034.

308 27 117
                                    

The best view comes after the hardest climb.

__

JAYDEN memasuki kediamannya dengan langkah terburu-buru, dan melirik ke seluruh penjuru Rumah. Sampai akhirnya Bi Surti serta kelima pembantu lainnya ikut menyapa sang tuan, yang langsung dibalas dengan pertanyaan mendadak.

"Selamat datang, Pak." sapa pembantu yang lain,

"Bi Surti,"

"Iya, Pak!"

Jayden berkacak pinggang, "Audine sudah pulang?" tanyanya dengan raut wajah serius. Bi Surti menggeleng pelan, "Belum, Pak. Satu jam yang lalu barusaja menelphone ke telphone rumah, katanya masih ada ekskul fotography." ucap Bi Surti.

Lelaki dengan baju dinas dipadukan dengan jaket kulit diluar nya itupun mengangguk paham. "Makasih, Bi." balas Jayden lalu beranjak masuk ke dalam kamarnya.

Disisi lain, sudah ada sekitar 25 orang di ruangan Fotography. Tentunya ada Naka, lelaki yang dikabarkan tengah dekat dengan Tsabina di berita yang berbanding balik dengan fakta yang sebenarnya. Hampir sebagian orang di ruangan itu berbisik membicarakan tentang dirinya dan lelaki tampan itu. Ditambah lagi, keduanya sedang berdekatan, hanya terhalang satu orang dari tempat Naka berdiri sekarang.

"Psst.."

"PSSSTTT!"

Naka, lelaki itu akhirnya menengok ke arah gadis yang sedari tadi mengusik dirinya. Lelaki itu tetap diam tak berniat membuka mulutnya sedikitpun. Hanya menatap Tsabina dengan tatapan yang Tsabina yakini pasti Naka tengah membicarakan dirinya di dalam hati lelaki itu seperti ini, "Apaansih nih cewe, ganggu banget." Ia yakin sekali pasti seperti itu.

"Ka, lo ngerasa gak sih semua orang lagi ngomongin kita? Plus lo juga pasti udah baca kan berita yang lagi heboh di sosmed." bisik Tsabina kini mendekat ke arah lelaki itu.

"Ka! Ngomong dong, jangan diem aja." Tsabina semakin berbicara di samping Naka. Sampai akhirnya seorang Teacher yang ahli di bidang Fotography, memasuki ruangan tersebut.

Kenalin, lelaki muda berusia 26 tahun yang berada di depan sana, adalah teacher yang akan membina ekskul Fotography ini. Nama teacher nya, Ferry. Tampan dan tentu saja sudah memiliki seorang kekasih.

"Ok, disini udah Sir siapin beberapa objek buat kalian Foto hari ini. Sir nggak bisa nemenin kalian hari ini, jadi kalian masing-masing aja ya. Hasil Fotonya paling lambat di kirim ke Sir malam ini ya, ke email Sir. Thank you, guys!"

Seperginya Sir Ferry dari ruangan itu, semua orang yang berada di Ruangan Fotography langsung memotret satu per satu objek yang Sir Ferry sediakan di depan sana. Sama hal nya, Naka, lelaki itu juga dengan teliti memotret satu per-satu objek yang berbeda bentuk.

Dari semua objek yang ada, hanya satu yang menarik perhatian sang puan. Sebuah patung seni pahat yang hanya terlihat indah dimata orang yang mengerti maksud Art tersebut. Gadis cantik itu memoret patung tersebut dari segala sisi. Lantas, kegiatan sang puan membuat Naka melirik sekilas ke arah Tsabina, lelaki itu heran karna hanya objek itu yang sang gadis potret.

***

Sebuah mobil berwarna putih dengan merk Range rover itupun tiba di Rumah mewah nan megah. Disambut dengan Satpam, Sopir, dan juga keenam pembantu yang berada dirumah bertingkat tersebut.

Gadis dengan penampilan masih mengenakan seragam sekolah, jaket kulit, serta kamera yang menggantung di bahu sebelah kanan nya. Dan tak lupa jas seragam sekolah ia gantung di lengan sebelah kirinya. Tsabina tersenyum hangat seraya melangkah masuk ke dalam rumah itu.

Namun, langkah nya terhenti ketika kedua kaki jenjang nan mulus itu hendak menaiki anak tangga. Suara bariton dari arah belakang memasuki gendang telinga sang puan dengan sempurna, membuat Tsabina menengok ke sumber suara tersebut.

