Advice

1.2K 160 19
                                        

H-1 malam harinya seluruh keluarga baik dari pihak Singto ataupun Krist. Mereka menginap di hotel yang akan besok mereka gunakan untuk pernikahan. Setidaknya untuk menghindari macet pagi hari. Mereka langsung masuk ke dalam kamar masing-masing setelah sampai di hotel.

Krist termenung di balkon kamarnya meratapi nasibnya yang menurut dirinya begitu menyedihkan. Biasanya malam hari dia sering main ke club, dan berakhir dengan wanita di pagi hari. Nyatanya setelah pernyataan orang tuanya dan orang tua Singto dua minggu yang lalu.

Krist sudah tidak diperbolehkan untuk keluar rumah. Bahkan ketika pergi ke kampus harus ditemani oleh supir, dan setelah selesai harus segera pulang. Hidup Krist benar-benar langsung berubah 360 derajat. Dalam benaknya sudah terlintas ingin kabur berulang kali, namun berulang kali juga gagal. Entah bagaimanapun usahanya, dirinya selalu ketahuan oleh bodyguard pho-nya yang selalu mengawasi Krist dari kejauhan.

Dia juga sudah berulang kali merengek pada Nan, untuk membantu dirinya agar membujuk sang Pho buat menggagalkan perjodohan ini. Nyatanya usahanya sia-sia, perkataan Krist seolah diacuhkan oleh mae dan phonya. Tadi sebelum ke hotel saja, dirinya harus di tarik dua bodyguard pho-nya yang mana mereka sekarang juga sedang menjaga di depan pintu kamar hotelnya, untuk berjaga-jaga kalau dirinya kabur.

"Apa aku bukan anak kandung mereka ya, kok tega banget jodohin anaknya sama orang nggak kenal," gerutu Krist dengan wajahnya yang cemberut kesal dengan orang tuanya.

Kepalanya tiba-tiba terlempar ke samping, akibat toyoran dari orang yang tidak Krist lihat sebelumnya. "Aw, Phi. Pusing kepalaku," ucap Krist ketika melihat orang yang menoyor kepalanya.

"Kalau ngomong itu dijaga, sembarangan aja kalau ngomong. Kamu tuh anak Mae sama Pho," ucap Namtan mengklarifikasi atas ucapan ngelantur Krist barusan.

"Habisnya mereka tega banget sih, orang aku udah bilang kalau nggak mau sama perjodohan ini. Mereka masih aja maksa," jawab Krist mengutarakan kekesalannya.

Namtan yang mendengar itu menghela nafas dan duduk di samping nong-nya. "Nong, Phi mungkin nggak tahu bagaimana perasaanmu sekarang karena permintaan Pho dan Mae ini. Tapi, ada satu hal yang Phi yakini, kalau mereka tidak akan melepaskan anak bungsu kesayangannya ini pada orang sembarang. Dalam artian, Singto pasti bisa menjagamu dengan baik." Namtan bicara panjang lebar pada adiknya, setidaknya dia berharap Krist akan bisa sedikit menerima ini semua. Dia juga sudah mencoba membujuk orang tuanya, untuk membantu Krist tanpa sepengetahuan Krist. Tapi, semua usahanya sia-sia karena langsung ditolak oleh orang tuanya.

Krist yang mendengar perkataan Phi-nya tanpa sadar menitihkan air matanya. Namtan yang melihat itu langsung menarik Krist ke dalam pelukannya, mengusap punggung bergetar Krist yang sudah menangis. Meluapkan segala emosi yang dirinya tahan selama 2 minggu ini. Pada akhirnya Krist tidak bisa menolak ini, waktu pernikahannya saja tinggal besok.

"Tenanglah, Krist. Phi selalu berharap kebahagiaan selalu menyertaimu. Andaikan suatu saat nanti Singto bertindak hal yang membuat dirimu sakit hati. Phi akan menjadi garda terdepan untuk melindungimu, meskipun itu menentang orang tua kita. Karena kebahagiaanmu lebih penting, untuk saat ini jalani saja apa yang Pho dan Mae inginkan."

"Phi...," rengek Krist yang mana tangisannya semakin histeris dalam dekapan Phi-nya.

Namtan dan Krist memang dekat satu sama lain, mereka sering menghabiskan waktu bersama sebelum Namtan tinggal bersama suaminya. Saling mencurahkan permasalahan satu sama lain, dan saling support juga. Namtan baru sampai beberapa jam yang lalu bersama suaminya. Dia baru bisa datang hari ini karena pekerjaan suaminya yang tak bisa ditinggal. Tapi, Namtan sudah dikasih tahu perjodohan Nong-nya dari dua minggu lalu.

Setelah satu jam akhirnya tangis Krist reda, wajahnya terlihat kacau. Lelehan air mata yang masih turun, matanya yang memerah dan bengkak. Bahkan hidung mancungnya memerah karena tangisan itu.

"Phi, bawa kabur aku dari sini," ucap Krist meskipun kemungkinan besar itu juga tidak mungkin.

"Krist, Phi mau melakukan itu. Sayangnya kita tak bisa, Nong. Maafkan Phi ya," jawab Namtan yang merasa tak berguna.

"Tak apa, Phi. Mungkin memang ini takdirku," lirih Krist menyandarkan badannya dan melihat langit gelap dengan gemerlap bintang yang begitu indah. Berbanding terbalik dengan suasana hatinya yang begitu kacau.

"Kita tidur yuk, biar kamu besok agak fresh. Mau Phi temenin kamu tidur," ucap Namtan memberikan penawaran pada adiknya.

Krist tersenyum tipis, mereka sudah berpisah lama. Namun, perlakuan Namtan pada Krist masih sama. Selalu menganggap Krist seperti anak kecil yang harus selalu ditemani. "Tak usah, Phi. Phi Nam kembali saja ke kamar Phi. Pasti baby Valerie nungguin mamanya, apalagi papanya pasti lebih nungguin kamu Phi."

"Ah kamu ini, yaudah kamu cepet tidur ya. Jangan begadang, itu nggak baik."

Krist menganggukkan kepalanya, dan melihat Namtan meninggalkannya seorang diri sekarang. Helaan nafas keluar begitu saja, entahlah dia sudah tidak mempunyai rencana lagi untuk menggagalkan ini semua.

Bunyi dering ponsel menganggu ketenangan Krist yang awalnya asik menghitung bintang di langit untuk menghilangkan kerisauan hatinya. Di sana tertera nama yang dua minggu terakhir selalu menghubunginya, sayangnya Krist tak pernah membalasnya.

Sudah dering ke tiga, namun orang disebrang telefon yang mengganggu Krist tidak menyerah begitu saja. Masih berusaha, meskipun Krist tak mengangkatnya. Krist yang agak kasihan akhirnya mengangkat telefon tersebut.

"Halo."

"Halo, akhirnya kau mengangkat juga Krist. Beb, kamu kemana aja sih selama dua minggu ini, kok sulit banget buat dihubungin sih. Aku tuh khawatir sama kamu, kamu nggak kenapa-kenapa kan?"

"Aku nggak apa-apa, oh iya Love aku pikir kita putus saja. Aku sudah tak punya rasa denganmu," ucap Krist pada kekasihnya yang baru-baru ini dirinya pacari.

"Ha.. Krist, Beb kau bercandakan ..." terdengar nada terkejut disebrang telefon sana.

"Tidak, aku serius. Sudah ya, aku ingin tidur."

"Tidak, Krist. aku tak mau ..."

Krist langsung memutuskan sambungan telefon mereka secara sepihak. Mungkin ini memang jalan terbaik yang harus dirinya ambil sekarang. Meskipun tidak menikah dengan Singto, dirinya pun nanti akan memutuskan wanita itu karena dirinya memang tak mempunyai rasa dengannya. Lalu apa bedanya, mending sekalian sekarang saja. Daripada menganggu dirinya seperti ini, kepalanya sudah cukup pusing dengan masalahnya, dan dia tak ingin diribetkan dengan masalah wanita itu juga. Setidaknya bisa mengurangi sedikit bebannya, dan tak perlu berpura-pura kembali.

.

.

.

Semoga bujukan Phi Nam berhasil.

Jangan lupa buat vote and komen.

See you next chapter. 

Connection Of Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang