Ketegangan sementara segera cair ketika Araya berdiri dari duduknya, sembari mengelus punggung tangannya pelan. Dia membungkus tubuh hingga kepalanya menggunakan selimut wortel yang dia dapat, "Lalalili... gue ga liat..."
Araya segera berlari kecil meninggalkan Arga yang tercengang dan Axel tersenyum geli.
Cewek itu lebih memilih menghindar dari keributan, barulah Araya bernafas lega setelah benar-benar keluar dari lingkup pengap tersebut. Sebelumnya, Araya sudah katakan bukan; jika dia ingin menjauh dari karakter novel.
Tetapi selama di perjalanan, Araya sempat terpikir akan suara beberapa saat lalu. Benar... sebelum jiwa Rana yang menempati tubuh Araya----kemana jiwa Araya asli saat ini? Dan apa yang terjadi padanya sampai tubuh ini kosong.
"Araya... itu beneran lo..." gumam Araya pelan pada dirinya sendiri.
Menunggu beberapa menit masih tidak ada balasan sama sekali, Araya semakin bingung, sebenarnya... mengapa hal ini terjadi?
-o0o-
Bela merajuk. Sudah jelas bukan alasannya, pertama Araya datang tiba-tiba dan menyuruhnya untuk memesan makanan kemudian saat Bela memesan Araya malah menghilang.
Araya duduk di pinggir lapangan basket, menemani Bela yang sedang pemanasan. "Pulang lo sana." Sinis Bela.
"Sensi banget bumil satu ini." Goda Araya menaik turunkan alisnya.
Bela meradang, dia segera melepaskan sepatu putihnya dan melemparkan ke kepala Araya. Namun naas, sepatu tersebut malah terbang ke samping Araya----cewek itu menjulurkan lidah guna mengejek Bela.
"Lo makin menjengkelkan ya! Sini lo!"
Araya berlari ketika Bela sudah mengambil ancang-ancang untuk mengejarnya; sontak saja suara tawa Araya dan jeritan Bela terdengar bergema. Mereka berdua berlari mengelilingi lapangan basket.
"Aya sini lo bangsat!" Umpat Bela terengah-engah.
Araya juga terengah-engah namun dia memilih untuk tetap berlari, menghindari pukulan maut Bela tentu saja.
Kedua manusia itu berhenti berjauhan----menjaga jarak.
"Gue cape..." keluh Araya.
Bela mengangguk setuju, "Damai dong Bel... ntar gue jajani deh," bujuk Araya. "Halah, bullshit lo."
"Nih dompet gue nih..." Araya melemparkan sebuah dompet berwarna putih kepada Bela yang segera di tangkap oleh cewek itu; segera senyumnya mengembang lebar. "Deal."
Araya mendekat kearah Bela, mereka berdua berjalan menuju pohon pinggir lapangan. Tubuh Araya segera mengambil posisi tidur membuat Bela mengerenyit dahi, "Lagi simulasi jadi gelandangan?" Tanyanya sinis.
"Ck... sini deh, ga usah bacot." Decak Araya dan langsung menarik Bela untuk tiduran di sampingnya. Kedua perempuan itu menatap langit sambil terdiam, "Gue agak bingung sama perubahan lo," Bela berbicara, tangannya dia arahkan ke atas langit seakan-akan ingin menggapai awan.
Alhasil jantung Araya berdetak kencang, merasa bersalah karena saat ini dialah yang mengisi tubuh Araya bukan Araya temannya. "Tapi... selama itu ga ngerugiin diri lo, gue seneng kok." Bela tersenyum lembut.
Araya ikut tersenyum, "Gue beli minum dulu buat lo." Katanya, dia juga melihat anak basket sudah mulai berkumpul dan beberapa perempuan yang satu ekskul dengan Bela. Sebenarnya; Araya ingin melarikan dulu dari Bela.
Bela mengembalikan dompet Araya, "Yang dingin." Perintahnya arogan.
"Gatau diri." Cicit Araya.
"Apa lo bilang?!"
"Ga ada, buset." Araya segera pergi meninggalkan lapangan dan dia juga sempat bersitatap dengan Lucas, si ketua basket. Sebuah senyum terbit membuat wajah si ketua basket bersemu, Araya terkekeh menikmati.
