Bab 25

33.1K 1.6K 28
                                    

Normal pov...

Nanti malam adalah milad pesantren Alawi yang ke 90 tahun. Semua penghuni pesantren sedang dalam keadaan sibuk.

Rangkaian acara selain mauidoh Hasanah nanti adalah sholawat. Tidak tanggung-tanggung pihak pesantren mengundang tiga majelis secara bersamaan.

Sebenarnya pesantren juga memiliki grup sholawat sendiri, tapi Gus Alif tidak memberi izin untuk grup tersebut tampil. Gus Alif meminta anggota dalam grup tersebut untuk fokus pada penyelenggaraan acara dan keputusan dari Gus Alif itu tidak ada satu pun yang berani membantah.

Sekedar info, penyumbang dana terbesar untuk acara ini adalah Zelvin Pratama (menantu Buya Fariz), Zalvin Pratama (adik Zelvin Pratama), Azarenka Al-Ahkamil, Abyan Pradana, Zein Al-Fatih Pratama (menantu Abi Fauzi), Gus Alif, dan Gus Azril.

Ketua panitia dipegang oleh Gus Juna. Wakil panitia dipegang oleh Ustadz Syifa'. Bendahara di pegang Ning Adeffa. Sekertaris di pegang Uztadz Hasan dan Uztadz Yazid. Seksi konsumsi dipegang Ning Delia dan masih banyak seksi-seksi yang lain. Gus Alif, Gus Azril, dan Ning Yana tidak ikut dalam kepanitiaan acara di karenakan mereka memiliki tugas lain yang lebih penting.

Rencananya acara akan digelar di depan gedung MTS dan gedung IPA, karena di depan gedung itu ada lapangan voli, sepak bola, dan basket, juga halaman yang luas, yang memang dulu di desain untuk acara seperti ini. Sedangkan halaman gedung IPS dan bahasa digunakan sebagai area parkir.

Jam 09.00 rombongan majelis atau grup Hadroh dari solo sampai. Majlis An-Niswa adalah nama majlis tersebut.

Gus Azril menyambut datangnya rombongan An-Niswa bersama dengan Gus Ali, Gus Hanan, dan Gus Faza.

"Assalamu'alaikum"

"Waalaikummus salam"

"Silakan silakan" ucap Gus Hanan ramah.

"Iya... Silahkan... Sarapannya udah siap" Gus Azril.

"Bisa saja njenengan kang" (bisa saja kamu kang)

"Udah.. Ndak usah sungkan.. koyok lagek kenal wae Rasyid.. Rasyid.."
(Udah.. tidak usah malu.. seperti baru kelas saja Rasyid.. Rasyid..)
Ternyata salah satu anggota majelis itu adalah teman Gus Azril. Lebih tepatnya adik kelas Gus Azril dulu.

Setelah berbasa-basi sedikit Gus Azril langsung membawa rombongan tamu ke pendopo belakang untuk mendapat jamuan.

Tinggallah tiga Gus remaja disana Gus Ali, Gus Hanan, dan Gus Faza. Mereka sedang menunggu rombongan majlis yang lainnya.

Tidak lama datang Gus Reano, Gus Wafi, dan Gus Yanan bergabung dengan Tiga Gus lainnya yang sedang duduk lesehan di teras ndalem.

"Tak jedek lapangan e gak ngarah sedeng kanggo acara" (aku pikir lapangannya nggak akan cukup buat acara) ucap Gus Hanan.

"Nek dipikir-pikir iya sih" (kalau dipikir-pikir iya sih) Gus Yanan setuju dengan pendapat Gus Hanan barusan.

"Sedeng-sedeng.. lapangan e ombo ngunu" (cukup-cukup.. lapangannya luas gitu) Gus Ali tidak setuju degan pendapat dua sepupunya, alasannya karena lapangan itu sangat luas dan ada lapangan sepak bola, basket, dan voli yang bersebelahan, juga masih ada lahan kosong yang cukup luas disekitar lapangan. Kalian bayangin sendiri seberapa luas wilayah pesantren Al-Alawi.

"Bisa aja gak cukup, bisa juga cukup, ini tuh meriah banget acaranya" kata Gus Wafi menengahi.

"Kita taruhan aja gimana? Yang kalah traktir yang menang" usul Gus Reano.

"Boleh tuh" setuju sang kembaran yang tidak lain dan tidak bukan Gus Hanan.

"Seng mileh lapangan e gak sedeng sopo? Angkat kaki!" (Yang milih lapangannya tidak cukup siapa? Angkat kaki!) Ucap Gus Hanan.

Assalamualaikum My Destiny (END & LENGKAP)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang