"Gimana? Udah dapet ijin?"
"Udah gue chat. Tapi belum di bales."
"Jadi nggak nih? Jadi dong." Kayana membalas ucapannya sendiri. Ibaratnya, ia sedang memaksa keadaan.
"Apaan sih lo Kay, nggak jelas banget jadi human."
"Apa sih lo Ra, suka banget hujat gue."
"Udah deh!" Lerai Jane. Ia tau jika Kayana sudah ingin sekali menggeret Ara yang sejak tadi masih duduk di bangku taman fakultas. Ara masih menunggu balasan dari Davin.
"Buruan kek, keburu sore nanti. Ra, cabut aja lah. Yok!"
"Tunggu dulu Kay. Nggak kasian kalo nanti Dave marah ke Ara?" Jane merasa simpati ke sahabatnya yang terjerat aturan Davin. Ia jelas tau bagaimana tabiat seorang Davin itu.
Tidak ingin egois, Ara pun bangkit mengajak kedua temannya untuk segera berangkat. Rencananya mereka bertiga akan berbelanja ria sore ini. Menghabiskan waktu sekaligus menghabiskan uang.
"Beneran nih? Gue takut si Dave ngamuk pake bahasa Inggris kaya dulu. Bisa mati gue." Kayana memegang kepalanya. Kejadian yang sudah berlalu pun otomatis terlintas di benak mereka bertiga.
Dulu saat mereka bertiga masih SMA, biasa lah anak muda. Main sampai sore tanpa memberi kabar terlebih dulu. Saat itu mereka tengah berada di sebuah cafe. Masalah utamanya adalah dimana Ara ijin kepada Davin untuk belajar kelompok dirumah Jane. Ijin dari Davin sama saja dengan ijin orang tua. Namun tujuan dan ijinnya melenceng. Ara ketahuan bohong saat itu. Dan mereka bertiga di marahi habis-habisan oleh Davin. Ya, menggunakan bahasa Inggris. Dimana saat itu Kayana belum terlalu fasih dengan bahasa internasional yang Davin gunakan. Apalagi lelaki itu menggunakan logat New York.
"Coba dulu aja deh. Yang penting gue udah ngasih kabar." Ara berusaha berfikir positif untuk saat ini.
**
"Ra, ini kok Davin lihat postingan gue ya?" Jane menunjukkan ponselnya.
Dengan segera Ara mengecek ponselnya. Apakah Davin membalas pesannya atau tidak. Pasalnya ini sudah dua jam dari saat ia ijin tadi.
"Cuma di baca, ish!" Ara menunjukkan ponselnya juga.
"Ya udah, berarti dia udah tau dong?" Kayana menyedot Boba miliknya.
"Pulang?"
"Iya, udah sorean ini." Ara melihat jam di tangannya, pukul enam petang.
Sampai di depan rumah, Ara melihat mobil Davin yang terparkir di garasi keluarganya. Namun ada yang janggal, ia tidak melihat mobil Papanya disana. Hanya mobil Davin dan satu mobil berwarna putih milik Mamanya.
Setelah mengucapkan terimakasih kepada Jane yang sudah menjadi sopirnya, Ara pun masuk kedalam rumah dengan hati-hati. Perasaan nya tidak enak.
Ara membuka pintu kamar dengan hati berdebar kencang, seakan ada hantu di dalam kamarnya. Sedikit mengintip, ia melihat Davin yang sedang berbaring dengan mata tertutup. Semoga saja cowok itu benar-benar tertidur.
Pelan sekali Ara melangkah untuk mengambil baju ganti, hingga akhirnya ia dapat bernafas lega setelah masuk kedalam kamar mandi.
Biasanya Ara hanya memerlukan waktu setengah jam untuk mandi dan berganti pakaian. Namun kali ini sudah satu jam lebih Ara berada di dalam kamar mandi.
Merasa sudah terlalu lama, Ara pun keluar dengan piama berwarna biru dongker kesukaannya.
Ara begitu syok saat melihat Davin yang sudah duduk bersandar pada sandaran kasurnya. Ara berusaha bersikap senormal mungkin saat matanya bersitatap dengan mata tajam yang terus mengawasinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
D AND A [END]
Любовные романыKisah sebuah pasangan kekasih yang memutuskan untuk menikah dan membina rumah tangga mereka. Sikap sang lelaki yang bossy dan si perempuan yang penurut. Sangat cocok bukan? *** "Koper aku dimana?" "Disana." Davin menyingkir rambut Ara yang masih ba...