Bab 17

30.2K 1.6K 15
                                    

Alesya pov...

Menikmati udara pagi.

Aku sedang duduk di gazebo belakang pondok putri. Menikmati matahari pagi sambil nderes hafalanku. Ngomong-ngomong soal Gus Alif suamiku itu, dia sudah sehat. Bahkan ini sudah tiga bulan setelah dia keluar dari rumah sakit.

Hubunganku dengannya seperti biasa, tidak ada ada yang istimewa selama 3 bulan ini. Malahan aku jarang bertemu dengannya dan soal Gus Juna, aku tahu dia masih memendam rasa padaku dan aku juga tahu hubungannya dengan Reya tidak lah baik. Bahkan Reya tidak pernah sekalipun masuk ke kamar Gus Juna. Aku tahu karena Ning Yana dan Ning Wawaf menceritakan semua yang mereka tahu padaku, entah dengan motif apa mereka menceritakan hal itu padaku. Bahkan adik Gus Juna itu terang-terangan tidak menyukai sikap Gus Juna pada Reya. Tapi aku bersyukur Gus Juna tidak menyakiti Reya secara fisik, nanti kalau fisiknya juga disakitin jelas dobel lah, karena secara gak langsung Gus Juna nyakitin batinnya Reya.

Kenapa malah bahas rumah tangga orang lain sih, dasar aku.

"Mbak Alesya!"

"Iya ada apa Mbak Salma?" Dia adalah Mbak Salma, salah satu mbak ndalem yang bantu-bantu di ndalem barat denganku dan kang Arzak.

"Di panggil umi"

"Umi dimana?"

"Di ruang keluarga"

"Ya udah, aku ke sana deh.. nanti umi nunggu lama"

Aku menemui Umi sendirian karena Mbak Salma memeiliki pekerjaan lain.

Aku mengucap salam dan langsung mencium punggung tangan umi dengan takzim. Umi memintaku untuk duduk di sebelahnya.

"Alesya"

"Nggeh umi"

"Kamu dulu mondok di pesantren xxxx Lasem Rembang kan?"

"Enggeh umi, enten nopo enggeh umi?"

"Umi dengar ada reuni sana untuk semua alumni, temen umi itu Bu nyai di sana. Kamu tidak ingin datang ke reoni?"

"Dari sini ke Lasem jauh umi, lagipula Alesya___"

"Kamu bisa pergi sama Alif, umi juga pernah muda nduk, kamu pasti kangen sama temen-temen mu kan?" Umi memotong ucapan ku.

"Gus Alif pasti sibuk umi" aku benar-benar merasa tidak enak kalau sampai Gus Alif repot-repot mengantarku.

"Nggak usah sungkan, Alif sudah setuju. Besok malam kalian akan pergi dengan pesawat dan juga Alif akan mengajak menginap di rumah saudara kami"

Sebenarnya ini bukan hanya tentang Gus Alif, tapi Minggu lalu Ning Adeffa adiknya Gus Alif pulang kesini dengan menangis, sepertinya ada masalah dengan suaminya.

"Nggeh umi"

"Alesya umi ngajar dulu, kamu jaga ndalem. Kamu bebas mau ngapai aja. Umi pergi Assalamualaikum"

"Waalaikummus salam"

Setelah kepergian oni akan memutuskan untuk pergi ke kamar ku dengan Gus Alif. Apa aku bisa menyebutnya seperti itu? Aku masuk ke kamar, semuanya rapi dan bau ini, ini adalah bau kayu Cendana, bau sang pemilik kamar.

Aku melirik ke keranjang pakaian kotor, semuanya sudah menumpuk, aku memilih pakaian mana yang mau di cuci manual dan menggunakan mesin cuci. Setelah selesai aku segera mencuci yang harus dicuci tangan dan pastinya itu adalah dalaman. Aku tidak jijik mencuci dalamannya, yang ada dia yang malu saat pertama kali dia tahu aku lah yang mencuci dalamannya, tapi Gus Alif tidak mengatakan apapun padaku. Aku ingat sekali saat itu telinganya memerah.

Assalamualaikum My Destiny (END & LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang