Empat Puluh

79.6K 11.4K 2.4K
                                        

Niko memiringkan kepalanya, sekarang ia sedang menunggu kehadiran Araya yang berkata akan mengajaknya kencan. Iya, kencan.

Sebenarnya sih bukan, Niko saja mengartikan ajakan Araya kencan padahal gadis itu mengajaknya untuk melepas penat saja. Tentunya ada Bela dan juga Jefri; sekarang pria itu meletakkan helm di atas tangki motor.

Masing-masing dari mereka membawa satu helm tambahan, satu mereka berdua kenakan dan satunya lagi mereka letakkan begitu saja sembari menunggu si pemilik memakainya nanti.

Beberapa menit kemudian para murid mulai berhamburan, Jefri memasukkan ponselnya ke dalam saku, "Bentar lagi mereka ke sini." Katanya memberi tau Niko.

Niko mengangguk pelan, ia membuka kaca helm full face miliknya, mencari-cari keberadaan sang pujaan hati.

Araya dan Bela tampak berlari kecil sambil bergandeng tangan menghampiri Niko serta Jefri. Jefri tersenyum lembut, menarik Bela mendekat dan mendaratkan elusan di kepalanya. Niko juga menerbitkan senyuman tetapi senyum tersebut segera luntur sesaat ia melihat bekas kebiruan serta luka di sudut bibir Araya.

Otomatis tangan Niko menangkup wajah Araya, mata pria itu membulat, "Lo abis ngapain?" Tanyanya khawatir.

Araya mengedikkan bahu, tidak mau menjawab. Ingin segera menjauhkan wajahnya dari tangan Niko---terlambat karena sudah lebih dahulu menarik wajah Araya mendekat, jari jempol pemuda itu mengelus hati-hati sudut bibir Araya dan bergerak juga untuk mengelus pipinya.

Mata Araya melebar, Niko seperti memperlakukan dirinya selayaknya benda mudah pecah, ia sangat lembut, elusannya terasa hangat. Bibir Araya yang hendak memprotes segera terkatup rapat. Jantungnya ikut berdetak.

Niko menghela nafas, melepaskan wajah Araya lalu membuka jaket yang dia kenakan untuk di ikat ke pinggang Araya; tidak sampai di sana saja, Niko mengambil plester dari saku seragamnya.

Sebelum menempelkan plester tersebut ke sudut bibir Araya---Niko mengernyit, ukuran plesternya terlalu besar untuk menutupi lukanya, tak kehabisan akal segera Niko membuka tas guna mencari gunting. Kemudian menggunting plesternya menjadi seukuran luka Araya.

Barulah ia menempelkan plester tersebut secara perlahan, takut menyakiti Araya.

Perasaan Araya?

Campur aduk, jantungnya ikut berdebar kencang, hingga Araya dapat merasa bahwa pipinya bersemu merah. Rasanya tuh arghhhhh bamsat.

Tangan Niko bergerak mengelus rambut Araya pelan, "Dasar kucing." Gurau pemuda itu.

Wajah Araya semakin memerah.

Bela dan Jefri selaku penonton hanya menatap jijik temannya, Bela geli akan tingkah malu-malu Araya, sedangkan Jefri jijik sebab perlakuan lembut Niko yang terkenal bringas tak kenal gender. Pasangan menjijikkan! Batin pasangan tersebut.

"Aya lo menjijikkan." Hina Bela kelewat jengah.

Araya tanpa menoleh menjulurkan jari tengahnya, Niko terkekeh gemas, memakaikan Araya helm di kepalanya. Niko juga peka akan wajah bersemu Araya namun memilih tutup mulut dari pada cewek itu mengamuk.

Bela berdecih kesal, menerima helm dari Jefri lalu mengenakannya, Jefri juga tadi sudah memakaikan jaket ke pinggang Bela.

"Lucunya..." cicit Niko pelan.

Sebelum Araya naik ke atas motor Niko di bantu oleh cowok itu, dari arah belakangnya Devano berjalan cepat.

Melihat hal tersebut Niko bergerak cepat untuk turun dan membawa tubuh Araya berada di belakangnya, menyemnunyikan cewek tersebut dari pandangan Devano---pasalnya sekarang ini Niko memiliki firasat buruk.

Hei, Araya! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang