31.

1.5K 79 4
                                    

***

Pagi ini cuaca cukup mendung. Hari ini aya akan bersekolah, sebenarnya ia sedikit tak enak badan, badannya meriang sejak tadi subuh, dan juga luka ditangan dan pahanya masih sedikit perih jika terkena air. Tadi subuh, Aya bangun dengan mata yang susah di buka, lantaran matanya sembab karena terlalu banyak menangis.

Aya sudah mempersiapkan diri untuk bersekolah, tapi ia lupa satu hal, yaitu memasak sarapan untuk keluarga nya. Dengan lemah ia bergulat sendiri di dapur, Aya sedikit kesusahan karena tangannya masih sakit.

Setelah semua siap, aya meletakkan semua hidangan di atas meja. Bersamaan dengan keluarga ayah dan bunda dari kamar, disusul oleh sita dan laras.

"Pagi.. " Ucap aya ingin menyapa keluarganya.

Tak ada yang menjawab, semuanya diam sambil mengambil duduk di kursi. Aya tersenyum kecut, lalu memberikan semuanya piring satu-persatu.

"Masih inget pulang kamu? " Ujar ayah tiba-tiba, matanya sama sekali tak menatap aya.

"Ahh iya, aya ada kerja kelompok kemarin makanya pulang telat. " Balas aya tersenyum simpul, ia senang karena ayah masih memperhatikan dirinya, walaupun nada bicaranya sangat tak bersahabat. Aya sangat ingin menjawab jujur, tapi tak akan ada gunanya.

"Bohong. Tadi malem sita liat dia pulang dianter sama cowok. Pasti habis macem-macem kan? " Tuduh sita.

"Bener? " Tanya ayah dingin, menatap Aya tajam.

"I-iya yah, dia itu temen Aya yang--"

"Oh. Berenti bicara. " Potong ayah cepat.

Bahu Aya merosot ke bawah, kecewa.

"Bunda? Bunda lagi sakit ya? Kok mukanya pucet? " Tanya Aya khawatir melihat bunda yang seperti tak berselera makan.

"Sedikit nggak enak badan. " Jawab bunda memainkan makanannya.

Dengan gerak cepat Aya berlari ke dapur untuk mengambil kotak p3k dimana berbagai obat sudah Aya siapkan sebelumnya.

"Bunda minum obat dulu. " Ujar Aya membukakan kotak obat tersebut dan memberikannya pada bunda.

"Ini bukan racun kan? " Tanya nya menatap Aya curiga.

"Bukan, masa aya--"

"Udah" Dalam hitungan detik bunda meminum obat itu membuat Aya terkaget.

Setelah itu Aya kembali ke kamarnya untuk mengambil tas, Aya tak ikut sarapan karena tak ingin membuat mood keluarganya memburuk di pagi hari. Tenang, nanti ia akan makan di sekolah, Aya sudah membawa bekal dari rumah agar menghemat.

Aya sudah selesai, ia keluar dari kamar sambil menggantung ranselnya pada pundak tegap itu. Aya menutup pintu, saat ia menutup pintu, dahi Aya menyatu bingung melihat keluarganya sudah  berdiri di tempat sofa yang tak terlalu jauh dari kamarnya.

"Ayah, kenapa? " Tanya Aya masih bingung.

Dugh!!

Bukannya menjawab, ayah malah melempar asbak marmer yang besar tepat di kepala Aya dengan keras.

Gadis itu tersentak sambil memegangi kepalanya yang pening, darah mengalir dari sana. Sangat sakit, Aya meringis kesakitan. "Aakkhhh"

"ANAK KURANG AJAR!! " Teriak ayah sambil berlari ke arah Aya lalu mencekik Aya dengan kedua tangan. Wajah lelaki paruh baya itu memerah karena amarah.

"A-aakkhh!! A-ayahkk!! Sa-kit!! " Suara Aya tercekat karena cekikikan itu terlalu kuat.

"DASAR JELANG!! KAMU SAMA SEPERTI IBU KAMU YANG MURAHAN ITU!! " Teriak ayah tanpa melepaskan tangannya pada leher Aya.

Setitik Luka Untuk Aya [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang