Do U Like Me...

1.1K 180 33
                                        

Sepanjang hari Krist lebih banyak diam, daripada berdebat dengan Singto seperti biasanya. Dan itu membuat Singto heran tentu saja karena yang ada di depannya ini seperti bukan Krist yang dirinya kenal. Berulang kali Singto bertanya apa ada sesuatu terhadap Krist, namun yang dirinya dapat hanyalah gelengan dan senyuman tipis.

“Krist, aku hari ini dan besok libur. Mau stay cation nggak?” tanya Singto. Dia mencemaskan mental Krist kalau sudah seperti ini. Makanya dia berinisiatif untuk mengajak liburan, kebetulan dia punya waktu senggang.

Krist mengangkat kepalanya dan melihat Singto. “Memangnya kau nggak kerja hari ini?”

“Nggak, kebetulan kerjaan di kantor nggak banyak banget. Jadi, aku ambil cuti sekalian besok weekend juga. Mau nggak, kalau iya aku pesenin hotel sekarang.” Singto sudah bersiap langsung mengambil ponselnya, barangkali Krist menerima ajakannya. Dirinya sebenarnya juga penat bekerja terus sepanjang hari.

“Emm, boleh deh. Tapi, aku harus ke kampus dulu hari ini buat ngumpulin revision skripsi.”

“Yaudah, aku anterin. Sekalian abis itu langsung berangkat aja, daripada bolak-balik apartement malah capek.”

Krist sedikit memicingkan matanya, tumben sekali Singto baik hari ini. Biasanya kebanyakan pria di depannya ini cuek. Tapi, dia tak ingin ambil pusing. Toh siapa juga yang bisa menolak liburan kan. Sepertinya usul Singto memang bagus, akhir-akhir ini banyak sekali yang dirinya pikirkan. Mungkin memang bagus merefresh otaknya sebelum nanti berjuang.

“Sana kau siap-siap, biar aku yang membereskan bekas sarapan kita. Tolong siapkan bajuku sekalian ya,” ucap Singto dengan nyengir karena dia memang sebenarnya paling malas untuk packing jika ingin berpergian.

“Baiklah, aku mempersiapkannya. Tapi, nanti kau yang angkat. Aku malas,” jawab Krist sambil berlalu dari sana dan meninggalkan Singto seorang diri.

Singto yang melihat itu hanya bisa menggelengkan kepalanya, dan tanpa sadar tersenyum tipis. “Sepertinya Isabel sudah tergantikan sekarang,” batin Singto. Dia suka bertengkar dengan Krist, tapi dia nggak suka melihat Krist yang kebanyakan diam seperti ini. Seperti ada yang hilang dalam ciri khas seorang Krist.

Katanya cuma mengumpulkan bahan revision skripsi, tapi nyatanya Singto harus menunggu lebih dari 4 jam sekarang dan Krist belum muncul juga. Perutnya yang sudah bunyi membuat Singto keluar dari mobilnya dan berjalan menuju kantin terdekat yang dia tanyakan pada mahasiswa yang lewat.

Baru masuk ke dalam kantin dia dusuguhkan dengan pemandangan pasangannya yang sedang bercengkrama seseorang. Dari tadi dia menunggu di mobil sampai kelaparan, namun yang ditunggu malah sedang asik mengobrol dengan orang lain yang dirinya ketahui sebagai kakak tingkatnya dulu.

Tak ingin berpikiran buruk, dia melangkahkan kakinya mendekati mereka. “Krist, udah selesai atau belum?” tanya Singto menepuk pundak Krist.

“Hai, Singto.” Yang disapa hanya menganggukkan kepalanya saja dan enggan untuk menanggapinya.

Sontak Krist menegang, dirinya baru teringat kalau ke kampus bersama dengan suaminya. Duh, alamat perang dunia nih sekarang. Dengan perlahan dia menengok ke belakang dan menemukan Singto dengan senyuman yang terpatri di wajah tampannya.

“Eh, udah kok. Ini aku mau balik, tadi nunggu dosennya lama. Kamu laper? Mau makan dulu?”

Singto menggelengkan kepalanya. “Nggak deh, aku cuma mau beli air mineral. Kalau udah ayok berangkat sekarang, takutnya nanti kemaleman sampai sana.”

Krist menganggukkan kepalanya dan membereskan barang-barangnya. “Phi Plustor, aku pergi dulu ya. Makasih udah dibantuin tadi,” ucap Krist dengan senyuman menawannya.

“Sama-sama, Krist. Lain kali jangan sungkan buat minta tolong, aku pasti akan membantumu kok.” Plustor mengusap rambut Krist tanpa sadar, dan itu membuat Singto yang melihatnya mengalihkan pandangannya dan pergi dari sana.

Krist yang diperlakukan seperti itu dihadapan pasangannya tentu saja terkejut dan hanya bisa tersenyum canggung. Dan ketika melihat ke belakang sudah tak ada Singto, namun pria itu sedang berjalan ke salah satu kedai yang mungkin mau beli minum.

“Aku pergi dulu, Phi. Bye-bye sampai jumpa lagi,” ucap Krist langsung berlari dan menyusul Singto. Dia merasa bersalah karena melupakan pria itu, apalagi memergoki dirinya yang justru asik dengan temannya. Pasti nanti Singto akan menceramahinya sepanjang jalan, itulah yang ada di dalam benak Krist sekarang.

Tapi, sayangnya pemikiran Krist salah. Yang ada sepanjang jalan Singto hanya diam saja dan fokus pada jalanan yang memang agak macet. Dan diapun tak ingin ambil pusing, Krist memilih untuk tidur karena akhir-akhir ini dia sering merasa lelah baik badan maupun mental. “Nanti juga baik lagi,” gumam Krist sebelum tidur.

Singto menoleh ke samping ketika merasa di sampingnya sudah taka da pergerakan. Dia melihat Krist yang tertidur tak nyaman dengan kepalanya yang berulang kali terbentur pintu mobil. Dan kebetulan ini dilampu merah, Singto mencondongkan badannya dan menurunkan jok-nya hingga agak berbaring, agar Krist  semakin nyaman tidurnya. Dia merapikan helaian rambut yang menutupi mata Krist dan memandangnya sebentar, jantungnya berdebar ketika melihat Krist.

Namun, ketika menginat kejadian di kampus tadi. Singto langsung menegakkan kembali badannya dan memandang jalanan depan. Terasa begitu menyakitkan ternyata, padahal katanya cuma kakak tingkat tapi kenapa Krist bisa tersenyum lebar dengannya. Sedangkan kalau dengan dirinya, kebanyakan mereka lebih sering bertengkar dan memperdebatkan hal kecil.

Singto menoleh ke samping dan berkata, “Apa aku tak bisa menembus hatimu yang sekeras batu itu Krist?”

Mereka telah sampai di tempat yang dirinya pesan. Singto membangunkan Krist, dan setelahnya keluar dari mobil untuk mengambil koper yang berisi perlengkapan mereka berdua. Sembari menunggu Singto yang sedang mengurusi chek in, Krist duduk dengan lesu di lobby. Sungguh nyawanya belum terkumpul sekarang, dia masih ingin tidur.

Sampai di kamarpun Krist langsung merebahkan kembali badannya di ranjang untuk melanjutkan tidurnya yang sempat terganggu. Sedangkan Singto memilih mengganti bajunya dengan celana pendek karena kebetulan dia memesan villa yang ada kolam renangnya.

Singto berenang sambil menunggu sunset, bunyi ombak yang berada di depan sana menjadi pemandangan tersendiri. Dia suka pantai dengan keelokannya dan hawanya yang membuat dirinya merasa seperti mendapat kedamaian tersendiri ketika melihat hamparan samudra yang membentang luas di depannya.

Krist yang baru bangun dan tak melihat Singto memutuskan untuk bangkit dan keluar, ternyata dia menemukan Singto yang sedang duduk di pinggir kolam sedang menatap matahari yang akan tenggelam.

“Apa kau nggak kedinginan?” tanya Krist sambil berjalan mendekat dan duduk di samping Singto.

Singto menoleh ke samping. “Nggak, aku suka laut. Apa kau suka?”

 Apa kau suka?”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Aku juga suka.”

“Oh begitu, aku suka kamu. Apa kau juga suka?” tanya Singto kembali dan memusatkan pandangannya pada Krist.

“Aku juga suka… eh apaa!” Krist langsung menengok ke samping dan membulatkan matanya. Apa dirinya tak salah dengar tadi.

.
.
.

Aku kembali setelah dua hari ngilang wkwk, ada yang kangen? Kalau nggak ada nggak papa kok wkwk.

Jangan lupa buat selalu ninggalin jejak ya, baik itu vote ataupun komen.

See you next chapter.

Connection Of Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang