Lima Puluh Dua

70K 8.7K 2.9K
                                        

Hala cemberut sembari terus mengadon kue, ia cemburu karena Araya membanggakan Susan karena kuenya sangat lezat. Hala juga bisa!

Iya bisa!

Bisa gagal.

Hala tidak pandai untuk urusan dapur, wanita tua itu pandai dalam urusan lain, seperti bisnis, menyenangkan suami, menyenangkan Josh, membuat Josh tertawa, menjahili Josh, hanya itu yang Hala bisa. Tetapi kini ia bertekat agar Araya membanggakannya juga!

Josh ikut membantu, membantu do'a. Kepalanya sudah pusing melihat tekad serta kegigihan sang istri, sudah ada satu loyang adonan gosong karena Hala.

Tadinya Josh ingin membantu tapi Hala melarang sebab katanya nanti malahan Josh mengerjakan segalanya.

Josh itu serba bisa, Hala kesal, mengapa Josh terlalu sempurna! Saat awal pernikahan, Josh lah yang memasak, dia bisa melakukan hal apa pun untuk menyenangkan Hala.

"Nenek ngapain dari tadi?" Araya datang menghampiri Hala, dia masih setia memeluk toples pemberian Susan di pelukannya, mulut cewek itu juga masih terus mengunyah. Josh terkekeh, cucunya ini malah semakin membakar semangat Hala saja. Bisa-bisa dia membawa benda yang sedang Hala cemburuin.

"Mau bikin kukis, emang di kata cuman calon mertuamu aja yang bisa!"

Araya meletakkan toples kuenya, "Nenek juga bisa? Wah hebat! Ayo Aya bantu." Hala semakin cemberut, dia mana bisa tapi jika menolak nanti harga dirinya semakin merosot! Menerima bantuan Araya juga membuat harga dirinya terjun payung, yang ada Araya akan tau bahwa  Hala tak bisa membuatnya.

Josh paham akan kefrustasian Hala menghampiri, "Biar Kakek aja yang bantu, kamu tungguin Viano aja sana."

"Aya mau bantu ihh, Kakek masa ngusir!"

Josh mengibas-ibaskan tangannya petanda mengusir Araya, cewek itu semakin memajukan bibirnya tapi tetap menurut. Ia ingin memberikan kue buatan Susan pada Viano, agar Papanya dapat merasakan enaknya kue buatan Mama Niko.

Araya tadi setelah di antar Niko langsung bergegas mandi, ia sekarang memakai piyama bermotif kentang berlengan pendek. Padahal masih sore untuk ia memakai piyama, masa bodoh juga, Araya ingin melakukan apa yang belum pernah dia lakukan.

Menghidupkan televisi, Araya menekan-nekan tombol remote; mencari saluran yang bermutu untuk dia tonton, pasalnya siaran sekarang sangat tidak amat bermutu, tidak jelas, tak berbobot, mengajarkan anak bangsa semakin bodoh saja. Padahal jaman dahulu tidak seperti sekarang, majunya jaman bukan menambah wawasan yang ada malah tontonan tak bermutu.

Araya heran, bagaimana staff saluran bisa menayangkan produk seperti itu? Mereka sudah pasti lulusan sarjana 'kan? Tapi mengapa mereka menayangkan tontonan....arghh Araya susah menjabarkannya.

Dunia semakin gila.

Sekian lama Araya menekan-nekan tombol akhirnya ia memilih untuk mematikan televisi, mengambil ponsel saja.

Niko
| kamu kenal Axel?

Anda
ketua osis 'kan? |
kenal nama doang, knp? |

Niko
| dia suka kamu

Araya terdiam, tiba-tiba merinding. Apa-apaan Niko ini,

Anda
aneh lo |

Niko
| nanti aku hubungin lagi

Mematikan layar ponselnya, Araya lalu mendesah.

-o0o-

Hei, Araya! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang