Surprise

1.1K 157 10
                                        

Krist bisa bernafas dengan lega karena saat situasi awkward yang terjadi itu Bass menyelamatkan dirinya dengan cara membawa Plustor pergi dari hadapannya. Dan diapun segera mengajak Singto untuk pergi dari sana, sepanjang perjalanan Krist memikirkan bagaiman pemikiran Plustor terhadap dirinya.

Singto melihat ke samping dan melihat Krist masih saja diam dari tadi, padahal mereka sudah sampai dari 5 menit yang lalu. Krist memang meninggalkan mobilnya dikampus, agar bisa bareng saja dengan Singto karena suaminya itu bilang kalau ingin mengajak Krist ke suatu tempat.

“Krist, kita udah sampai. Kau nggak mau turun gitu?” tanya Singto sambil menepuk pundak Krist.

Seketika Krist tersadar dari lamunannya dan melihat ke samping. “Kita sampai di mana nih?” tanya Krist yang merasa tak mengetahui dimana dirinya berada.

“Turun aja sih, ayo masuk ke dalem,” ajak Singto dan setelahnya dia langsung keluar dari mobil tanpa menunggu ucapan Krist lagi.

“Dasar, nggak jelas banget. Tinggal jawab ini di sini Krist… bla … blaa… malah ninggalin gitu aja. Kalau bukan pilihan Pho sama Mae, udah aku tending ke jurang tuh orang,” gerutu Krist melihat Singto sudah keluar dari mobil.

Singto di luar memberikan kode pada dengan melambaikan tangan pada Krist agar segera turun. Mau tak mau dengan perasaan yang agak kesal, akhirnya Krist memutuskan turun juga dari mobil dan menyusul Singto.

Mereka masuk ke sebuah restoran keluarga yang memiliki ruang private. Tapi, masalahnya dalam benak Krist kalau ingin makan berdua kenapa harus ditempat private seperti ini. Ingin bertanya lagi, namun pasti dia tak akan mendapatkan jawaban dari Singto. Pada akhirnya Krist hanya diam dan mengikuti langkah kaki Singto yang menyusuri lorong ini menuju ruangan mereka, dengan satu pelayan yang akan menunjukkan ruangan yang sudah di booking oleh Singto.

“Silahkan, ini Tuan ruangannya atas nama Tuan Singto.”

“Baik, terima kasih.”

“Sama-sama, saya permisi dulu.”

Setelah kepergian pelayan tadi, Singto menoleh ke belakang dan meraih tangan Krist.

“Eh, ngapain pegang-pegang segala,” ucap Krist yang kaget dengan tindakan yang dilakukan oleh Singto.

“Nggak usah protes, dan ayo masuk ke dalam.” Setelah mengatakan hal itu Singto langsung mengajak Krist masuk ke dalam.

Dan betapa terkejutnya Krist ketika sudah masuk ke dalam ruangan private yang disewa oleh Singto. Di sana ada keluarganya dan papa mertuanya yang sudah menunggu mereka. Krist menoleh kea rah Singto seolah meminta penjelasan dengan apa yang terjadi sekarang.

Singto yang paham dengan gerak-gerik Krist langsung berkata, “Oh, aku berkata sama mereka kalau kamu hari ini sidang. Dan mereka minta buat makan siang bersama buat ngerayain lulusnya sidangmu.”

“Iya, Sayang. Kami yang minta Singto buat seperti ini,” timpal Nan ibu Krist.

“Selamat Krist, akhirnya anak Pho yang manis ini lulus juga.”

“Iya, mau minta hadiah apa nih dari Papa buat kelulusan kamu,” ucap papanya Singto.

“Iya terima kasih udah bikin aku kaget kayak gini, tapi nggak usah hadiah deh. Nanti aku morotin Phi Sing aja hehe,” ucap Krist bercanda dengan cengiran diwajahnya.

“Nggak apa-apa, Krist. Habisin aja uang Singto, biar dia lebih kerja keras lagi haha.” Boonrod senang dan justru mendukung ucapan menantu kesayangannya itu.

“Oii, Pa!” teriak Singto yang agak kesal, papanya belum tahu saja kalau sebagian kartunya sudah dipegang oleh Krist.

“Tenang, Singto. Kalau kamu bangkrut gara-gara Krist, nanti Pho kasih suplay dana buat perusahaan kamu,” ucap Jack membela menantunya.

Singto tersenyum tipis. “Terima kasih, Pho.”

“Nggak usah dibantu Phi Singto-nya, Pho. Uang Pho transfer ke rekening aku aja, aku siap menerimanya dengan senang hati.” Krist tak mau kalah juga dong tentunya.

“Udah-udah, ini malah bahasnya uang mulu. Kan kita kumpul buat ngerayain kelulusan Krist,” lerai Nan yang jengah dengan topic para pria di ruangan ini.

Kalau waniat sudah berucap, maka semuanya akan diam dan menghentikan pembahasan tadi. Mereka langsung duduk di kursi masing-masing dan mulai makan siang bersama. Sudah hampir satu bulan mereka tak bertemu karena Singto dan Krist tak mengunjungi mereka, terakhir bertemu hanya saat mereka habis bulan madu dan mengasihkan oleh-oleh saja.

“Sayang Krist, badan kamu oke?” tanya Nan yang heran dengan Krist.

Krist yang awalnya fokus makan langsung melihat kearah Mae-nya. “Aku oke-oke aja kok, Mae. Memangnya ada apa?” tanya Krist heran.

“Nggak pernah mual atau nafsu makan turun gitu?” tanya Nan kembali.

“Nggak Mae, nafsu makan aku stabil kok.”

“Oh begitu, syukurlah. Mae kira kamu sakit atau begimana.”

“Nggak Mae, aku sehat-sehat saja selama tinggal sama Phi Singto.”

“Iya-iya, lanjut aja makanmu.” Meskipun Krist heran dengan Mae-nya, namun dia tetap melanjutkan makannya.

Disebrang meja, Nan berbisik pada suaminya. “Apa nggak jadi ya?”

Tuan Jack mengendikan bahunya dan meminta istrinya untuk tidak membahas itu dulu buat saat ini. Setelah selesai makan siang bersama, mereka berpisah buat pulang ke rumah masing-masing.

Singto sedang memakai sabuk pengamannya dan begitu juga dengan Krist. Bersiap untuk pulang, itulah yang ada didalam benak Krist. Tapi, berbeda dengan Singto.

“Berhubung kamu lulus hari ini, aku bakal turutin apa mau kamu. Kamu ingin ke mana?” tanya Singto yang memang baik hati dan mencoba menjadi pasangan sebaik mungkin.

“Really?”

“Sure, why not.”

“Oke, karena aku lulus. I want party, so lets go to the club tonight!” teriak Krist dengan begitu semangat, dia sudah lama hampir dua bulan tak lagi ke club. Dia sedikit merindukan suara music yang bising memenuhi gendang telinganya, dan menari sepuas hati sesuai irama. Menenggak minuman dan berakhir dengan wanita cantik di pagi harinya. Sungguh, Krist merindukaan saat-saat dirinya bebas dulu.

“No, nggak boleh ke club. Yang lain saja,” tolak Singto saat mendengar permintaan Krist.

“Why, katanya tadi terserah aku kan,” ucap Krist yang tak terima permintaannya ditolak oleh Singto.

“Pho dan Mae nggak ngebolihin kamu ke club.” Padahal itu alasan Singto saja membawa-bawa orang tua Krist dalam penolakannya. Dia tak suka Krist ke club karena tahu Krist pasti akan sangat mabuk parah kalau sudah main ke sana.

“Ah, nggak asik banget. Pho dan Mae tuh nggak bakalan tahu kalau kamu nggak ngadu ke mereka, ayolah kita ke club. Aku udah lama nggak ke sana tau,” bujuk Krist yang masih ingin ke sana.

Singto tetap dalam pendiriannya tak memperbolehkan itu. “Nggak ada ke club, Krist. Sebagai gantinya kita ke taman bermain aja atau belanja aja deh. Pilih yang mana?” tanya Singto memberikan penawaran.

Krist menghela nafas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Krist menghela nafas. “Yaudah ke taman bermain aja,” jawab Krist setengah hati. Dia sedang nggak mood buat belanja sekarang.

.
.

Apa yang menarik dari chapter ini?

Jangan lupa buat ninggalin jejak ya, baik itu vote ataupun komen.

See you next chapter. 

Connection Of Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang