48

89.6K 5.7K 53
                                    

Jalan bulan ke enam, Ara sudah mulai terbiasa dengan perutnya yang membesar. Badannya pun semakin berisi. Rencananya setelah lahiran, ia akan diet ekstra.

Kini bumil itu sedang berada dirumah sakit tempat ia biasa check-up. Kalau biasanya ia ditemani Davin, namun sayangnya suaminya itu tidak bisa menemaninya sekarang.

Tidak mau bersedih, karena ada Mama-nya yang mendampinginya. Ara keluar dari ruangan check-up dengan Miranda.

Dokter bilang kalau kandungannya sehat. Namun harus tetap menjaga pola makan. Akhir-akhir ini bumil itu suka melewatkan jadwal makannya. Davin sampai pusing harus berkata apa lagi agar Ara paham kalau makan itu penting.

"Kamu ke depan dulu aja. Mama mau ke toilet sebentar." Pamit Miranda.

Ara pun mengangguk. Kemudian ia berjalan keparkiran terlebih dulu dengan menenteng vitamin yang dokter beri.

Sambil jalan, ia memainkan ponsel. Membalas pesan Davin yang tengah berada diluar kota, menanyakan kabarnya dan calon anaknya disini. Calon Daddy itu sangat protektif selama Ara hamil.

Karena pandangan fokus ke HP, Ara tidak sengaja tertabrak oleh orang yang tengah tergesa-gesa. Orang yang menubruknya tadi ambruk.

Ara kaget, tak sengaja ia menjatuhkan apa yang dibawanya.

"Maaf maaf. Ya ampun, saya minta maaf." Ara membantu perempuan tadi berdiri. Meskipun ujungnya ia juga meminta tolong untuk mengambilkan ponsel dan vitaminnya yang jatuh. Karena perutnya ia tidak bisa sembarangan jongkok.

"Nggak apa-apa." jawab perempuan tadi sambil menyerahkan barang Ara.

Ara mengernyit, "Dina?"

Ya, ia tak salah lagi. Itu Dina.

"Eh? Ara?"

Dina terlihat melirik perut Ara yang membesar. "Kamu hamil?"

Ara dengan senyum mengembang mengangguk. "Iya. Dan lo nggak ada celah buat wujud-in kemauan lo dulu."

Ara dapat melihat wajah murung itu. Sebenarnya tidak enak juga berkata sombong seperti tadi.

"Lo ngapain disini?" Ara menutupi rasa bersalahnya dengan bertanya.

"Sepupu aku dirawat disini. Keguguran."

Ara mengangguk. Fokusnya teralihkan pada ponsel yang bergetar.

"Kalo gitu gue pulang dulu." pamit Ara yang sudah mendapat telfon dari Miranda.

Dina mengangguk dan melambaikan tangan.
***

"Inget kan apa kata dokter tadi?"

Ara mengangguk malas. Mamanya sangat cerewet.

"Makan Ara, makan! Kamu itu lagi berbadan dua. Ada anak di perut kamu yang harus kamu kasih makan juga. Kalo kamu aja nggak makan, terus anak kamu gimana??"

"Iya Mama iyaaa..."

Miranda menggeleng melihat kelakuan putrinya. Ia pun menyiapkan sepiring makanan untuk Ara.

"Makan sekarang! Mama awasi. Abis itu minum vitamin dari dokter."

Ara hanya bisa pasrah dan mengangguk. Ia pun mengambil sendok dan mulai memakannya.

Meskipun tidak minat, ia tetap memaksa untuk makan. Benar kata mamanya, ada anak yang harus ia beri makan di perutnya.

"Sekarang minum vitamin kamu." Miranda menyiapkan vitamin tadi dan air minum. Semuanya sudah siap, tinggal Ara tenggak.

Ara meraih vitamin putih bundar itu. Ia pun menelannya dengan seteguk air.

Setelah puas memastikan anaknya itu makan dan minum vitaminnya, Miranda pun membawa piring kotor Ara tadi ke wastafel untuk di cuci.

D AND A [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang