Langit bewarna jingga menyungguhkan keindahan sore hari, di mana para burung beterbangan dan saling melempar suara-suara indahnya. Matahari mulai bersembunyi sedikit demi sedikit.
Taman belakang rumah keluarga Kesuma penuh aroma mawar menyerbak, Araya di sana memegang selang dan mengarahkannya untuk menyirami tanaman milik Arum.
Hari sabtu sore ini mereka sedang kedatangan tamu tidak di undang oleh sebab itu; Araya lebih memilih mengasingkan diri ke taman belakang. Siapa lagi kalau bukan Devano dan Floren, membuat mood Araya ancur saja. Sesudah menyirami kebun mawar--------Araya berganti mengambil gunting tanaman, berencana untuk memotong satu mawar untuk jadikan hiasan di kamarnya.
"H--halo Araya," sapa orang yang Araya hindari.
Mendengar suara tersebut membuat Araya yang hendak menggunting duri malah memotong habis dahan bunga mawar pilihannya. Dia berdecak keras-keras, kesal akan di ganggu; padahal Araya sudah menghindari bertatap muka.
Floren juga terkejut melihat bunga mawar indah tersebut terbelah menjadi dua bagian di batangnya. "E--eh m--maaf..." kata Floren merasa bersalah.
Araya hanya diam, sekali lagi--------dia memilih mawar yang mekar paling indah dan menggunting dahannya. Sembari memotong duri-duri tersebut, matanya sekilas menatap Floren yang berjalan mendekat. Terlihat jika dia mendekati bunga mawar dan mencium aromanya, Araya sendiri sudah meletakkan mawar pilihannya ke dalam sebuah vas berukuran kecil.
"Araya...kamu sadar ga, kalau kamu itu mirip mawar." Ujar Floren tiba-tiba.
Mendengarnya, Araya sedikit terkekeh. Melepaskan sarung tangan dari kedua tangannya, dia mulai berbicara. "Bukannya itu lo,"
"K--kok aku?" Floren bertanya balik.
Araya mendekati Floren lalu mengambil bunga mawar yang tadi dia potong karena terkejut akan kehadiran Floren, dia meletakkan mawar tersebut di telapak tangannya.
"Cantik, tapi berduri. Mirip banget 'kaya lo,"
Floren terdiam, tetapi Araya tidak berhenti sampai di sana saja. Melainkan gadis itu mulai menghancurkan mawar di telapak tangannya; merematkan mawar tersebut sampai hancur dan dia melemparkan bunga hancur tersebut ke wajah Floren.
"...sayangnya lemah; bahkan bisa gue hancurin pake satu tangan doang."
Araya mengambil vas bunganya tadi, ketika dia hendak melewati Floren--------Araya berhenti berjalan seraya berkata, "Pahamkan maksud gue?"
Araya tersenyum, menepuk bahu Floren beberapa kali lalu melewatinya. Baru selangkah dia berjalan, ekspresi Araya berubah menjadi datar kembali. Seakan-akan dia baru saja melepaskan topeng dari wajahnya, sedangkan Floren; di sana dia berdiri membeku.
Mengapa dia merasa plot aslinya sudah sangat melenceng, jika masih saja seperti ini--------mungkin Floren juga harus mengambil tindakan untuk meluruskan seluruh plot. Ketika sesuai plot, maka dia bisa menguasai setiap pria pemeran utama ataupun pemeran pembantunya.
Mata Floren bersinar penuh ke serakahan, semua pria di sini harus menjilat di bawah kakinya. Dia akan menaiki posisi tertinggi dari semua karakter dan Floren akan menginjak-injak Araya sampai mati.
-o0o-
Hari silih berganti menandakan sudah hampir sebulan dia berada di sini, sadar atau tidak; Rana sangat cepat beradaptasi dan menyesesuaikan kehidupan Araya.
Berkali-kali juga dia menghindari berada di satu tempat yang sama dengan Arum. Tentu saja Araya bukan hanya menghindari namun dia mencari waktu tepat untuk melancarkan rencananya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hei, Araya! [End]
Novela JuvenilYang engga vote, durhaka kalian...masuk neraka jalur vvip🙏 [Chapter lengkap] __________________ Selesai mengerjakan skripsi, Rana merebahkan tubuh di atas kasur sederhananya. Sebelum dia terlelap merehatkan tubuh; Rana menyempatkan diri untuk memba...