Selama acara berlangsung, Araya tetap berada di dekat Hala, menghalau Floren dan Arum yang hendak mendekat. Araya tidak mengetahui motif kedua manusia tersebut tetapi Hala yakin akan satu hal.
Arum berniat mendekatkan anaknya agar keluarga Weldon mau melindungi Floren sebagaimana melindungi Araya. Memang benar bahwa keluarga mereka melindungi Araya sepenuhnya bukan karena ia anak Arum melainkan karna dia adalah anak Arun dan cucu kandung mereka, lain cerita jika itu Floren.
Floren tak mengaliri darah Viano, untuk apa mereka repot-repot melindungi Floren seperti melindungi Araya?
Araya sendiri hanya menurut ketika ia di seret ke sana kemari oleh Hala. Di kenalkan kepada teman-teman Neneknya, ada beberapa waktu Araya mengirim tatapan memohon kepada Viano untuk menyelamatkannya tetapi kelihatannya jika Ayahnya itu juga enggan membantu. Araya merasa di khianati.
Josh juga menghindari tatapan memohon Araya.
"Nek, Aya mau di seret kemana lagi?" Tanya Araya memelas.
Hala menoleh, memberikan senyum lembut, "Kamu cape? Yaudah istirahat dulu sana, nanti susul Nenek lagi."
"Kalau gitu Aya ke sana dulu," tunjuk Araya ke arah sudut ruangan. Hala hanya mengangguk mengiyakan lalu kembali berbincang.
Araya membelokkan arah tujuannya ke stand makanan, dia melihat-lihat berbagai macam kue-kue cantik di atas meja. Melihatnya membuat perut keroncongannya meronta-ronta untuk segera di isi.
Mengambil piring berukuran kecil, Araya memilih beberapa makanan ringan untuk ia nikmati nanti, ketika piring sudah hampir penuh; barulah Araya berhenti mengambil, ia duduk tenang memakan makanan tadi, tangan satunya dia gunakan untuk memainkan ponsel.
"Lo udah tau?" Tiba-tiba sebuah suara mengalihkan fokus Araya dari ponsel menuju pemuda di sampingnya.
Tanpa menoleh sekali pun, Araya sudah tau siapa pria itu, dia mengedikkan bahu dan memasukkan makaron ke dalam mulutnya.
"Tapi lo diem aja?" Sambung Arga lagi.
Araya meletakkan piring kecil ke sampinya tak minat, kenapa sih, apakah dengan tidak menganggu Araya mereka akan terkena sawan? Selalu saja mengusik.
"Gue harus teriak-teriak ke seluruh dunia kalau sebenernya gue itu anak Viano bukan anak Regan? Lo setres ya,"
"Lagian mau gue anak siapa pun, ga ada urusannya sama lo, mending diem aja."
Mendengar perkataan Araya membuat Arga diam, "Araya! Ayo bicara!" Floren datang mengusik, lagi.
"Ga minat, enyah lo."
Floren menarik tangan Araya agar tidak pergi, dia menahannya, Araya? Ingin menampar wajah Floren serius, "Najis, lepas ga?!" Bentaknya.
"ENGGA! KAMU HARUS IKUT AKU!!" Teriak Floren tiba-tiba.
Seketika ruangan menjadi hening, semua orang mengalihkan perhatiannya ke arah mereka bertiga, ekspresi Araya menjadi buruk, "Aww, sakit Flo...gue salah apa?" Ringis Araya.
Salah satu wanita mendekat, ia melihat wajah kesakitan Araya, "Kamu anak Regan dan Arum bukan? Tolong lepas tangan Nona itu, jangan menggunakan kekerasan di sini." Ujarnya sedikit sinis.
Mata wanita itu melirik Arum dan menyeringai, "Buah beneran jatuh tidak jauh dari pohonnya."
Floren menggeram, melepaskan tangan Araya.
Araya menitikkan air mata, dia menunduk meminta maaf kepada Floren, "Maafin gue Flo...gue salah..." sendunya.
Floren tercengang, bukannya tadi wajah Araya seperti ingin membunuhnya? Tetapi mengapa sekarang dia memainkan peran tersakiti?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hei, Araya! [End]
Teen FictionYang engga vote, durhaka kalian...masuk neraka jalur vvip🙏 [Chapter lengkap] __________________ Selesai mengerjakan skripsi, Rana merebahkan tubuh di atas kasur sederhananya. Sebelum dia terlelap merehatkan tubuh; Rana menyempatkan diri untuk memba...