036.

306 25 94
                                    

Your life isn't your's if you always care what others think.

__

DISISI lain, Jayden tengah berkutik dengan berkas-berkas penyelidikan kasus yang tengah dijalani anak buahnya. Sampai sebuah dering telephone berbunyi di atas Meja kerja Pria tersebut.

KRINGGG!

"Halo," ucap Jayden mengangkat telephone tersebut.

"Ok, langsung ke Ruangan saya saja." balas Jayden sebelum akhirnya menutup telephone yang berada ditangannya itu.

TIT!

Smartdoor Ruangan Jayden pun terbuka, menampakkan Asistennya dan satu anggotanya yang seumuran dengan Jevo. "Selamat siang, Dan!" ucap anggota tersebut sembari hormat.

"Selamat siang," balas Jayden menjabat tangan lelaki itu. "Ada keperluan apa?"

"Saya kesini ingin melaporkan tentang penyelidikan kasus 2 hari yang lalu, Dan!"

"Ya. Sampai mana saja? Dan apa yang sudah kalian temukan." tanya Jayden kepada sang lelaki berwajah sangat tegas itu.

Sang lelaki bersuara lantas. "SIAP! Penyelidikan ternyata dibuktikan bahwa korban memang dibunuh dan pelaku sedang di urus masuk ke tempat tahanan, Dan!" ucapnya. Membuat Jayden mengangguk paham.

"Ya. Terimakasih atas laporannya. Sekarang kamu boleh kembali," perintah Jayden, "SIAP LAKSANAKAN! Satu lagi Dan."

"Ya, apa itu?"

Lelaki itu menjulurkan tangannya untuk berjabat tangan, membuat Jayden sedikit kebingung tetapi langsung menjabat tangan lelaki itu. "Selamat atas kemenangan Puteri, Komandan. Di ajang perlombaan Dunia balap kemarin, Dan!" ujarnya dengan ekspresi yang sama datar namun tegas.

Jayden menghela nafas gusar. "Ya. Terimakasih kembali. Silahkan kembali bertugas!" perintah Jayden dilaksanakan oleh lelaki itu.

***

Ketiga gadis cantik itu sudah berada di parkiran, namun Tsabina ingat sesuatu. "Kalian pulang duluan aja, gue gak bawa mobil. Gue nunggu jemputan dulu, sekalian mau balik ke kelas ada yang ketinggalan," kata sang puan lalu berlari masuk ke dalam Gedung sekolah.

"Tar, lo ngerasa gak sih Tsabina lagi gak fokus banget hari ini? Terus tumbenan gak bawa mobil apalagi motor." ucap Nadine menatap ke arah gadis disebelah nya.

Tara merangkul pundak Nadine, "Santai. Emang gitu kan anaknya, susah di tebak." balas Tara mengajak gadis itu ke luar pagar sekolah.

Langkah demi langkah serta suara sepatu gadis itu terdengar jelas di sepanjang lorong kosong. Menaiki anak tangga dengan tergesa dan bersemangat, sampai akhirnya gadis cantik itu sampai jua di depan 11 IPA 1. Tsabina pun langsung masuk ke dalam kelas tersebut dan mengecek kolom mejanya, menemukan barang yang sedari tadi ia hendak ambil. Buku Novel.

"Hufttt.."

Setelah membawa buku Novel tersebut, gadis itu sedikit berjalan dengan tenang. Berbeda dari awal gadis itu hendak mengambilnya, penuh semangat dan tergesa-gesa.

"Novel baru?" tanya seorang lelaki dari arah belakang Tsabina. Dan berjalan disamping sang puan menyamakan langkahnya.

"Ngapain sih ni orang ada mulu, udah kaya setan aja." Gumam Tsabina,

Lelaki itu mengeluarkan senyum smirk nya, "Maksud lo.. gue setan ganteng?" tebak Arka mendapat tatapan yang susah di artikan oleh gadis disampingnya saat ini.

Sesampainya didepan parkiran, gadis itu terus berjalan ke arah gerbang sekolah. Menyisakan Arka di parkiran seorang diri. Gadis itu tengah asik mengotak atik ponselnya untuk memesan Taxi online untuk bisa pulang ke rumah. Namun, satu orang driver pun tak ada yang menerima pesanan sang puan. Membuat gadis itu sedikit frustasi. Sedikit, gak banyak.

Suara klakson motor sport terdengar di telinga Tsabina. Mendapati Arka yang tengah melepas helm fullface nya dan menawarkan sebuah tumpang untuk gadis cantik itu.

"Pulang bareng gue aja. Nungguin taxi keburu kesorean, ntar orang rumah nyariin lo lagi."

Tsabina mengalihkan pandangannya ke arah Jalanan, jaga-jaga siapa tau ada taxi yang lewat ia bisa pulang tanpa tawaran lelaki di depannya saat ini. Arka yang tahu bahwa Ego gadis itu tengah tinggi-tingginya, semakin memancing. "Yaudah kalo lo nggak mau, gue pulang duluan." ucap Arka sembari memasang kembali helm miliknya,

"Semangat cari kendaraan buat pulang!" kata Arka menyalakan motor sport tersebut. Dan melaju cepat berputar arah ke arah jalanan rumahnya.

Gadis itu sama sekali tidak terganggu dengan ucapan Arka barusan. Tetapi ia sangat menyayangkan sedikit karna tidak menerima tumpangan yang lelaki itu berikan padanya. "Ah elah,lo kenapa sih Sa. Kenapa gak lo terima aja sih tumpangan si cowo rese! Kan lo juga yang susah nyari taxi." Kesal sang puan sembari mendudukan diri di kursi Halte.

Sampai suara knalpot yang cukup ia kenal terdengar kembali. Menampakkan seorang lelaki dengan jaket denim serta motor sportnya berhenti tepat di depan Halte, tempat dimana Tsabina berdiam diri.

"Naik." perintah Arka,

Tsabina mengerutkan dahinya bingung, "Ngapain balik? Gue gak minta buat di anterin balik sama lo." balas Tsabina masih enggan menerima tawaran oleh Arka.

Lelaki itu berdecak sebal. "Lo kenapa susah banget sih di atur? Tinggal naik doang terus gue anterin pulang aja pake debat dulu." ijar lelaki itu. "Iya lo emang bener gak minta di anterin balik sama gue, tapi gue yang mau. Gue gak mau ninggalin cewe sendirian disini" tutur Arka panjang lebar membuat gadis itu akhirnya menurut.

Baru jalan beberapa meter, motor yang ditumpangi oleh gadis itu berhenti kembali di pinggir jalan. Lebih tepatnya di depan sebuah toko yang tidak terlalu besar namun tidak terlalu kecil jua. Lelaki itu turun dari motornya dan masuk ke dalam toko tersebut, seperginya Arka dari toko itu, ia membawa sebuah barang dan diserahkan kepada sang gadis.

Helm. Tsabina menatap bingung ke arah lelaki itu, "Pake. Kalo ntar di jalan di stop Polisi, gue juga yang repot ngurusnya." ujar Arka mengingatkan dan hendak membantu gadis itu memasang tali pengikat atau Retention system / safety first.

Namun, tangan besar itu di tepis oleh Tsabina. Membuat Arka menatap tajam ke arah gadis tersebut, "Gue bisa pake sendiri." ucap Tsabina menatap sinis.

Setelah menempuh perjalanan macetnya Ibu Kota Jakarta, karna bertabrakan dengan jam pulang kantor. Akhirnya keduanya sampai juga di Rumah mewah nan megah itu, Tsabina melepas helm yang Arka beli barusan dan masuk ke dalam Rumahnya dengan pagar yang sudah dibuka oleh Sopir. "Sama-sama." ucap Arka sedikit keras karna posisi sang puan sudah berada jauh darinya.

"SHUT UP!" Balasnya tak kalah keras. Membuat Arka mengeluarkan senyum smirk nya.

Tsabina melangkah masuk dan seperti biasa, disambut oleh pembantu yang ada di Rumahnya. Bi Surti mengambil tas sekolah milik anak majikannya, dan juga mengambil jas sekolah gadis cantik itu. "Di anterin siapa, Non?" Bi Surti bertanya.

"Pacar, Non ya?" tebak Bi Surti yang langsung dibantah oleh gadis itu.

"Bukan Bi."

Bi Surti tersenyum, "Tapi ganteng loh Non. Bibi tadi liat kok, cakep bangettt masnya. Sayang tau non ganteng ganteng gitu gak diakuin." goda Bi Surti semakin membuat Gadis itu menggeleng dan tersenyum sembari melepas sepatu dan kaos kaki-Nya.

"Kalo bibi mau, ambil aja."

Pembantu yang memang sudah mengurus gadis itu sejak kecilpun dibuat terheran-heran oleh lontaran kalimat yang sang puteri ucapkan, "Oalah non non, mana bisa kaya gitu." Balas Bi Surti.

***

BUTTERFLIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang