"Lewat aja, nggak ada orang disini kok." Davin menyindir Ara yang melewatinya begitu saja.
Ara tidak menggubris. Ia terus berjalan menuju dapur untuk mengambil pie nya yang tersisa. Ia membawa satu kotak yang tinggal berisi dua puluh pie itu ke ayunan yang berada di depan dekat kolam renang.
Otomatis ia melewati Davin yang duduk di kursi bar. Ara tidak menoleh atau menegur. Ia terus berjalan walaupun ia merasakan Davin mengikutinya.
Davin mengikuti Ara, ia ikut duduk di ayunan kayu. Dari ayunan ini mereka dapat melihat warna jingga di langit menandakan matahari akan terbenam. Karena lokasi penginapan mereka yang berada di dataran tinggi, jadi udara pun lumayan dingin.
Lagi-lagi Ara tidak mengindahkan kehadiran Davin. Perempuan itu lebih memilih memainkan ponsel di tangan kiri, sedangkan di tangan kanan ia gunakan untuk memakan pie.
Ara mengambil beberapa foto dirinya saat memakan pie. Ia juga sempat mengabadikan sunset yang sangat disayangkan jika terlewatkan.
Davin dari tadi hanya menatap Ara. Sudah tiga bungkus pie Ara habiskan. Ia juga melihat Ara yang sepertinya tidak terganggu dengan kehadirannya. Melihat Ara yang berfoto-foto bebas tanpa memperdulikannya.
Davin pun ikut memainkan ponselnya. Memainkan game. Hingga tak terasa matahari sudah tenggelam sempurna. Davin tak beranjak karena Ara juga masih di sebelahnya.
"Heh!" Davin mengejutkan Ara yang mengantuk.
"Kalo ngantuk masuk, dingin di luar."
Ara pun bangkit, ia masuk kedalam dengan memeluk box pie yang sudah kosong.
Davin mengikuti pergerakan Ara, kemudian ia menyusul Ara hingga sampai ke kamar.
"Sariawan kamu Ra? Sebel aku liat kamu diem kaya gini." Davin duduk di samping Ara yang berbaring.
Ara berbalik, memunggungi Davin yang duduk sambil melihatnya. "Aku juga sebel lihat muka kamu." jawabnya ketus.
Davin terbelalak. "Enak aja!" Ia mendekati Ara, mencium Ara paksa.
Ara memberontak, selain kesal ia juga merasa geli saat wajah Davin menyerang pipi dan lehernya. Tawa pun tak bisa Ada cegah.
"DAVE AHAHAHA.... STOP IT!" Ara berusaha menahan wajah Davin yang terus memaksa menciumi wajahnya.
Davin berhenti, ia memperhatikan Ara yang ngos-ngosan karena lelah tertawa. "Yang, mau."
Ara terkesiap. "Mau apa?" Pikirannya sudah was-was.
"Mau main." Davin menindih Ara setengah badan. Posisinya masih duduk dengan badan yang condong ke Ara. Ia memainkan jarinya di leher Ara hingga dada atasnya.
"Heh! Aku masih marah ya sama kamu!"
"Ya aku nggak peduli."
Ara benar-benar gemas dengan wajah tanpa dosa Davin. "Minta maaf coba." suruhnya dengan tangan menahan wajah Davin yang sepertinya sudah tidak sabaran.
"Pardon?"
"Say sorry Dave."
Davin tertawa di buat-buat. "Kamu nggak salah nyuruh aku minta maaf?"
Ara menggeleng tegas. Ia ingin mendengar kata maaf dari Davin.
"Emang aku salah?" Ara mengangguk.
"Bagian mananya coba? Heh?" Salah satu sudut bibir Davin terangkat.
"Emang minta maaf harus salah dulu?"
"Ya iya lah. Ngapain minta maaf kalo nggak salah coba? Kurang kerjaan kali."

KAMU SEDANG MEMBACA
D AND A [END]
RomanceKisah sebuah pasangan kekasih yang memutuskan untuk menikah dan membina rumah tangga mereka. Sikap sang lelaki yang bossy dan si perempuan yang penurut. Sangat cocok bukan? *** "Koper aku dimana?" "Disana." Davin menyingkir rambut Ara yang masih ba...