Empat Belas

115K 16.2K 1.1K
                                    

"Kalau salah 'tuh ngaku aja! Lo emang iblis sialan!" Jia melototi Araya; membuat cewek itu terkekeh sinis, "Mau liat gimana kelakuan iblis?" Araya bertanya manis.

Tangannya mengambil gelas random, membawanya tepat ke atas kepala Jia--------kemudian Jia dapat merasakan air dingin membasahi kulit kepalanya.

Melihat kelakuan Araya, lantas Radit selaku kekasih Jia bergegas untuk mencekal tangan Araya.

"Mau jadi pahlawan lagi?" Kini Bela ikut mencekal tangan Radit, alhasil mereka bertiga saling mencekal satu sama lain. Radit hanya terdiam menatap tangan Bela yang mengeggam kencang pergelangan tangannya, Radit dapat merasakan kuku panjang cewek itu sedikit menusuk kulitnya.

"Lepasin tangan berkuman lo." Suruh Araya jijik.

Mendengar perkataan Araya dan mendapati tatapan benci dari Bela; Radit melepaskan cekalannya dan secepat itu pula Bela menjauhkan tangan miliknya dari Radit. Araya menggeliatkan alis--------memgambil tisue basah dari kantongnya lalu mengelap bekas tangan Radit.

"Ambil, jangan sampe bakteri dari kacung Floren nempel di tangan suci lo." Kata Araya, dia memberikan tisue basahnya kepada Bela.

Mata Radit melebar ketika Bela melakukan hal yang sama pada tangannya, cowok itu merasakan jantungnya sakit untuk sesaat.

"Araya...lo bener-bener keterlaluan," Arga berdesis, mata hitamnya memancarkan amarah membara. "Minta maaf." Devano menimpali, dia menatap pada luka lecet di telapak tangan Floren.

"Keterlaluan kata lo? Lucu..."

Araya menundukkan kepalanya; menatap lantai dan membayangkan tentang penderitaan Araya asli di novelnya. Keterlaluan kata mereka? Gigi Araya saling bergemelatuk menahan amarah.

"Kalian selalu nyalahin gue tanpa tau kebenarannya, dan sekarang lo bilang gue keterlaluan?" Gumam Araya, suaranya terdapat emosi tersendiri di dalamnya. Mereka semua menatap Araya, dia mengeratkan genggamannya pada gelas guna menyalurkan emosi.

Sampai gelas tersebut menimbulkan suara retakan dan pecah di tangan Araya, tetapi dia masih tetap menggenggam kaca hingga tangannya berdarah.

"Lo bilang...gue keterlaluan?"

Mereka semua terdiam, terlebih lagi Floren yang tertegun menatap tetesan darah mengalir dari telapak tangan Araya. Devano seketika terdiam kaku, rasa bersalah juga merayap ke relung hatinya, dia hendak berdiri tetapi Floren segera menarik ujung seragam Devano; melarangnya untuk mendekati Araya.

Mendongakkan kepalanya, penampilan Araya membuat mereka sontak menahan nafas. Bela tau bahwa Araya sangat marah saat ini, dia bergegas mengambil tangan Araya dan berusaha membuka tangan berisi kaca tersebut.

"Floren lo jangan diem aja bajingan!" Pekik Bela, dia panik menatap tangan berdarah Araya.

Atas pekikan Bela; tubuh Floren menegang. Tetapi cewek itu hanya diam menutup rapat bibirnya, seakan enggan menjelaskan kejadian sebenarnya kepada mereka.

"Sialan kalian semua." Desah Araya, berangsur-angsur wajahnya mulai kembali tenang, dia membuka telapak tangannya dan menghela nafas panjang. Ekspresi wajahnya sudah normal kembali, "Sekolah kita ada teknologi bernama CCTV; jangan kolot." Jelas Araya, kali ini Floren mendongak--------wajahnya berubah pucat. Baru sadar akan CCTV dekat dengan meja Araya.

Hei, Araya! [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang