Tujuh

142K 18.3K 561
                                    

Suara tawa miris Araya terdengar; menertawakan kebodohan dari saudara kembarnya.

"Kenapa harus gunain orang lain... kalau gue sendiri juga bisa hancurin kalian semua?"

Kali ini Arga terdiam. Floren menunduk ketika tatapan tajam Araya mengarah padanya.

"Lucu banget asli." Araya tertawa sumbang, meruntuki pikiran sempit mereka.

Jika Araya mau, dia dengan mudah menghancurkan semua orang di ruangan ini, sebab Araya sudah memegang kartu as di tangannya.

Katakter dalam novel yang di tulis Ina tidak semurni dan sebersih itu, buat apa Araya susah payah mendekati Niko? Toh, Araya juga ingin menjauhi babu milik Floren.

Araya hanya ingin hidup aman dengan sendok emas di bibirnya.

"Jauhin Niko." Perintah Devano dingin.

Mengedik bahu, "Bukan urusan lo." Araya kali ini keluar dari ruangan gila di belakangnya.

Idiot.

Satu kata yang pantas mendeskripsikan tempat serta orang-orang di sana.

***

Bela mengoceh tentang tingkah Radit tadi, menyumpahi mantan pacarnya itu sepanjang jalan mereka menuju parkiran. Jam pulang sekolah sudah berbunyi satu menit lalu.

"Berisik banget orang kampung ini." Decak Bela kesal, dalam hati Araya menyetujui perkataan Bela.

Sampai mereka membelah kerumunan, di sana berdiri berhadap-hadapan anggota inti Demetri dan TheBlood; Devano maupun Niko saling bertukar pandang.

Salah satu anggota TheBlood menatap Araya lalu tersenyum gila seraya melambaikan tangan. "BU BOS~~~" teriaknya kencang membuat perhatian dua ketua geng menoleh.

Bela melongo begitu pula para murid yang berkumpul, Araya menunjuk diri sendiri kemudian mendekat bersama Bela setelah mendapat anggukan dari empat anggota TheBlood.

Sinting.

Jika Demetri idiot, maka label untuk TheBlood adalah sinting.

Arga menahan tangan Araya yang hendak mendekati Niko.

"Bu bosnya di tahan." Desah mereka kecewa.

Benar, Araya yakin jika anggota Niko itu sinting.

"Lepas Arga." Tekan Araya.

Di hempasnya kasar tangan Arga hingga terlepas, cewek itu menghampiri Niko sambil mengikat jaket kebanggan Niko ke pinggangnya. Bela mengekori Araya, "Aya, Belbel pulang duluan deh." Gerutu Bela padahal niatnya dia ingin mengajak Araya untuk berbelanja.

"Ntar sore gue jemput." Bisik Araya seakan paham isi hati Bela.

Kepergian Bela tidak merubah apapun, Devano menatap tajam Araya dan Niko bergantian. Araya lekas menaiki motor Niko, terasa banyak tatapan tajam menuju ke arahnya; memelototi akan sikap Araya sekarang.

Niko tersenyum lebar, puas akan pilihan Araya.

Arga melangkah maju----menahan tangan Araya.

"Jangan banyak drama. Turun lo!"

Menghempas tangan Arga kasar dan memberi tatapan cemooh, kemana Arga yang membenci sentuhan Araya, giliran dirinya mulai membentangkan tembok jarak untuk menjauhir akhir kematian jadi kenapa kematian yang mendekatinya.

Hei, Araya! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang