Seusai jam istirahat berbunyi, Araya dan Bela bergegas melimpir menuju kantin guna mencari meja untuk mereka tempati. Biasanya kantin akan penuh sesak jika mereka terlalu lama mengulur waktu, oleh sebab itu Bela langsung berlari menjemput Araya kemudian dua anak manusia tersebut jalan cepat ke sana.
Nafas Bela ngos-ngosan, kepalanya ia letak ke atas meja, "Nafas...gue..." sesaknya.
Araya menepuk-nepuk kepala Bela, dia terkekeh geli melihat aksi lebay yang Bela lakukan. Jalan cepat segitu saja sudah seperti lari marathon berkilo kilo meter saja.
"Lebay banget lo," hina Araya.
Mata Bela menajam, menuding Araya yang terlihat biasa saja bahkan tak terlihat keringat menetes dari keningnya.
"Anjing, kok masih cakep sih?!"
Bela tidak terima, mengapa segitu tak adilnya, Araya masih segar sedangkan dirinya sudah berkeringat!
"Makanya olahraga, badan udah mirip babi 'tuh."
"Temen binatang, langsing singset gini di kata babi, buta?!"
Araya tertawa, akhir-akhir ini temannya itu sensitif sekali. "Pesen sana Bel, sekalian bakar kalori."
Lihat lihat mulut kotor nan penuh dosa milik Araya, memang pantas untuk di tampar.
"Brengsek!" Amuk Bela kesal.
Cewek itu pergi meninggalkan Araya yang menertawakannya, senang sekali bisa menjahili Bela. Tawa Araya mereda, kali ini cewek itu berdehem dan membuka ponselnya, menatap benda pipih tersebut penuh minat. Bukan apa-apa, Araya hanya senang ketika kartu AS miliknya sudah aman berada di tangan bawahan Viano.
Entah mengapa semalam Araya langsung meminta bantuan Viano tanpa perlu sungkan lagi, dia adalah Ayahnya bukan? Memanfaatkan kekuasaan Viano bukanlah sebuah dosa,
Araya sadar bahwa sebentar lagi posisinya akan sedikit terancam, karena jika Viano sudah mengakui bahwa dia adalah Ayah kandungnya padahal selama ini pria itu menutupi hal penting begini berarti akan ada hal yang terjadi. Sudah mengira-ngira mulai dari sekarang, Araya akan menggiring opini khalayak ramai agar bisa menguntungkan posisinya nanti.
Bela kembali membawa nampan berisi dua mangkok bakso serta tak lupa dua minuman segar, meletakkan di atas meja; Araya mengambil salah satunya, meracik saus agar menambah kenikmatan dari bakso tersebut. Barulah Araya menyuapkan makanannya ke dalam mulut.
Bela pun melakukan hal sama, mereka makan dalam keheningan, sampai Araya membuka suara, "Nanti pulang sekolah ayo ke Cafe," ajaknya.
"Cafe mana?" Tanya Bela penasaran, pasalnya jarang sekali Araya mengajaknya pergi ke Cafe, jika pergi bersama pun biasanya mereka akan menghabiskan waktu di Salon atau Mall saja. Araya menyedot minuman dari sedotan, "Cafe yang baru opening,"
"Gas aja, denger-denger Cafenya bagus."
Mendengar pujian Bela, segera Araya tersenyum kecil. Tak tau saja Bela bahwa Cafe yang akan mereka kunjungi adalah miliknya. Sekertaris Viano sudah mengatakan bahwa Cafe tersebut sudah berjalan dari beberapa hari lalu dan cukup menarik minat anak remaja sebab desain kekiniannya.
Tentu saja, Araya mempunyai jiwa bisnis luar biasa yang menarik minat sebayanya.
"Bel, Ar, kita boleh gabung ga?" Saka menyapa sembari bertanya, cowok itu tersenyum kikuk.
Araya dan Bela mengangguk saja, tak mau menolak sebab tau pasti tidak ada lagi meja tersisa hingga orang-orang ini sudi duduk di dekat mereka.
Tangan Araya membuka setiap foto dari sekertaris Viano, tentang interior Cafe miliknya, jujur saja Araya belum pernah melihat langsung sebab terlalu malas juga dia percaya pada Viano yang akan mengurus sisanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hei, Araya! [End]
Fiksi RemajaYang engga vote, durhaka kalian...masuk neraka jalur vvip🙏 [Chapter lengkap] __________________ Selesai mengerjakan skripsi, Rana merebahkan tubuh di atas kasur sederhananya. Sebelum dia terlelap merehatkan tubuh; Rana menyempatkan diri untuk memba...