Tiga Puluh Empat

69.2K 9.8K 1.5K
                                    

Sesuai dugaan Araya. Ketika Niko baru saja menghentikan motornya, mereka berdua langsung menjadi sorotan; memang Niko akan menjadi perhatian di mana pun dia berada namun kali ini tampak sedikit berbeda. Alasannya ada di seseorang di boncengan Niko sekarang.

Araya memegang pundak Niko untuk turun di ikuti cowok itu, Niko membuka helmnya berbeda dengan Araya yang tampak kesulitan. Tangan cewek itu sedikit memaksa pengait tali, sepertinya macet.

Niko terkekeh, menarik tubuh Araya supaya lebih dekat padanya. Terlihat cowok itu membuka kaitan tali helm sangat mudah, ketika helm terlepas dari kepala Araya, banyak suara desahan kaget terdengar. Nampak tidak percaya akan pemandangan mata mereka. Sedang kedua pasangan tersebut menghiraukannya, Niko malah memberikan semua fokusnya pada Araya yang sedang merapikan rambutnya tak lupa cewek itu membuka kacing jaket Niko.

Lagi-lagi terdengar decakan kagum, melihat betapa beraninya pakaian gadis muda tersebut. Niko hendak memakaikan jaketnya lagi namun urung karena Araya memberikan tatapan mematikan, "Jangan coba-coba...." geramnya.

"Aurat Aya," Niko berkata pelan, Araya mendelik, "Jadi gue harus pake piyama nemeni lo balapan?!"

Niko tergagap, tapi...bukankan itu ide bagus? Jadi tidak ada seorang pun melihat bentuk tubuh bagus kucing galak di depannya ini.

"....iya maaf," Niko mengalah.

Di antara kerumunan orang-orang ada satu pemuda menatap tajam ke arah salah satu dari mereka, tatapan menghunus tajam, bibirnya menipis, urat-urat lehernya terlihat timbul, gejolak amarah mulai melingkupi hatinya.

Niko membawa Araya menuju tempat para sahabatnya berkumpul, masing-masing dari mereka membawa pasangan terbukti Bela berada di antara para perempuan, Araya menatap Bela penuh pertanyaan di balas senyum canggungnya.

"Bagus, diem aja sampe hanyut." Sindir Araya, dia melipat tangannya seraya menyipitkan mata, "Hehe..." Bela sendiri hanya tertawa canggung.

Tidak berani juga menatap Araya, takut.

Tangan Niko mengacak rambut Araya, bibirnya menyunggingkan senyuman membuat beberapa orang mundur serta merinding, "Galak,"

"Enyah, tangan lo bau terasi."

Araya menghindari tangan Niko hingga tanpa sengaja matanya menatap salah seseorang yang cukup familiar.

"Axel, lo kok ada di sini?" Tanya Araya heran, Bela menarik ujung rok Araya sambil menggeleng, seperti--------takut?

Niko jadi mengikuti tatapan Araya, "Dia emang main ke sini Ay, salah satu TheBlood juga," Niko menjawab rasa penasaran Araya, "Dia juga sepupu gue." Sambung Niko.

Bela mendesah di dalam hati, semakin takut melihat tatapan tajam Axel, rasanya ia siap akan menguliti Araya dari tatapannya.

Axel berjalan mendekat, sesampainya di sana; cowok itu ikut tersenyum, "Halo Araya Olivia." Sapanya.

"Ketua Osis nakal ya." Sindir Araya, bibirnya menyunggingkan senyuman miring, seakan menghinanya. Bukannya tersinggung, Axel malah semakin menyukai Araya.

Niko merasa tanda bahaya, menjauhkan tubuh Axel dari Araya, "Kalian saling kenal?" Wajah Niko memelas, Araya jijik melihat hal itu menutup wajah Niko menggunakan telapak tangannya.

"Najis, muka lo mau gue pukul?"

Bela melirik ke arah Axel, nafasnya sedikit tercekat melihat perubahan suasana hati Ketua Osis mereka itu. Bela sampai mundur beberapa langkah karena merasakan perasaan takut, ini mengapa karakter ciptaannya mengerikan begini?!

Bela menyesal tidak memberikan penjelasan akan karakter Axel yang diam-diam menjadi antagonis utama di buku bagian kedua setelah kemarian Araya. Bela menyesal menciptakan dunia dari novel sampahnya ini?! Aska sialan.

Hei, Araya! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang