Di negara berbeda, seorang pria baru saja mengelap bercak darah dari pipinya menggunakan ibu jari. Matanya menatap kosong pada seorang mata-mata yang tergeletak tak bernyawa di dekat kakinya.
".....Lemah," suara rendah tak bernyawa tersebut keluar dari bibir pria yang sedang memasukkan pistol ke dalam sakunya.
Para bawahannya menatap takut pada atasan mereka, bernyawa namun seperti tidak bernyawa. Pandangan mata atasannya selalu menunjukkan kebosanan, pandangan kosong, dan tatapan siap mati kapan saja.
Dia datang menghampiri sekertaris; mencakup sebagai tangan kanannya, dia menerima sebuah botol air mineral. Selama menenggak air mineral tersebut, mata tanpa nyawa miliknya memperhatikan layar tablet yang menampilkan seorang anak remaja perempuan.
"Tuan...ada beberapa kejadian menyangkut Nona Muda."
Mendengarkan perkataan tangan kanannya, dia terlihat tertarik lebih dari apapun; seperti menemukan oasis di padang pasir. Sang tangan kanan mendekatk Tuannya, berbisik sepelan mungkin agar tidak ada yang mendengar selain Tuannya.
"Ada kejadian, Nona Muda mengiris telapak tangannya menggunakan pecahan gelas kaca."
Botol di genggaman Tuannya jatuh, seperti tersambar petir di siang bolong--------matanya berkedip panik, dia tidak pandai mengungkapkan sesuatu tetapi tangan kanannya cepat tanggap dan segera membawa Tuannya untuk keluar dari ruangan pengap tersebut.
Nafas Tuannya tidak stabil, "Siapkan Jet pribadi...kita pulang sekarang juga." Perintahnya tajam.
Sang tangan kanan mengangguk sopan, lantas dia langsung menghubungi seseorang untuk segera melaksanakan perintahnya.
Selama itu pula, dia mengabil kalung dari lehernya. Dia membuka bandul tersebut dan munculah gambar dua orang perempuan cantik, salah satunya masih bayi merah yang tersenyum kecil dan satunya lagi adalah seorang wanita dewasa tersenyum lebar seraya mengelus perut buncitnya.
Dia membawa bandul tersebut ke bibirnya, mengecup penuh kerinduan, "Sebentar lagi Arun, saya akan bawa bayi kecil kita."
Matanya kembali menatap kaca bening yang menunjukkan hamparan gedung bertingkat. Cahaya kelap kelip juga tak lepas dari pandangan.
Mata gelapnya memandang jauh ke ingatan tujuh belas tahun lalu, di mana dia senang dan sedih dalam satu waktu. Istrinya merenggang nyawa demi anak mereka; tangannya mengepal erat--------kelahiran anaknya harus prematur serta kehilangan istrinya di saat bersamaan.
Viano menggeram marah. Dia menjamin dengan nyawanya akan menghancurkan si pelaku dari kematian istri tercintanya dan membawa kembali buah hati mereka.
-o0o-
Araya kembali sekolah seperti biasa, perbedaan kali ini adalah Regan mengatar ke sekolah bukannya sang sopir seperti biasa. Terlalu khawatir katanya.
Dia memasuki gedung sekolah, seperti biasa; Araya akan menjadi pusat perhatian, apa lagi tentang kejadian sehari lalu di mana dia berhasil memecahkan gelas hanya dalam genggaman saja.
Tanpa mengiraukan tatapan orang-orang, Araya berjalan melewati setiap kelas dengan langkah ringan. Dia meletakkan tas sekolahnya di atas meja, menelungkupkan kepala ke atasnya; sembari memejamkan mata. Rasa denyut mulai terasa, agaknya Araya menyesal memecahkan gelas serta melukai tangannya.
Brakk
Suara pukulan meja terdengar nyaring, sumbernya berasal dari meja Araya; di mana Arga menatap tajam padanya, tangan cowok itu membentuk kepalan kuat memerah di sebabkan oleh pukulan ke meja.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hei, Araya! [End]
Teen FictionYang engga vote, durhaka kalian...masuk neraka jalur vvip🙏 [Chapter lengkap] __________________ Selesai mengerjakan skripsi, Rana merebahkan tubuh di atas kasur sederhananya. Sebelum dia terlelap merehatkan tubuh; Rana menyempatkan diri untuk memba...