Araya duduk diam menatap kosong pada papan tulis di depannya, sejujurnya ia ingin mengamuk menatap deretan unsur-unsur Kimia serta nomor atom di sana. Tidak ada satupun penjelasan dari si guru yang dapat Araya pahami.
Jika sudah begini, haruskah ia belajar dari awal lagi? Pasalnya dahulu selama hidup sebagai Rana, dia lebih memilih mengambil jurusan IPS berbeda dengan Araya yaitu IPA. Pusing melanda kepalanya, belum lagi pelajaran Fisika mendatang.
Dia benar-benar bodoh jika menyangkut jurusan IPA seperti ini.
Menurutnya lebih baik Matematika dari pada Kimia atau Fisika yang membuat kepalanya berkunang-kunang. Semua penjelasan dari si guru hanya seperti angin lalu saja.
Meletakkan kepala di atas meja, Araya memutar mutar pulpen di tangannya, bosan hanya melakukan itu kali ini ia mulai mencoret-coret buku bagian belakangnya. Menuliskan angka-angka tentang sistem penjualan, untung rugi bahkan hal-hal kecil lainnya. Terlalu gabut.
Di depan sana, si guru perempuan menatap geram pada Araya namun tak bisa berbuat banyak, urusannya akan panjang tidak berujung dan berakhir pemecatan. Dia mana mau ambil resiko, menyenggol Araya sama saja seperti mengakhiri karir di sekolah ini.
Tok tok tok
Suara ketukan terdengar, menghentikan proses belajar mengajar, mengalihkan perhatian para siswa maupun siswi yang sedang fokus memperhatikan papan tulis. Kecuali Araya yang masih mencoret bukunya.
"Permisi Bu, saya ada pengumuman penting menyangkut olimpiade Matematika mendatang."
"Silahkan Pak."
Guru laki-laki tadi memasuki kelas dengan membawa buku di tangannya, kaca mata tebal yang ia kenakan lantas di naikkan. Menatap wajah satu persatu dari muridnya hingga jatuh pada wajah berseri-seri Floren, mendesah pelan; si guru tau bahwa berita ini akan memberikan kesedihan kepada Floren kelak.
"Araya Olivia akan menggantikan posisi Floren Novalinda untuk mengikuti olimpiade Matematika, serta Axel Ocean menggantikan posisi Arga Orlando. Sekian informasinya, ada pertanyaan?"
Araya yang tadinya masih asik dengan dunia sendiri lantas mengangkat kepalanya, sebuah senyuman manis terbit dari bibir merah mudanya, mengangkat tangan-------berpura-pura polos lalu bertanya, "Serius Pak saya gantiin Floren?" Suara antusias Araya berhasil membuat Floren geram. Menjengkelkan mendengarnya.
Si guru setengah baya itu mengangguk, membenarkan letak kaca matanya kemudian menjelaskan, "Nilai kamu sudah melampaui batas nilai Floren, saya tidak ingin ambil resiko kegagalan di olimpiade kali ini."
"Secara ga langsung....saya lebih pintar dari Floren 'kan? Mantap."
Menepuk tangan sekali, Araya memangku wajahnya dan tersenyum gila. Tidak perduli akan hawa dingin di sekitarnya.
Arga mengangkat tangan, mengintruksi keheningan yang melanda.
"Kenapa saya ikut di ganti?" Bertanya sengit, Arga menguarkan hawa dingin yang kental dari tubuhnya, terlihat jika ia tak terima di perlakukan seperti ini.
"Axel mengajukan dirinya menggantikan kamu. Seperti yang kalian ketahui, Axel sangat unggul di mata pelajaran Matematika."
Tangan Arga seketika mengepal, Saka di sebelahnya beringsut menjauh secara perlahan, Aska yang duduk di belakang Saka hanya bisa menertawai sikap ketakutan temannya itu. Tak lupa pandangan Aska mengarah pada punggung Floren yang sedikit bergetar, sudut bibir Aska naik menyadari betapa serunya drama kelas hari ini.
-o0o-
Floren berdiri tepat di sebelah meja Araya, terlihat amarah berkobar dari mata jernih miliknya. Melirik jam tangannya, Araya mendengus, tidak pagi, tidak siang, ada saja tikus got penganggu. Hama menjijikkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hei, Araya! [End]
Teen FictionYang engga vote, durhaka kalian...masuk neraka jalur vvip🙏 [Chapter lengkap] __________________ Selesai mengerjakan skripsi, Rana merebahkan tubuh di atas kasur sederhananya. Sebelum dia terlelap merehatkan tubuh; Rana menyempatkan diri untuk memba...