Setelah Singto berangkat ke kantor hari ini Krist segera menuju kamar untuk mengganti bajunya. Dia mempunyai jadwal control rutin ke rumah sakit paling nggak satu minggu sekali. Hingga disinilah dirinya saat ini sekarang, terduduk di ruang tunggu seorang diri. Berbeda dengan beberapa orang yang kebanyakan bersama pasangannya. Tapi, Krist nggak masalah dengan ini karena memang ini keinginannya sendiri.
“Untuk antrian selanjutnya silahkan masuk Tuan Krist Perawat Sangpotirat.” Mendengar namanya dipanggil membuat Krist langsung berdiri. Sontak dirinya menjadi pusat perhatian karena memang sebenarnya ini bukan wilayahnya.
Krist mengikuti perawat yang memanggilnya tadi masuk ke dalam ruangan pemeriksaan. Terlihat dokter cantik yang memeriksanya satu minggu yang lalu ketika dirinya pingsan. “Pagi, Dok.” Krist menyapa sembari duduk didepan meja dokter yang akan memeriksa dirinya.
“Pagi Tuan Krist, apakah semuanya berjalan baik?”
“Tidak, saya semakin pusing dan terkadang sampai berdenyut-denyut sakit. Tak ayal bisa saja dalam sehari saya tidak bisa melakukan apapun dan hanya terbaring di ranjang.” Krist menjelaskan semuanya.
“Ah begitu, nanti saya akan meningkatkan kadar obatnya ke yang lebih tinggi dari kemarin.”
“Seperti itu juga boleh, Dok. Tapi, apa dia akan baik-baik saja?” tanya Krist dengan cemas.
“Sebenarnya ini sangat berbahaya untuk tumbuh kembangnya ke depan. Namun, kemarin saya sudah menyarankan Anda untuk menggugurkan saja. Tapi, Anda tidak mau. Ini taruhannya juga nyawa Anda loh.” Dokter tersebut memang sudah mengungkapkan hal itu pada Krist minggu lalu saat dirinya pingsan dan di bawa ke rumah sakit. Dirinya dinyatakan hamil, dan ini merupakan kasus kedua yang terjadi di Thailand. Bahkan kini Krist menjadi pasien yang ditinjau oleh rumah sakit ini karena ini merupakan sebuah keajaiban.
Krist menghela nafasnya. “Saya yang salah, Dok. Dia pantas untuk hidup, saya akan melakukan segala cara untuk membuat dia bisa melihat dunia yang indah ini.”
“Baiklah, tapi apa Anda tak ingin memberitahukan hal ini pada suami Anda. Tuan Ruangroj ayahnya bukan? Setidaknya suami Anda bisa memberikan support pada Anda.” tanya dokter tersebut ketika mengingat pasiennya ini dihampiri oleh salah satu pengusaha.
“Benar, saya belum siap kalau bilang ke dia. Mungkin nanti saya akan membicarakannya,” ucap Krist tersenyum canggung karena jujur dia belum siap kalau Singto harus tahu akan hal ini.
“Tuan Krist kesehatan mental sangat penting dalam kehamilan Anda karena sekalinya Anda down, maka entah apa yang terjadi. Pusing yang berlebihan juga karena pasti Anda banyak memikirkan hal-hal yang seharusnya tak perlu Anda pikirkan. Seperti yang Anda bilang tadi janin itu tak bersalah dan Anda ingin melahirkannya, maka selama kehamilan kalau bisa hindari memikirkan suatu hal yang bisa membuat Anda sakit.”
“Baik, Dok.”
“Kalau begitu mari kita mulai pemeriksaan Anda.” Dokter tersebut bangkit dari duduknya dan membawa Krist ke ruangan lain. Krist melakukan berbagai pemeriksaan tubuh secara menyeluruh, termasuk tekanan darah, denyut nadi, frekuensi pernapasan, suhu tubuh, pembengkakan pada kaki yang mulai terlihat, serta kondisi kandungan dan tak lupa mengetes urine untuk mengetahui kadar protein urine.
Dokter menyarankan untuk membeli tensi darah, agar Krist bisa memeriksanya sendiri setiap pagi di rumah. Dan angkanya tidak boleh lebih dari 140\90. Dan kalau lebih dari itu maka Krist harus segera di rawat di rumah sakit untuk mendapat penanganan lebih lanjut dari dokter.
Minggu lalu saat pengecekan seluruh rangkaian itu tidak lengkap karena kedatangan Singto yang tiba-tiba, itu membuat Krist menolak test-test yang dia jalani saat ini. Dia menunggu sekitar dua jam untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada tubuhnya. Hingga yang ditunggu-tunggu kini sudah keluar, Krist mematung ditempatnya. Dugaan dokter yang menanganinya benar adanya, seketika membuat dirinya lemas. Air mata tanpa sadar turun, seorang Krist yang biasanya tegar dan kuat menghadapi segala hal kini tumbang mendengar dan melihat hasil test-nya.
“Dok, apa ini tidak bisa disembuhkan?”
Dokter tersebut menggelengkan kepalanya. “Ini hanya bisa diminimalisir Tuan, keputusan ada di tangan Anda. Kalau Anda memang ingin mempertahankannya, maka Anda harus menjaganya dengan baik.”
“Terima kasih, kalau begitu saya permisi.” Krist bangkit dari sana dan keluar dari ruangan itu. Dia terduduk di taman rumah sakit dan menatap awan cerah diatasnya. “Tuhan kenapa kau harus memberikannya padaku kalau nyatanya ini sangat sulit bagi kami,” keluh Krist yang tak tahan menahan air matanya.
Krist menyesal dulu mempermainkan wanita karena dirinyapun merasa seperti wanita sekarang, bisa mengandung dan lebih parahnya ada sakit yang harus bersamaan dia alami dalam masa kehamilannya. Dia menderita penyakit Preklamsia yang umumnya di alami oleh wanita hamil di usia dibawah 20 tahun atau diatas 40 tahun. Namun, dia harus mengalami ini karena memang kelainan gender yang tak seharusnya dia mengandung. Apalagi dia mengalami riwayat darah tinggi yang bisa mengakibatkan hipertensi sewaktu-waktu. Serta ditambah lagi kondisinya yang sedang hamil membuat dirinya semakin setres sebenarnya, namun Krist dengan begitu pandai menutupi ini semua. Jika dirinya tak bisa menahan maka bisa saja penyakitnya naik ke tingkat yang sangat berbahay yaitu eklamsi yang merupakan komplikasi kehamilan yang bisa menyebabkan kejang dan itu membahayakan dirinya.
Tapi, Krist juga tidak tega menggugurkan kandungan ini. Dia suka dengan anak kecil dan tak menyangka kalau dirinya bisa mengandung. Meskipun ini melawan hukum alam, namun siapa yang tahu karena ini juga merupakan takdir yang sudah ditentukan oleh Tuhan.
Dokter tadi juga sudah menjelaskan banyak kemungkinan yang terjadi pada bayinya nanti ketika lahir karena Krist mempertahankan kandungannya di situasi yang begitu membahayakan ini. Entahlah, Krist bingung harus berbuat apa sekarang.
Kini dirinya seolah sadar kenapa orang tuanya mempertanyakan beberapa kondisi yang berkaitan dengan kehamilan. Apa orang tuanya mengetahui kalau dirinya bisa hamil, tapi kalau tahu kenapa tak memberitahu Krist. Kepercayaan dirinya yang dulu merasa disayangi oleh keluarganya dan kebanggannya itu kini langsung terjun bebas ke dasar jurang. Dia merasakan itu lagi karena orang tuanya saja tidak memberitahu hal yang berbeda dari tubuhnya. Dan malah memilih menyembunyikan hal ini. Makanya beberapa kali ketika orang tuanya menelfon kemarin-kemarin dia tak mengangkatnya. Dan memilih untuk menghindar.
Krist menoleh ke samping ketika merasakan tepukan dipundaknya. Dan dilihatnya seseorang yang tak harus melihat kondisinya saat seperti ini.
“Krist, kamu kenapa kok nangis?” tanya pria yang tadi menepuk pundak Krist.
Bukannya menjawab Krist justru semakin menangis, dan membuat orang di depan Krist kelimpungan sendiri. Reflek diapun memeluk Krist dan menenangkannya. Krist menangis mengeluarkan air matanya dengan begitu deras, dia tak peduli lagi kalau harga dirinya jatuh di depan orang lain. Dia benar-benar berada di titik bawah dalam hidupnya.
.
.
.Oh my kitten jangan nangis dong 😭😭
Jangan lupa buat tinggalkan jejak ya, baik itu vote ataupun komen. Sedikit memberikan apresiasi sama yang nulis nggak apa-apa dong, daripada cuma jadi siders.
See you next chapter.
KAMU SEDANG MEMBACA
Connection Of Love
Fanfiction(Completed) Bertemu dalam makan malam antara orang tua mereka, membuat Krist hanya tersenyum canggung. Sedangkan Singto yang hanya diam dan mendengarkan cerita orang tua mereka yang sedang mengobrol Namun sebuah kata yang muncul dari mulut orang tu...