Planning Our Parents

1.9K 221 6
                                    

Krist hanya diam saja mendengarkan obrolan orang tuanya dan tamu yang sedang hadir malam ini. Dan berhubung masih berkaitan dengan bisnis, maka sesekali Singto akan menimpali, jika ditanya Jack dak Boonrod.

“Lebih baik kita makan malam dulu aja deh, nanti baru dilanjutin lagi ngobrolnya karena kalau ini dilanjutin pasti akan lama benget.”

Akhirnya Nan buka suara karena sadar kalau putranya yang duduk di samping dirinya sedang bosan karena tidak ikut berbicara. Padahal dia tahu betul kalau Krist ini anaknya yang paling banyak bicara.

“Iya, benar juga. Keseruan ngobrol dari tadi, ayo Bon dan Singto kita ke ruang makan.” Jack langsung bangkit dari duduknya dan mengajak tamunya untuk menuju ruang makan.

Krist dan Singto berjalan beriringan menuju ke ruang makan dan tidak ada yang buka suara. Hingga akhirnya kini mereka duduk berdampingan karena memang model meja makan keluarga Sangpotirat ini bundar.

Semua hidangan sudah tersaji di meja makan, mereka makan dengan tenang sembari bercengkrama lagi. Krist hanya mengaduk makanan yang ada di depannya dengan tidak minat. Dan Singto yang ada di sampingnya melihat dari ekor matanya.

“Kau kuliah semester berapa?” tanya Singto yang entah mengapa tumben sekali mengawali percakapan diantara mereka berdua. Padahal awalnya mereka hanya saling diam dan tidak minat berbicara. Yang hanya tahu mengapa Singto memulai bicara lebih dulu pada Krist, hanya dia sendiri.

Suara Singto memang pelan, tapi Krist yang berada di sampingnya jelas mendengar pertanyaan Singto di tunjukkan pada siapa. Akhirnya Krist mengangkat kepalanya dan tatapan mereka saling beradu kembali, diam beberapa detik dan Krist langsung menjawab, “Aku semester 7 dan sekarang sedang menyusun tugas akhir.”

Singto menganggukkan kepalanya. “Udah mau lulus berarti.”

“Kamu nggak inget sama Singto, Krist?” tanya Jack menginstrupsi percakapan singkat antara dua anak adam.

Krist mengalihkan pandangannya pada Pho yang mendengar dirinya ditanya. “Memangnya kami pernah ketemu, Pho?” tanya Krist heran sendiri karena seingatnya ini adalah pertemuan pertama mereka.

“Maklum sih, dulu Krist masih kecil banget.” Boonrod menambahi apa yang dikatakan oleh temannya.

“Iya, dulu dia umurnya masih 2 tahun. Kalau Namtan sudah pasti ingat dengan Singto karena mereka seumuran.” Kini Nan yang ikut angkat suara.

“Kamu inget denganku?” tanya Krist menunjuk dirinya sendiri serta meneleng wajahnya ke samping dan melihat Singto kembali.

“Nggak.” Singto menggelengkan kepalanya.

“Tuh, Singto aja nggak ingat. Apalagi aku, Pho.” Krist berkata dengan begitu heboh karena bukan dirinya sendiri yang lupa.

“Ya maklum aja sih, Singto juga dulu umurnya baru 8 tahun.”

Singto memilih mengendikkan bahunya dan mulai memakan makanan yang tersaji di piringnya. Begitu juga dengan yang lain juga melanjutkan makanannya yang mana sempat tertunda karena obrolan  singkat tentang Singto dan Krist di masa kecil dulu.

Kini mereka kembali ke ruang tamu dan awalnya Singto dan Krist tidak duduk bersama di satu sofa, kini mereka duduk saling bersebelahan. Tapi, tidak secanggung tadi karena kini Krist lebih memilih memainkan ponselnya dan sesekali menyimak apa yang ingin di obrolkan oleh orang tua mereka.

“Singto, Krist kami ingin bilang sesuatu sama kalian,” ucap Boonrod.

Jack dan Nan juga melihat dua anak muda tadi, Krist mengerutkan dahinya heran. Atmosfir di ruang tamu itu terasa sekali kalau sedang dingin sekali bagaikan di kutub utara dan kesunyiannya yang hanya beberapa detik saja bagaikan Krist akan dijatuhi hukuman mati. Oke, tidak nyambung mari kembali ke mereka.

Singto hanya menganggukkan kepalanya karena dalam benaknya dia juga nggak mengetahui apa yang akan dibicarakan oleh papanya. Tapi, dia juga nggak terlalu penasaran karena menurutnya palingan yang akan dibicarakan ini adalah sebuah hal yang tak penting.

“Kami memutuskan akan menikahkan kalian berdua karena kami sudah menyepakati ini dari dulu sebelum kalian hadir di dunia.”

Perkataan Boonrod bagaikan bom yang meledak dalam otak Krist, dia termangu dengan mulutnya yang menganga karena terkejut dengan apa yang baru saja dia dengar. Sedangkan Singto hanya mengerutkan dahinya, dia diajak ke sini saja dipaksa oleh papanya. Dan diancam pecat jadi anak kalau dirinya nggak ikut.

“Pa, jangan bercanda kalau bicara.” Singto mengatakan hal ini karena terkadang papanya memang suka jail. Mereka hidup hanya berdua, makanya mereka sebisa mungkin saling menghibur kesepian diantara mereka. Singto ketika sudah bersama dengan papanya maka akan menjadi sosok anak yang hangat.

“Nggak Singto, kami memang sudah merencanakan ini semenjak kami kuliah bersama dulu.” Jack meyakinkan dua pemuda yang masih terkejut.

“Pho, kita sama-sama pria. Tidak mungkin dong menikah.” Krist sedikit meninggikan suaranya karena tidak terima dengan apa yang dilakukan oleh orang tuanya.

Krist bisa terima jika dirinya selalu ditinggalkan oleh orang tuanya perjalanan bisnis berbulan-bulan, namun kalau sudah menyangkut masa depan. Apalagi sebuah hal yang berkaitan dengan pernikahan, maka Krist tidak bisa dengan mudah menerimanya. Dirinya mempunyai mimpi sendiri tentang sebuah pernikahan, dan tentunya tidak dengan perjodohan seperti ini. Apalagi yang akan menjadi pasangannya adalah seorang pria, yang mana notabennya sama seperti dirinya.

“Sayang, kalian tidak bisa menolak ini.” Nan menggelengkan kepalanya berbicara dengan putranya yang sudah mulai emosi.

“Mae, kenapa harus aku. Pernikahan itu harusnya terjadi antara pria dan wanita. Mana ada pria dan pria.” Setelah mengatakan hal itu Krist langsung bangkit dari duduknya dan keluar rumah.

Mereka yang ada di sana cukup terkejut dengan reaksi yang dilakukan oleh Krist, setelah mendengar apa yang para orang tau sampaikan. Singto menghela nafas lega karena setidaknya Krist tidak setuju dengan usulan orang tua mereka yang sangatlah konyol ini.

“Bagaimana ini jadinya?” tanya Boonrod yang bingung dengan keadaan yang terjadi sekarang karena calon menantunya menolak perjodohan ini.

“Tenang saja, nanti kami yang akan bilang dengan Krist. Perjodohan ini harus tetap terjadi.” Jack menenangkan calon besannya.

“Uncle Jack, Krist sudah menolak ini begitu juga dengan aku. Jadi, sudah sepatutnya ini tidak perlu dilanjutkan.”

“Sing, kau diam saja. Ini sudah keputusan kami,” sela Boonrod dengan tatapan yang tidak bisa dibantah.

.
.
.

Entah cerita ini bakal seru atau enggak, tapi tolong jangan bereskpektasi tinggi. Khawatirnya aku tak bisa memuaskan kalian dengan cerita yang aku buat hehe. Maklum masih belajar ya.

Jangan lupa buat selalu ninggalin jejak ya.

See you next chapter.

Connection Of Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang