Lima Puluh Lima

58K 8.4K 3.4K
                                    

Keesokan harinya tersebar berita bahwa ketua osis Erlangga sudah mengundurkan diri serta memilih untuk melanjutkan sekolahnya ke luar negeri. Sontak saja berita tersebut menghebohkan para murid Erlangga, para siswi menyayangkan kepindahan tiba-tiba Axel dari sekolah mereka.

Para pria sedikit lega sebab sudah tidak ada yang mengusik kelakuan atau menghukum mereka lagi, posisi Ketua Osis kosong mungkin wakilnya akan naik menggantikannya nanti.

Araya sendiri tidak terlalu mempedulikan berita tersebut yang ada ia hanya bersyukur bahwa pria aneh itu sudah menghilang dari pandangannya.

"Bel, nanti temeni ke Rumah Sakit yuk." Katanya kepada Bela.

Bela yang sibuk membaca komentar di forum website sekolah pun mendongak, mengernyitkan dahi, "Siapa sakit?"

"Niko, padahal kemarin sehat-sehat aja."

"Penyakitan cowo lo,"

"Sembarangan congor lo, gue gedig nih." Ancamnya. Bela terkekeh, melanjutkan acara membacanya hingga matanya melirik ke arah Araya terlihat jika dia menyibukkan diri untuk menatap layar ponselnya.

"Sibuk bener ibu Weldon sekarang ye..."

Araya tersenyum tipis, "Bokap gue dari tadi nanyain mulu, heran gue liatnya apa dia kaga sibuk di sana?"

Bela mencibir namun dalam hatinya mensyukuri bahwa dapat ia lihat Araya tersenyum bahagia karena mendapat pesan dari Ayah kandungnya.

"Makin kaya raya aja." Ejek Bela, Araya kali ini tertawa, "Mau apa Bel biar gue traktir, nyindir mulu dari tadi." Mendengar perkataan Araya membuat senyum Bela mengembang, walau dia juga anak dari kalangan atas tetapi uang orang lain itu lebih harum dari pada uang sendiri!

"Mau Gucci Ay, cakep banget!"

Seketika wajah Araya cemberut, mengangkat ponselnya mendekat ke arah kepala Bela, "Kalau mau di gedig mah caranya ga gini ya."

Bela menghindari, "Sat set sat set, jurus menghindar!"

Terjadilah Bela menghindari Araya beberapa kali agar tak bisa memukulnya. Mereka berdua tertawa bersama. "Sat set sat set mata lo empat..." kekeh Araya.

Keduanya masih tertawa hingga Floren datang, menarik Araya berdiri kemudian melayangkan sebuah tamparan.

Plakk

Sontak saja kelakuan cewek itu  menjadi pusat perhatian, betapa beraninya. Bela saja sampai menutup mulutnya syok, Eka yang baru saja datang ingin mencegah Floren terdiam termanggu.

Floren mencengkeram seragam Araya, "KENAPA! KAMU KENAPA AMBIL SEMUA KEBAHAGIAAN AKU! BALIKIN BUNDA ANAK SIALAN!!"

Teriaknya meraung, Floren mengguncang tubuh Araya, "AKU UDAH BIARIN KAMU AMBIL ARGA, SEKARANG BUNDA TADI JUGA DEVAN MUTUSIN AKU KARNA KAMU 'KAN BANGSAT!!!"

Araya masih diam, hingga tangannya mendorong Floren menjauh sampai punggung cewek itu menghantam meja dengan keras. "Akh..." ringisnya.

Merapikan seragamnya, Araya menepuk-nepuk sedikit; barulah Bela sadar dan menarik Araya untuk ia lihat pipi kemerahan gadis itu. Menepis tangan Bela, kaki Araya membawanya mendekati Floren yang masih memegangi punggungnya.

"Floren..." desis Araya seraya menarik rambut Floren, mendorong tubuh cewek itu hingga tiduran di atas meja, tangan satunya mengambil sesuatu dari saku rok kemudian dia tancapkan kuat ke atas  meja. Mata Floren melotot, tak menyangka beda apa yang Araya tancapkan ke samping wajahnya, Bela juga tidak kalah kaget Araya membawa benda tersebut.

"Lo tau apa kata bokap gue? Tusuk siapa pun yang berani usik nanti biar dia yang urus sisanya..." bisiknya.

Floren gemetar, merasakan sakit di kepala lalu dia juga mengerti bisikan Araya tadi, maksudnya sudah pasti bahwa Viano akan membunuh orang yang Araya tusuk!

Hei, Araya! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang