45

91.8K 6.2K 201
                                    

Satu bulan telah berlalu sejak pernikahan Malvin dan Kayana. Jane pun sudah pulang dari libur panjangnya.

Kini usia kandungannya sudah memasuki 4 bulan. Perempuan berbadan dua itu kini lebih sering menghabiskan waktu dengan Ara.

Kayana, perempuan itu kini juga sedang berbadan dua. Hamil muda. Ia diketahui positif hamil setelah 2 minggu pernikahan. Entah secepat apa larinya sel sperma Malvin, mereka semua pun turut heran.

Tersisalah Ara dengan segala perasaan cemasnya. Ia terkadang iri dan juga takut di waktu bersamaan. Berkali-kali Jane sudah menasehati Ara untuk tetap tenang dan terus berdoa. Namun istri Davin itu tetap memikirkannya.

Padahal Davin sendiri tidak pernah menuntun Ara. Bahkan lelaki itu sama sekali tidak pernah menyinggung kearah sana. Ia cinta Ara, apapun kondisinya.

"Wake up, babe." Ara mengecup bibir Davin.

Kegiatan yang sangat ia suka di pagi hari adalah membangunkan Davin. Ia sangat suka wajah damai Davin. Juga suara serak Davin selepas bangun tidur.

"Nghh... lima menit Sayang." Davin memiringkan tubuhnya.

"Udah siang Dave. Ayo bangun." Ara menarik selimut yang menutupi separuh badan Davin. Ia juga membuka tirai lebar-lebar agar cahaya matahari dapat mengganggu tidur Davin.

Davin pun menyerah. Ia membuka matanya dan perlahan duduk.

"Kumpulin dulu nyawanya. Abis itu baru mandi. Aku tunggu di meja makan." Ara meninggalkan satu kecupan manis di bibir suaminya.

"Sayang, hari ini aku lembur lagi. Nggak pasti pulangnya jam berapa. Kamu langsung tidur aja ya?"

Ara mengangguk paham. Sudah tiga hari ini Davin izin pulang terlambat. Biasanya sampai pukul 11 malam baru pulang. Davin pun sudah menceritakan alasannya, yaitu perusahaannya tengah ada problem yang sedikit serius. Sebagai istri Ara hanya bisa mendukung.
***

Davin memijit pelipisnya. Ia melihat arlojinya yang menunjukkan pukul satu dini hari. Tubuhnya sangat lelah dengan kepala ikut pusing.

Davin meninggalkan kantornya dan menyuruh Adrian untuk mengantarkannya pulang. Ia merasa tidak sanggup untuk menyetir sendiri. Adrian pun sudah menawarkan untuk mampir dulu di rumah sakit, tapi Davin menolak dengan dalih ia akan sembuh kalau sudah ketemu istrinya. Adrian yang belum menikah pun hanya bisa percaya.

Davin berjalan sempoyongan menuju kamarnya. Sampai kamar, ia terdiam sejenak menatap Ara yang tidur dengan damai. Ia pun mulai melepas apa yang menempel di tubuhnya dan memutuskan untuk mandi di tengah malam ini.

Setelah mandi ia merasa sedikit segar. Pusingnya pun kini berkurang. Namun sialnya mual yang datang. Davin memakai piamanya dengan sesekali menelan ludah guna menahan mual. Hingga kancing kedua, Davin merasa tidak tahan. Ia berlari kembali ke kamar mandi dan memuntahkan semuanya ke closet.

Dengan segera ia membereskan kekacauan yang ia buat. Tidak ingin membuat keributan dengan berakhir membangunkan istrinya.
***

Ara bangun pagi sekali kali ini. Semalam ia tertidur pukul 11. Ia tidak bisa menahan kantuk.

Senyumnya timbul melihat Davin yang memeluknya. Entah jam berapa suaminya pulang, ia tidak tahu.

Mengamati Davin lama-lama, Ara menyadari sesuatu. Punggung tangannya pun ia tempelkan ke dahi Davin untuk mengecek suhu.

"Kok demam?" Ara panik sendiri. Ia juga meraba pipi dan leher Davin. Semua panas.

Dengan cekatan Ara menuju dapur. Mengambil baskom serta handuk kecil untum kompresan.

D AND A [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang