Setelah perbincangan mereka dengan para orang tua. akhirnya Singto dan Krist pamit pergi terlebih dahulu karena ternyata penerbangan yang dipesankan oleh orang tua mereka untuk honeymoon akan berangkat 3 jam lagi. Dan tanpa mereka ketahui juga kalau semua kebutuhan mereka sudah disiapkan juga dikamara masing-masing.
Jadi, mereka masuk ke kamar masing-masing dan berganti pakaian yang lebih nyaman karena jas mereka rasanya sudah kotor akibat sudah dipakai dari siang. Krist begitu bersemangat karena sebentar lagi dia akan menuju Negara yang sudah lama ingin dirinya kunjungi.
“Singto, ayo cepetan dong. Nanti kita ketinggalan pesawat,” teriak Krist menggedor pintu kamar Singto.
Singto keluar dari kamarnya sambil menarik koper kecilnya. “Sabar, Krist. kita nggak akan ketinggalan pesawat. Jaraknya juga deket dari hotel ini kan.”
“Deket dari mana, kita harus perjalanan satu jam kalau dari sini,” kesal Krist mendengar ucapan Singto yang terdengar begitu menggampangkan.
Singto menghela nafas, sepertinya dalam rumah tangganya dirinya yang akan selalu kalah kalau berdebat dengan Krist. “Kalau telat ya nggak usah berangkat aja, Krist,” ucap Singto sambil berjalan duluan meninggalkan Krist dibelakang.
“Singtooooooooo!”
“Berisik! Ayo berangkat, katanya nggak pengen ketinggalan tadi,” ucap Singto sambil menoleh ke belakang melihat wajah Krist yang sudah murka.
Seketika amarah yang awalnya meluap bagaikan gunung yang menyemburkan lavanya kini hilang begitu saja, Krist langsung menyusul Singto dan menarik tangan Singto agar segera masuk ke dalam lift.
Singto yang melihat tingkah Krist hanya bisa menggelengkan kepalanya.
Sampai di bandara Singto segera mengurus semuanya, sedangkan Krist memilih duduk sambil meminum pink milk yang dirinya beli di salah satu kedai yang ada di sana. Masih ada waktu satu jam lagi sebelum penerbangan mereka, untungnya masih bisa chek in kalau telat mungkin Krist akan mencakar dan menjambak Singto untuk meluapkan segala amarahnya.
Selama perjalanan Singto memilih tidur sedangkan Krist tak bisa tidur karena antusiasnya yang begitu tinggi. Sayangnya pesawat yang mereka tumpangi sempat terjadi turbulence, dan itu berdampak pada Krist yang langsung gemetaran karena ketakutan. Dia bahkan tanpa sadar memegang lengan Singto dengan begitu kuat. Keringatnya bercucuran deras dan memejamkan matanya dengan begitu erat.
Singto yang merasa lengannya disentuh oleh seseorang disampingnya, langsung terbangun dari tidur nyenyaknya. Dan dia melihat wajah ketakutan Krist, itu membuat dirinya khawatir. Singto menepuk pipi Krist dengan pelan. “Hei, jangan takut. Aku disampingmu,” ucap Singto sambil membawa Krist ke dalam dekapannya.
Krist sedang tak menggunakan sabuk pengaman, makanya Singto mengangkat badan ringan Krist ke pangkuannya karena dia menggunakan pengaman. Itulah mengapa dia tadi tak merasakan adanya turbulence.
Krist menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Singto. Menyalurkan rasa takutnya yang tiba-tiba hadir begitu saja. Ini adalah kali pertama Krist merasakan turbulence, dia takut pesawat yang dirinya tumpangi jatuh dan dia tak bisa menemui keluarganya lagi.
Usapan tangan Singto di punggung Krist berangsur-angsur membuat ketakutan Krist menguar dan tanpa Singto duga ternyata Krist tertidur. Pramugari yang lewat sempat terkejut dengan posisi mereka yang begitu awkard, namun Singto menggelengkan kepalanya menyuruh pramugari itu untuk mengabaikan keberadaan mereka.
Pesawat landing dengan baik, dan sudah satu jam Singto memangku Krist yang masih berada dalam dekapannya. “Krist, bangun. Kita udah mendarat,” ucap Singto sambil mengusap pipi mochi Krist yang begitu halus. Sangat berbeda jauh dengan wajah Singto yang kering.

KAMU SEDANG MEMBACA
Connection Of Love
Fanfic(Completed) Bertemu dalam makan malam antara orang tua mereka, membuat Krist hanya tersenyum canggung. Sedangkan Singto yang hanya diam dan mendengarkan cerita orang tua mereka yang sedang mengobrol Namun sebuah kata yang muncul dari mulut orang tu...