In order to write about life first you must live it.
__
PINTU kamar tersebut diketuk berkali-kali oleh Jevo, namun, tak ada jawaban dari seseorang yang ada di dalam Kamar tersebut. "De, abang boleh masuk?" Tanya Jevo dari balik pintu namun kembali lagi tak ada jawaban oleh Tsabina. Jevo langsung membuka knop pintu kamar Gadisnya dan masuk kedalam, mencari keberadaan Gadisnya dan menemukannya di atas tempat tidur dengan TV yang menyala menampakkan sebuah film terputar disana.
"Hi, bangun yuk. Kita cari udara seger diluar jangan di kamar mulu."
Gadis itu diam. Tak berniat menjawabnya.
Jevo menghela nafas panjang. "Lupain soal kemaren, jangan sedih mulu.. De,"
"Abang bawain makanan ya? Isi perut dulu." Lanjutnya menawarkan makanan pada Gadis tersebut.
"Nggak. Aku nggak lapar." balasnya lalu merebahkan kepalanya di bantal dan memalingkan badannya ke arah yang berlawanan agar tak bertemu tatap dengan Jevo.
Melihat sikap yang Sang Adik yang masih enggan untuk diajak berbicara itupun membuat Jevo kembali bangun dari duduknya dan meninggalkan Sang Puan seorang diri, "Abang keluar ya? Kamu masih butuh ruang sendiri kayanya. Kalo butuh apapun telfon abang aja ya? Biar kamu nggak repot keluar kamar." Ucapnya lalu mengecup pucuk kepala Tsabina dengan lembut dan penuh kasih sayang.
2 hari berlalu, Sang Puan tak kunjung keluar kamar dan juga tak kunjung masuk sekolah.
TOKTOKTOK!
"Masuuk.." Teriak Tsabina cukup keras, mempersilahkan orang tersebut untuk masuk ke dalam kamarnya. Seorang pelayan masuk ke dalam kamar tersebut, dan langsung menuju ke arah tempat tidur anak Majikannya. "Maaf non, di luar ada yang nyari non."
"Siapa, bi?"
"Saya juga kurang tahu, non. Tapi dia tadi ngebet nunggu non sampe non turun ketemu dia."
Ia menghela nafas panjang. Dan bangkit dari tidurnya. "Yaudah, aku bentar lagi turun. Kasih minum dulu aja bi!" Titahnya yang langsung dituruti oleh Sang Pelayan.
Dengan kaos oversize dan celana hotpants, melangkahkan kakinya ke arah ruang tamu menemui seseorang yang "katanya" sedari tadi menunggu dirinya. Degh. Langkah kakinya terheti kala melihat sosok yang tengah duduk santai di depannya, ketika ia hendak kembali masuk ke dalam, suara barinton milik seseorang tersebut sukses menghentikan langkah Tsabina.
"We need to talk. Audinne."
Ia melirik sekilas dan mengeluarkan smirk nya, "Nggak ada yang perlu di omongin lagi. Gue sibuk."
"Gue tau lo nggak sesibuk itu. Jangan coba ngehindarin gue terus, Din." ucapnya membuat Sang Puan muak mendengarnya. Ia menatap tajam ke arah Lelaki itu, "Gue nggak mau kenal lo lagi. NAKA!" teriaknya.
Saat teriakan terakhir itu, bertepatan dengan Jevo dan Jayden yang barusaja pulang dari Kantor dan melihat pertengkaran keduanya di Ruang Tamu. Sontak Kedua Lelaki itu langsung mendekat ke arah Sang Lelaki dan Gadis mereka. Dan meminta penjelasan apa yang terjadi di antara keduanya, "Siapa kamu? Ngapain kamu ada dirumah ini. Berani sekali kamu ganggu anak saya!" Tutur Jayden dengan nada yang sangat amat marah.
"Om. Saya Rafa. Rafael Naka Tjandranegara."
Ketika nama itu disebutkan. Jayden langsung paham apa yang terjadi di antara keduanya, dan langsung membawa Lelaki yang kerab di kenal dengan nama Naka di kalangan teman-teman sekolahnya. Tetapi, Jayden mengenalnya dengan nama Rafael atau Rafa.
"Ikut saya, Rafa."
Satu kalimat yang dikeluarkan oleh Jayden ketika paham siapa yang sedang menjadi lawan bicaranya saat ini. Dan melangkah pergi menuju halaman belakang rumah, yang langsung di ikuti oleh Naka di belakangnya. Sesampainya di taman belakang rumah, akhirnya Jayden mengajak Naka untuk mengobrol dan meminta penjelasan apa yang terjadi kepada Sang Puteri dan Sang Tuan.
//flashback on//
Suatu hari yang sangat cerah, ada dua anak kecil yang tengah asik bermain di sebuah pantai yang sangat indah. Dengan di temani Ibu-ibu mereka dan ayah-ayahnya. Pada hari itu tak ada yang aneh bahkan senyuman mereka semua tercetak jelas di wajah anggota keluarga mereka, canda dan tawa jelas terpancar disana. "Fael, ambilin cetakan pasir itu dong! Mau bikin istana." Titah anak perempuan yang cantik dengan
"Nih Din."
"Thank you, Fael!" Balas anak perempuan itu dengan senyuman yang sangat indah. "Sama-sama Din! Ayo kita bikin istana bareng." tuturnya yang mendapat anggukan oleh Tsabina.
Keduanya sibuk bermain dengan cetakan dan pasir, membuat istana bersama-sama, kedua orang tua mereka yang melihat keharmonisan hubungan keduanya itupun ikut tersenyum. "Kalo udah gede, kita jodohin aja lucu kali yaa.." Celetuk Ibu Tsabina yang bernama, Adeeba Nora Arshavina.
Celetukan tersebut dianggukan setuju oleh kedua belah pihak, terutama ibunda Rafael, Diandra Harshajendra. "Iya ya, lucu kayanya kalo kita jodohin nanti. Jadi hubungan persahabatan kita ber-empat makin langgeng lagi karna kita bakal jadi besanan!" Seru Diandra penuh semangat. Para suami-suami hanya bisa tersenyum dan mengikuti saran para isteri mereka. Toh malah bagus kan? kalau putra dan puteri mereka bersatu, tidak perlu susah-susah untuk mengospek pasangan mereka nanti karna sudah saling kenal.
Sampai pada akhir nya, pagi minggu hari itu. Yang dimana setiap weekend Jayden dan juga Nora, selalu membawa Tsabina maupun Jevondra untuk menikmati pekan yang indah bersama keluarga Tjandranegara. Keluarga Nasution itu sudah tiba di kediaman Diandra dan juga Jeremy, beberapa kali mereka semua mencoba mengetuk pintu tersebut namun tak ada satupun orang yang membukakan pintu, pembantu maupun Sang Pemilik rumah itu juga tak kunjung keluar. Nora beberapa kali mencoba mengirimi pesan maupun menelfon Diandra dan juga Jeremy, tapi nihil, tak ada jawaban.
"Fael kemana mah, pah?" Tanya Tsabina pada saat itu. Namun,kedua orang tuanya juga tak tahu harus menjawab bagaimana.
"Yuk kita ke taman." Ajak Nora sembari tersenyum, namun Tsabina menggelengkan kepalanya tak mau. "Aku mau barengan sama Fael, mama papa nya, mah." Mereka yang mendengar permintaan Sang Gadis itupun terdiam, tak bisa berbuat apa-apa.
Nora memberi kode pada Jevo agar membujuk Sang Adik pergi dari pekarangan rumah milik Tjandranegara. Hari demi hari Nora maupun Jayden kembali mendatangi rumah tersebut dan tetap saja kosong, 1 tahun lamanya tak kunjung juga ada Sang Pemilik, mereka yakin sekali bahwa Keluarga Tjandranegara sudah pindah dan mengosongkan rumah itu. Yang masih menjadi pertanyaan ialah, kenapa pihak Diandra maupun Jeremy tak memberi tahu Jayden maupun Nora tentang perpindahan mereka.
//flashback off//
Lelaki itu akhirnya pulang, menyerah untuk hari ini mengajak Gadis itu mengobrol. Ia pikir bukan waktu yang tepat sekarang, mengingat Gadis itu pasti masih shock akan kebenaran yang tlah Tsabina ketahui, Naka, akan terus berusaha menjelaskan apapun yang terjadi selama ia menghilang dari pandangan Tsabina.
"Saya pamit Om, Bang." Ucapnya sembari menyalami tangan Jayden dan juga tangan Jevo. Lelaki paruh baya yang masih terlihat segar dan tubuh yang ideal itupun mengangguk, "Hati-hati, Rafa!"
Lelaki itu tersenyum. Naka sangat suka panggilan itu dari kecil, hanya Keluarga Nasution yang memanggil dirinya dengan sebutan tersebut. "Coba lain kali lagi aja, Raf. Nanti gue coba ngomong dulu sama anaknya, biar mau ngobrol sama lo." Jevondra meyakinkan Sang Tuan dan dihadiahi anggukan kecil.
Jayden dan juga Jevo mengantar Naka keluar dari rumah, sampai ia memasuki Mobil Mclaren GT Hitam. Disisi lain ada seseorang yang melihat kepergian Mobil tersebut dari Rooftop kamarnya, ia pikir Sang Tuan tak akan melihat keberadaan dirinya di atas sana, namun ternyata dugaannya salah. Naka sangat dapat melihat dengan jelas adanya sosok Gadis manis kecil yang selalu menjadi tanggung jawabnya, karna tugasnya dulu bersama Jevo ialah menjaga dengan baik Sang Puan tanpa luka sedikitpun.
Naka tersenyum dari dalam mobil. Lalu membuka kaca mobil tersebut, sebenarnya ia hanya ingin pamit terakhir kalinya kepada Jayden dan Jevo yang ada di luar pagar, namun, ia juga sekalian membunyikan klakson Mobilnya agar Sang Puan paham bahwa ia juga berpamitan dengan Tsabina, sembari tersenyum mengarah menatap ke rooftop sana.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
BUTTERFLIES
Teenfikce( WHAT DOES HOME MEAN TO YOU ? ) Mempunyai wajah tampan memanglah idaman setiap makhluk yang ada di muka bumi ini. Begitu pula dengan lelaki dengan wajah tampan dan sikap dingin yang sudah mutlak dalam dirinya, hanya kata itu yang paling cocok mende...