dirinya mandi pada jam segini, sudah pasti Ara mendapat omelan.
Membutuhkan waktu satu jam bagi Ara untuk berendam dan membersihkan dirinya. Saat keluar kamar mandi, Ara dibuat terkejut oleh Davin yang sudah berbaring di ranjangnya.
"Seger mandinya?" Davin menepuk ranjang di sebelahnya.
Ara menipiskan bibirnya dan bergerak pelan menuju sebelah Davin yang berbaring. "Badan aku lengket banget tadi."
Ara memeluk Davin yang masih berbaring. Dirinya lelah dan tidak ingin mendengar omelan Davin.
"Pake air apa?"
"Anget kok." Ara menaruh wajahnya pada lekukan leher Davin, la mendusel disana.
"Boong banget. Badan kamu dingin gini." Davin memegang paha Ara yang terekspos. Cewek itu hanya memakai jubah mandi dengan posisi duduk dan memeluk Davin.
Ara mengangkat wajahnya. Ia menatap Davin dengan senyum lucunya. "Hehe, tadi niatnya mau pake air anget. Tapi kayanya enakan air dingin deh. Seger." Ara masih menampilkan senyum lucunya.
Davin pun ikut tersenyum mendengar penjelasan Ara. "Sini deketan!" Davin mengkode Ara agar mendekatkan wajah mereka.
Ara kira Davin akan menciumnya, namun pikirannya salah. Begitu wajahnya dekat dengan bibir Davin, lelaki itu malah menggigit pipinya dengan keras.
"Hiks, SAKIIIITTT..." Ara memegangi pipi kirinya yang memerah. Badannya reflek menjauh dari Davin.
"Hukuman." Davin bangkit duduk, ia mengecup pipi Ara yang tadi ia gigit.
"Tidur. Aku pulang dulu." Selepas itu Davin pun keluar dari kamar bernuansa biru pastel itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
D AND A [END]
RomanceKisah sebuah pasangan kekasih yang memutuskan untuk menikah dan membina rumah tangga mereka. Sikap sang lelaki yang bossy dan si perempuan yang penurut. Sangat cocok bukan? *** "Koper aku dimana?" "Disana." Davin menyingkir rambut Ara yang masih ba...