Lima Puluh Delapan

52.1K 6.9K 2.1K
                                    

Boleh tidak jika Araya mengaum di sini? Tidak, maksudnya Araya; boleh dia mencekik kedua temannya?

Araya menatap kesal kearah Bela dan Eka di kelompok seebelahnya, seakan ingin membunuh panitia pembagi kelompok ia mengepalkan tangan.

Mengapa dua manusia itu bisa satu kelompok sedangkan dirinya tidak?!

Lihat saja, sehabis acara ini...Araya akan pukul wajah panitia di depan sana. Keterlaluan, jika ia berkelompok dengan orang lain---Araya akan biasa saka tetapi mengapa ia satu kelompok dengan Floren?! Anjir.

"Araya kek mau meledak anjir," bisik Bela pada Eka, "Mukanya 'kaya mau bunuh orang." Eka menambahkan. Kedua gadis itu mengangguk setuju.

"Panitianya pasti bakal Araya injek, gue yakin banget."

"Baik! Buat para siswa mau pun siswi di harapkan untuk tidak berpisah dari kelompok masing-masing! Jika ada yang hilang maka akan merepotkan panitia semuanya!"

"Bacot, buruan mulai."

Jangan tanya itu siapa.

Perhatian guru, siswa, siswi serta panitia langsung mengarah pada Araya.

Iya, Araya.

Si pembuat onar, Niko saja hampir tertawa melihat wajah jutek gadis itu. Si panitia terlihat geram, ia menunjuk Araya, "Yang tadi memotong pembicaraan segera maju ke depan!"

Menunjuk dirinya sendiri, Araya tersenyum sinis, "Siapa lo berani ngatur gue?"

Bela menepuk keningnya, "Araya setan, astaghfirullah."

Mendengar Bela istighfar, Eka segera menepuk pundak gadis itu, "Lo kristen Bela!"

"Iya, iya, maaf."

Eka jadi pusing, sepertinya hanya dia saja yang waras antara mereka bertiga.

Kembali pada Araya, ia kini memasukkan tangannya ke dalam saku hoodie milik Niko yang tadi pemuda itu berikan, "Udah deh buruan!" Sekarang Araya membentak ketua panitia tadi.

Ingat ya, Araya dendam pada si brengsek itu. Persetan sopan santun. Bakal Araya tonjok wajahnya hingga babak belur nanti.

"Saya bilang maju!" Tak mau kalah, ketua panita ikut meninggikan suaranya.

Mendengar bentakan dari ketua panitia, Niko jadi tersulut emosi, ia ingin menarik kepala pria itu namun segera di halangi oleh Haikal dan Galih, ya, walau mereka juga sedikit takut. Wajah Niko seperti ingin mengantarkan lawannya menuju neraka saja.

Karna Niko sedang di tahan, jadinya Jefri maju untuk menengahi, Araya keras kepala dan tak ingin di bantah, lebih baik menyuruh ketua panitianya saja untuk mengalah.

"Kamu tidak di ajarin sopan santun! MAJU!"

"Engga, kenapa? Mau ngajarin lo?" Araya membalas dengan wajah santai, sesekali ia bahkan melihat kukunya seakan mengolok-olok lawan bicaranya.

"Araya cukup," kata salah satu guru di sana.

"Buruan mulai, gue cape mau tidur."

"Anak sialan!" Umpat ketua panita.

Niko tak bisa menahan lagi, ia mendorong tubuh Haikal dan Galih kemudian menghampiri ketua panitia yang entah siapa namanya lalu dia tendang bahkan sebelum Jefri bisa menghentikan.

Brukk

Semua mata membulat, dengan wajah tanpa ekspresinya; Niko menendang punggung pria tadi hingga terjerembab ke depan. Wajahnya mencium tanah di hadapan banyak mata.

"Berdiri," perintah Niko tak mau terbantah.

Karena tidak langsung bergerak, kaki Niko malah menginjak punggung pria tersebut kuat-kuat. "Jaga ucapan lo," bisiknya ke telinga ketua panita.

Hei, Araya! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang