Krist termenung di teras belakang sambil menikmati the hangat di sore hari. Singto belum pulang dari kantor, jadi dirinya hanya sendirian di rumah. Nggak sendirian juga sih sebenarnya, ada pembantu dan bodyguard yang jaga di depan. Tapi, mereka juga sibuk dengan tugas masing-masing.
Dia mengelus perutnya yang semakin membesar. Terkadang dirinya masih sulit percaya dengan apa yang terjadi pada dirinya. Bagaimana mungkin ada kehidupan lain yang saat ini bersarang di dalam tubuhnya. Dan lagi dia bisa selamat dalam kecelakaan besar yang menimpa dirinya beberapa bulan yang lalu.
Bukankan itu sebuah keajaiban. Sepertinya Krist harus mulai rutin ke gereja untuk menjadi umat yang taat karena tuhan telah menyelamatkan hidupnya.
“Maaf mengganggu, Tuan. Itu di depan ada tamu yang ingin bertemu dengan Anda. Disuruh masuk atau bagaimana ya?” lamunan Krist harus terhenti ketika ada pembantu yang datang padanya.
“Siapa memangnya ya? Namanya? Soalnya seingat saya nggak ada janjian dengan siapapun.”
“Duh, saya lupa tanya namanya, Tuan. Wanita muda yang katanya adik tingkat Tuan ketika di kampus dulu. Dia bilangnya cuma seperti itu, Tuan.”
Krist menganggukkan kepalanya, entah mengapa radar dalam otaknya langsung menangkap satu nama. “Ya udah suruh masuk aja, dan tolong buatkan minuman ya,” pinta Krist.
Pembantu Krist menganggukkan kepalanya dan langsung pamit undur diri dari hadapan tuannya. Krist menghabiskan tehnya yang memang tinggal sedikit, dan menjalankan kursi rodanya menuju roda tengah. Dia tinggal memencet tombol hingga kursi rodanya bisa berjalan sendiri tanpa bantuan orang lain karena memang Krist jarang mau menerima bantuan, keculai dari orang terdekatnya.
“Phi Krist!” teriakan nyaring yang memanggil Krist membuat dia mau tak mau tersenyum tipis. Meskipun, sebenarnya agak terpaksa.
“Halo Prim, kok kamu tahu rumahku?” tanya Krist ketika mereka sudah saling berhadapan.
Wanita yang dipanggil Prim tersenyum cerah dan menjawab, “Aku tanya Phi Bass, soalnya pengen jenguk juga. Udah lama banget gak ketemu, terakhir waktu jenguk di rumah sakit kan, Phi.”
Krist menganggukkan kepalanya. “Bagaimana keadaan Phi, apakah sudah lebih baik? Apa Phi ingat siapa aku dulu?” tanya Prim.
Krist menghela nafas sebelum menjawab dan akhirnya menganggukkan kepalanya. “Maafkan aku, Prim. Aku dulu tak berniat menyakitimu, namun orang tuaku menjodohkanku dengan suamiku yang sekarang dan aku juga tak bisa menolaknya.”
“Akhirnya Phi Krist ingat denganku, jujur aku masih sakit hati sampai sekarang. Apa Phi Krist tak bisa bercerai dengan suamimu dan kembali bersama denganku, Phi?” tanya Prim dengan wajah penuh harap.
Krist dengan cepat menggelengkan kepalanya. “Aku tak bisa, Prim. Kau lihat aku sedang hamil, mungkin memang aneh karena aku pria. Tapi, mau gimana lagi memang itu kenyataannya. Aku juga tak ingin dia kehilangan ayahnya. Sungguh aku minta maaf denganmu, Prim.”
Prim ini adalah salah satu dari sekian banyak wanita yang pernah di pacari oleh Krist sebelum menikah dengan Singto. Dan secara kebetulan memang Prim yang Krist putuskan tepat setelah mendengar kabar perjodohannya.
Krist merasa bersalah karena dulu bermain wanita, karena akibatnya sekarang masih ada yang mengejar-ngejar dirinya ketika dirinya sudah berumah tangga.
“Ya sudah kalau memang tak bisa, semoga kehidupan rumah tanggamu selalu bahagia ya, Phi. Aku pulang dulu.” Prim langsung bangkit dari duduknya tanpa menunggu ucapan Krist.
Prim sempat berhenti melangkah dan menoleh ke belakang melihat Krist yang juga sedang menatapnya dengan tatapan bersalah. “Aku benci,” gumam Prim yang takkan terdengar oleh Krist.
Krist merasa lemas harus kembali bertemu dengan salah satu orang di masa lalunya. Keplanya mendadak pusing mengingatnya, hingga tak lama ada seseorang yang datang kembali ke rumahnya dan langsung heboh.
“Krist! Krist!”
Krist menarik nafas dan langsung menghembuskannya dengan perlahan. “Bisa nggak sih, lo tuh gak usah teriak-teriak dari teras sampai dalam rumah gitu loh, berisik banget tahu, Bass!” geram Krist melihat temannya yang gak ada etika.
“Hehe, soalnya biasanya lo di kamar. Jadi, biar lo denger aja sih suara gue yang merdu ini.” Cengir Bass tanpa merasa bersalah.
“Cih, alasan mulu lo mah.”
“Eh, gue di depan ketemu si Prim ke sini. Gue kira dia cuma bercanda pas nanya alamat lo ke gue.”
“Bodoh banget lo, kenapa nggak bilang dulu sih kalau mau ngasih alamat rumah ini ke orang.” Agak jengkel sebenarnya Krist dengan Bass karena memberikan alamat rumahnya tanpa seijin darinya.
“Lah tuh anak minta katanya ada urusan penting banget, makanya gue kasih langsung aja. Lagian lo kalau di chat slow respon banget.”
“Ya, kan bisa langsung nelfon biar gue angkat. Males bales chat lo yang kadang gak bermutu.”
Bass memicingkan matanya melihat Krist yang terlihat begitu marah dengannya hanya perkara alamat rumah aja. “Lo kenapa sih keknya gak suka banget, ya maaf kalau gue salah.”
Entah sudah berapa kali dirinya menghela nafas semenjak kedatangan Prim ke rumahnya. “Masalahnya ya Bass, si Prim tuh mantan terakhir gue sebelum nikah sama Singto. Dan gue putusin secara sepihak, semua akses komunikasi juga langsung gue block. Nah, tadi dia bilang sama gue kalau dia pengen balik dan nyuruh gue cerai dong sama Phi Singto. Gue jawab dong ga mungkin gue cerai di saat gue aja sekarang blendung anaknya suami gue. Duh, sinting tuh cewek.” Akhirnya Krist berbicara panjang lebar, dan membuat Bass paham kenapa Krist seperti mempunyai beban hidup ketika bertemu dengan Prim.
“Anjing, kok lo nggak bilang kalau Prim mantan lo, tau gitu nggak gue kasih nomor lo ke dia. Waduh, keknya dia bakal cari masalah deh,” ucap Bass mengutarakan pendapatnya setelah mendengar cerita Krist.
“Gue boleh minta tolong gak sama lo?” tanya Krist yang kini memusatkan atensinya pada sang teman satu-satunya yang dirinya punya sekarang.
“Bantuan apa nih? Jangan berat-berat, hamba tidak kuat ya. Yang ringan-ringan aja, jajan takoyaki misalnya.”
“Jangan bercanda dulu lah, Bass. Gue serius ini!”
“Hehe, iya. Butuh bantuan apa wahai yang mulia?”
“Tolong pantau dia, soalnya entah kenapa gue punya firasat buruk nih.”
“Eh, lo serius curiga sama tuh anak Krist? Dia cewek loh, keknya gak bakal ngelakuin macem-macem deh.” Bass mencoba memberikan pengertian, sayangnya Krist tak percaya. “Gue yakin banget, Bass. Soalnya dia juga anak orang kaya. Pasti bisa ngelakuin apapun yang dia pengen kan. Setidaknya pantau Prim sebulan ini, dia ada gerak-gerik mencurigakan atau gak. Kalau emang gak ada yaudah nanti gausah di lanjut lagi.”
Akhirnya Bass menganggukkan kepalanya menuruti permintaan bapak hamil di depannya. “Eh, Phi Singto belum pulang?” tanya Bass celingukan.
“Ngapain lo cari laki gue, gausah nikung! Punya gue dia,”
“Cih, dulu siapa yang bilang gak mau dijodohin. Dasar labil banget lo,” cibir Bass melihat kelakuan temannya.
Krist hanya mengendikkan bahunya, tak ambil pusing dengan cibiran temannya.
“Dia belom tahu juga sampe sekarang, Krist?”
Krist menggelengkan kepalanya. “Dan lo nggak ada niatan ngasih tahu dia gitu?” tanya Bass kembali.
“Gue bingung Bass ngasih tahunya harus dari mana,” jawab Krist dengan lesu.
“Bodoh banget sih lo, kenapa juga lo bohong sih dulu. Jadi, ribet sendiri kan sekarang.”
Tanpa mereka sadari ada seorang yang masuk ke dalam rumah tanpa mereka berdua tahu karena sibuk ngobrol. “Kamu bohong apa, Krist?”
Tubuh Krist menegang mendengar suara Singto. Dia bingung harus menjawab apa, dan Bass juga memilih untuk diam.
.
.
.
.
.Akhirnya bisa update lagi, selamat membaca ya, jangan lupa tinggalkan jejak.
See you next chapter.
KAMU SEDANG MEMBACA
Connection Of Love
Fanfiction(Completed) Bertemu dalam makan malam antara orang tua mereka, membuat Krist hanya tersenyum canggung. Sedangkan Singto yang hanya diam dan mendengarkan cerita orang tua mereka yang sedang mengobrol Namun sebuah kata yang muncul dari mulut orang tu...