Motor hitam yang di kendarai oleh Niko berhenti tepat di halaman luas rumah besar bercat putih gading itu, melepaskan helmnya kemudian Niko melempar benda tersebut kepada seseorang yang sudah berdiri diam menunggunya.
Setelah memastikan helmnya di terima, Niko berjalan memasuki rumah, membuka jaket yang ia kenakan. Menatap seisi ruang hingga pandangannya jatuh pada seorang pria setengah baya sedang duduk menatap laptop.
"Mama apa kabar?" Kata pria itu.
Niko mendengus, "Baik." Jawabnya singkat.
Kaki Niko memilih untuk menjauh dari sana, tanpa mau melihat ke belakang di mana sang Papa melepaskan kaca matanya sambil mengusap wajahnya lelah. Niko menutup pintu kamarnya, meletakkan tas serta jaket lalu merebahkan diri di atas kasur, menatap langit-langit kamar.
Kehidupan pernikahan ternyata cukup sulit tapi tidak apa-apa jika dia bersama Araya. Niko tersenyum lebar, padahal dia masih membayangkan saja namun rasa kebahagiaan sudah menyebar di hatinya. Kebahagiaan itu tak berselang lama ketika suara ketukan pintu terdengar.
Bibir Niko kembali menipis membentuk garis lurus, matanya berubah menjadi dingin saat membuka pintu kamarnya, di sana berdiri sepupu brengsek yang tersenyum menyebalkan.
Niko berbalik tanpa menutup pintu, membiarkan sepupunya ikut masuk ke dalam kamar.
"Ada apa?" Tanya Niko malas, tanpa menoleh ke arah sepupunya. Axel merasa Niko tak acuh lantas merubah raut wajahnya menjadi datar, "Gue suka cewe."
"Siapa yang bilang lo suka cowo?"
Axel mengambil buku dari atas meja dan melemparkan ke wajah Niko, untung saja pemuda itu mengelak sebelum terkena lemparan maut Axel.
Menyeringai pertanda senang, Niko bersiul, "Anak mana?"
Bibir Axel merapat, dia menatap ke dalam mata Niko, "Lupain, gue ada urusan." Ujarnya sembari keluar dari ruangan.
Di tinggalkan sendirian membuat wajah santai Niko berubah mengeras, jika boleh jujur saat ini ia memiliki perasaan tidak enak. Setelah pintu tertutup rapat, Niko bergegas untuk segera mengucinya dan berjalan memasuki ruang rahasia di kamarnya masih setia menggunakan seragam sekolah.
Berjalan sembari membuka satu persatu kancing seragam hingga menampakkan kaos putih, Niko menanggalkan seragamnya di ikuti oleh si kaos; membuatnya shirtless alias toples. Tubuh tegapnya terlihat memiliki lumayan bekas luka kecil maupun besar, otot kencangnya terlihat seksi ketika cahaya lampu menyinari sedikit.
Menarik satu kursi menghadap ke arah potret berukuran besar, tangan Niko meraba nakas mencari bungkus rokok.
Potret di terangi oleh dua lampu di atasnya, senyuman seindah langit senja, sehangat matahari, mengalahkan kecantikan di dunia ini. Araya benar-benar cantik untuk ukuran manusia. Senyuman Niko terbit, anak malaikat lahir dari benih seorang iblis.
Variabel cukup mengesankan.
-o0o-
Araya mengepalkan tangan, menatap ruang tamu yang ramai, di sana terlihat Arum mengelus rambut Floren lembut serta Regan terdiam memandanginya. Arga di belakang Araya ikut terdiam, bingung tentang situasi di sana.
Perasaan Araya memang sudah memburuk semenjak pagi, dan lihatlah apa pemandangan ini.
Arum mendongak melihat kehadiran ke dua anaknya, dia tersenyum menyuruh mereka untuk mendekat. Araya awalnya hanya diam namun Arga menarik lengannya.
"Ada apa Bun?" Arga bertanya heran, apa lagi ada sebuah koper di samping Regan duduk.
Regan memandangi Araya yang memiliki tatapan tajam, "Aya sini duduk." Perintahnya menepuk-nepuk tempat kosong di sebelahnya. Araya diam namun menurut.
![](https://img.wattpad.com/cover/212899113-288-k696027.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hei, Araya! [End]
Novela JuvenilYang engga vote, durhaka kalian...masuk neraka jalur vvip🙏 [Chapter lengkap] __________________ Selesai mengerjakan skripsi, Rana merebahkan tubuh di atas kasur sederhananya. Sebelum dia terlelap merehatkan tubuh; Rana menyempatkan diri untuk memba...