Pergi menuju kantin sendirian----membeli tiga botol minuman dingin; dan segera membayar.
"A--araya..." panggil Floren dari sebelah Araya membuat cewek itu menoleh. Araya memasang wajah malas.
Tangan Floren saling memilin satu sama lain, "Apaan sih? Gue sibuk." Sembur Araya.
Floren tersentak sejenak----menggigit bibirnya, "Boleh bareng ga?"
"M--maksud aku... kamu ke lapangan tempat Bela, kan? A--aku juga mau ke lapangan, n--nemeni Vano."
Mendengar penjelasan Floren----Araya membuka bibirnya hendak menjawab namun dia tutup kembali.
"B--boleh, kan?" Floren bertanya lagi.
(Jangan)
Bahu Araya tersentak sedetik; segera dia berbalik arah. Menahan debaran jantungnya, suara itu lagi.
'Kenapa?'
Tetapi tidak ada balasan sama sekali. Bulu kuduk Araya meremang, genrenya... tidak berubah kan? Tidak lucu jika genre dari romance menjadi horor.
Araya berjalan meninggalkan Floren----pikirannya sedikit kacau. Perasaan takut dan penasaran bercampur hingga membuatnya melamun sembari berjalan.
Dari arah lapangan, Bela sudah selesai melakukan peregangan----tangannya melambai ke arah Araya, hendak memanggil untuk segera menghampiri; sebuah bola melayang kencang tepat ke arah sahabatnya.
"ARAYA BOLA..."
Teriak Bela kencang.
Brukk
Bersamaan dengan Araya yang mendongak dan berhasil menabrakkan wajahnya ke bola tersebut. Tubuh Araya jatuh ke arah belakang tepat di mana Floren berada, "FLOREN AWAS!"
Brukk
Kedua cewek tersebut jatuh, Araya merasakan pening melanda kepalanya.
Arga berlari cepat menuju Araya dan menarik kasar tangan cewek itu hingga berdiri paksa, "LO HATI-HATI DONG!" Bentak Arga pada Araya yang masih sempoyongan.
Aska menarik kasar tangan Arga, "Lo gila?!"
"ARGA BRENGSEK, MINGGIR LO JAHANAM." Kali ini Bela berteriak murka, mendorong tubuh Arga menjauhi Araya yang sudah kembali limbung jatuh. Devano menolong Floren untuk segera bangun.
Namun, mata cowok itu lebih fokus pada keadaan Araya yang jatuh ke pelukan Bela. Arga melotot tajam pada Araya, "Ga usah drama lo!" Sinis Arga.
Aska mendorong tubuh Arga lagi, kesal akan penglihatan temannya itu, drama apa coba----keadaan Araya saja sudah sadar tidak sadar.
"Apaan sih lo Ka?! Minggir, biar gue kasih pelajaran ratu drama itu!"
"Jangan sampe... gue nonjok muka lo." Desis Aska dingin.
"Cuman kena bola doang Aska! Anak ini memang sengaja mau nyelakain Floren!"
Bela meradang, badan Araya sudah dia senderkan ke dinding terdekat; mengambil langkah ke arah Arga, tangan Bela lantas melayang ke wajah cowok itu. Tidak sampai di sana saja, Bela juga menyambar kerah baju Arga membuat cowok itu semakin kaget, "Sampah, manusia sampah!" Maki Bela.
"B--bel..."
Perhatian mereka semua beralih ke Araya yang sedikit mendongak, "Kayanya... hidung gue patah..."
Lantas mata mereka membelak saat darah mengalir dari dua lubang hidung cewek itu.
"D--darah, Araya!"
Pandangan Araya semakin kabur bersamaan dengan orang-orang yang berlari ke arahnya.
Dan tubuh Araya segera di tangkap oleh seseorang.
.
.
.
.Bersambung...
Vote Hyung, atau kmu ak jedotin ke dinding(≧▽≦)

KAMU SEDANG MEMBACA
Hei, Araya! [End]
Novela JuvenilYang engga vote, durhaka kalian...masuk neraka jalur vvip🙏 [Chapter lengkap] __________________ Selesai mengerjakan skripsi, Rana merebahkan tubuh di atas kasur sederhananya. Sebelum dia terlelap merehatkan tubuh; Rana menyempatkan diri untuk memba...