"Audine," Suara bariton milik Pria yang tengah berdiri tepat di belakang sang puan sembari menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

Gadis itu memalingkan badannya ke arah sang Ayah, dan menatap sang tuan datar. "Pah?"ucap Tsabina bingung.

"Ke Ruang kerja, Papah."

Tsabina yang tak mengerti dengan semua itupun tetap diam ditempat tanpa mengikuti ucapan Jayden. Sampai Pria tampan itu menyuarakan suaranya kembali, "Now, Audine." ucap Jayden mutlak. Disinilah keduanya berada, di Ruangan dengan nuansa berdominasi coklat tua, terdapat meja kerja dan rak serta buku-buku milik Jayden di ruangan itu. Ditambah dengan sofa di pojok kiri, tepat di samping pintu masuk.

Jayden berjalan ke arah Meja kerjanya, dan sang puteri masih tetap diam dan kebingungan. "Jelasin sama Papah, tentang ini." ucap Jayden tiba-tiba mengeluarkan Piala perlombaan balap kemarin yang ia raih. Seketika mata yang indah itu melebar, bagaimana bisa Piala itu diketahui oleh Jayden, sang Papah?

Ditambah dengan sebuah Koran dan Majalah yang menampakkan berita tentang kemenang yang Ia raih.

"Pah.. A-audine bisa jelasin-"

Jayden menaruh kedua tangannya di depan wajahnya, "Jelasin sekarang." balasnya singkat.

"A-audine.. eumm"

Gadis cantik itu memejamkan matanya sejenak dan menghela nafas panjang. Sebelum akhirnya memberanikan diri untuk berkata jujur kepada sang Ayah tentang semua yang ia sembunyikan. "Pah, iya. Audine masih join di Sabith sport, selama ini adek selalu latihan di waktu senggang. Ikut lomba beberapa kali yang sekiranya Papah dan Bang Jevo gak curiga,"

Sepi dan sunyi, menyelimuti anak dan bapak di Ruangan tersebut. Sampai akhirnya sebuah suara smartdoor pin terdengar di telinga keduanya. Jevo. Lelaki itu yang barusaja masuk ke dalam Ruangan yang sudah berubah suasananya menjadi canggung serta ada aura yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

"Selama ini aku juga nyembunyiin Piala-piala kejuaraan balap di lemari baju-baju aku yang jarang dipake. Dan selalu aku bawa kunci lemarinya, biar semisalnya Papah dan Bang Jevo nyoba buka, nggak bisa." jelas Tsabina membuat Jayden dan juga Jevo menatap kecewa kepada gadis cantik itu.

Di meja sana, Jayden sudah mengepalkan satu tangannya yang di lihat jelas oleh kakak-beradik itu. Dengan nafas memburu Pria tampan itu menatap sang puteri dengan tatapan kekecewaan, Tsabina juga tahu ia tlah melanggar peraturan yang Ayahnya buat.

"SUDAH BERAPA KALI PAPAH BILANG, JANGAN BERURUSAN LAGI DENGAN SABITH SPORT ATAU BAHKAN DUNIA BALAP, AUDINE! KAMU INI PAHAM TIDAK PERATURAN YANG SAYA BUAT?!" tegas Jayden dengan nada suara tinggi,

Membuat Tsabina memejamkan matanya. Takut. Itulah yang selalu gadis itu rasakan jika ia tengah dimarahi oleh Jayden apalagi Jevo. Jujur saja Gadis cantik satu ini memang sangat lemah jika sudah berhadapan dengan Jevo apalagi Jayden, sang Papah.

"Audine, minta maaf, Pah. Maaf sudah melanggar satu peraturan Papah,"

Jayden berdiri dari duduknya sembari berkacak pinggang, melirik ke arah lain. Enggan melirik sang puteri. "Satu? Dua. DUA PERATURAN YANG KAMU LANGGAR, AUDINE." kata Jayden dengan nafas memburu.

"SABITH SPORT. DAN THEO."

Tidak. Ini benar-benar diluar kendalinya. Bahkan Papah nya juga mengetahui bahwa dirinya menjalani hubungan dengan lelaki itu.

"Dek? Kamu pacaran?" tanya Jevo sedikit tak percaya,

Tsabina melirik ke arah lelaki yang masih lengkap dengan seragam dinasnya. "Bang.. sorry." lirih sang puan sembari menunduk.

SREET

Satu tetes air mata lolos dari pelupuk mata milik Tsabina. Jevo yang melihat adik kesayangannya yang menunduk itupun sudah bisa memastikan bahwa Tsabina tengah menangis, terlihat jelas dari gerakan bahu gadisnya yang naik turun.

***

BUTTERFLIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang