“Pergilah.”
“Thanks, Bro. Nanti kusampaikan kerjamu bagus sama, Bos.”
Setelahnya dua orang tadi langsung pergi dari sana. Meninggalkan seorang pria sendirian yang menatap rekan kerjanya telah pergi semakin jauh dari pandangannya.
“Hey! Kau itu dari mana aja? Tadi Tuan Krist mendapatkan teror lagi? Dan Tuan Singto menyuruh kita memeriksa seluruh cctv yang ada di area sini.”
“Benar, kalau mau pergi tuh bilang. Setidaknya salah satu dari kita bisa bergantian di area yang lain.”
Pria yang mendapatkan ceramah dari dua temannya itu menganggukkan kepalanya dan berkata, “Maaf, aku tadi tiba-tiba ingin sekali minuman di cafe ujung komplek.”
“Ya sudah ayo mulai kerja, kita bagi tugas. Kamu ke area sana, dan kamu kesana. Aku akan kearah sana.” Selanjutnya mereka bertiga berpencar untuk memeriksa cctv sekitar.
Tanpa diketahui dua bodyguard itu kalau sebenarnya teman mereka adalah salah satu bagian dari peneror tuan mereka. Dia adalah penyusup yang sengaja dimasukkan pihak musuh ke rumah Singto. Semua berawal ketika Singto dan Krist pindah ke rumah baru dan memerlukan satu lagi Bodyguard untuk menjaga rumah. Dikarenakan yang satu selalu bersama dengan Singto kemanapun pergi dan yang satu juga berada di dalam rumah bersama dengan Krist kalau Singto tak di rumah.
Dan cerobohnya Singto tak mengambil dari Clubnya yang bekerja sama dengan Godt, dan merekrut dari salah satu perusahaan yang menyediakan jasa tersebut. Tindakannya itu membuat Krist sering kali mendapatkan teror dalam rumah karena memang orang yang meneror tinggal disana. Dan terornya pun beraneka ragam, ada tulisan darah di kaca kamarnya dan ini beberapa kali tak hanya sekali. Pernah juga lantai licin dan Krist dengan kursi rodanya pernah hampir tergelincir. Untungnya bodyguard langsung bergerak cepat, meskipun endingnya dia terjatuh karena menahan kursi roda Tuannya. Dan semua teror itu Krist sembunyikan dari Singto.
“Maaf, Tuan. Tapi, tak ada mobil atau kendaraan asing yang lewat sini. Beberapa hanya milik tetangga yang lewat.” Lapor salah satu bodyguard.
“Kalian itu gimana sih, kerja begitu saja nggak becus. Nggak mungkin kan tetangga sendiri yang membuat ulah. Perketat penjagaan dan jangan sampai teror seperti ini terulang lagi!” bentak Singto pada ketiga bodyguard yang ada di depannya.
Setelahnya Singto pergi dari ruang tamu menuju ke kamarnya untuk menghampiri Krist yang sudah dia antarkan terlebih dulu.
Krist sedang fokus dengan ponselnya hingga tidak menyadari kedatangan Singto.
“Apa yang kamu lihat, Sayang?” tanya Singto yang duduk disampingnya dan langsung menumpukkan dagunya di pundak Krist sembari tangannya mengelus perut buncit Krist.
Wajah datar Krist yang kini menatapnya membuat Singto bingung sendiri. “Ada apa?” tanya Singto kembali.
Krist bingung, haruskah dia menceritakan apa yang dirinya lihat barusan. Namun, dia tak ingin rumah tangganya terjadi kesalahpahaman seperti yang sebelum-sebelumnya. Hingga dia memutuskan mulai sekarang dia akan jujur dengan Singto.
Krist memberikan ponselnya pada Singto agar dia bisa membacanya sendiri. Meskipun agak heran, akhirnya Singto menegakkan tubuhnya dan menerima ponsel yang diberikan oleh Krist. Matanya membulat dengan apa yang dirinya lihat sekarang.
“Sekarang jujur ya sama aku, dari kapan kamu dapat chat ancaman seperti ini?” tanya Singto dengan tenang. Meskipun sebenarnya dalam dirinya ingin meledak, namun sebisa mungkin dia meredamnya. Agar Krist tak takut dan merasa tak nyaman di sisinya.
Krist menundukkan kepalanya dengan tangannya saling bertaut satu sama lain. “Sebenarnya sejak keluar rumah sakit aku mendapatkan ancaman itu, namun biasanya itu cuma seminggu sekali. Tapi, sejak kemarin chat itu masuk hampir setiap menitnya mungkin. Makanya dari pagi aku mematikan ponselnya, dan tadi ketika aku menghidupkannya udah masuk ribuan chat seperti itu.” Dengan suara yang begitu lirih Krist mengucapkan hal itu pada Singto.
Singto tak bisa berkata-kata sekarang. Yang bisa dia lakukan hanya membawa Krist ke dalam dekapannya dan mengelus punggungnya secara perlahan. “Maaf, maafkan aku Sayang. Maaf karena kamu mengalami ini semua seorang diri, maaf karena aku tidak peka dengan apa yang kamu hadapi, Sayang. ” Tanpa Krist ketahui Singto menitihkan air matanya.
Hatinya begitu sakit melihat banyak pesan ancaman yang masuk ke dalam ponsel pasangannya. Kenapa ada yang membenci Krist-nya sampai sebegininya. Pasti berat banget selama ini menjalani kejadian seperti ini sendirian.
“Phi Singto, besok mau nggak nemenin aku periksa baby? Tapi, kalau kamu gabisa ya gapapa kok.” tanya Krist dengan keadaan mereka masih saling berpelukan.
“Bisa kok, aku besok akan nemenin kamu tengok baby ya, Sayang.” Walaupun sebenarnya besok ada meeting penting yang melibatkan investor baru, namun melihat banyak kejadian berat yang menimpa Krist membuat Singto ingin selalu menemaninya mulai sekarang.
Krist sangat senang mendengarnya hingga dia semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Singto. Karena bisa dibilang ini pertama kalinya Singto akan melihat anak mereka.
“Apa gak bisa banget dijadwal ulang, Fah!” “Yaudah-yaudah, tapi ajukan menjadi pagi ini. Saya nggak mau tahu harus bisa!” Setelahnya Singto langsung mematikan panggilan itu secara sepihak.
Pagi harinya Krist terbangun akibat suara Singto yang seperti menahan amarah. “Kenapa masih pagi dah marah-marah?”
Singto membalikkan badannya ketika mendengar suara Krist, dia langsung menghampiri ranjang dan duduk di pinggir. “Aku ganggu kamu tidur ya?” Krist hanya menggelengkan kepalanya menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Singto.
“Itu tadi habis telfonan sama Fah, sekertaris aku di kantor. Nanti sebelum ke dokter kita ke kantor dulu gapapa? Soalnya ada meeting yang gabisa ditunda banget, Sayang.”
Krist menghela nafas baru saja semalam senang Singto mau menemaninya, namun Singto tetaplah Singto yang sibuknya bukan main dan selalu mengutamakan urusan kantor di atas segalanya.
“Kalau kamu memang gak bisa gapapa kok, Phi. Nanti aku bisa pergi sama Bass atau sama mae.” Memang benar tak baik menaruh harapan tinggi pada manusia karena semua tak selalu berjalan mulus sesuai apa yang kita bayangkan. Dan itu yang sedang Krist sesali sekarang.
“Bisa kok, Sayang. Tapi, aku meeting dulu.”
Krist tersenyum tipis melihat kegigihan Singto. Namun, dia memilih menggelengkan kepalanya. “Gak usah dipaksain ya. Gimana kalau diganti besok aja?” tanya Krist memberikan solusi terbaik untuk mereka. Kalau sampai Singto menjawab besok juga tak bisa dia akan memilih berangkat sendiri saja daripada harus menunggu lebih lama. Soalnya ada beberapa keluhan yang harus Krist tanyakan pada dokter.
“Maaf,” ucap Singto menyesal karena dirinya yang sudah mengiyakan namun dia juga yang tak bisa.
“Gapapa,” jawab Krist singkat dia langsung bangun setelah itu dan menuju kamar mandi meninggalkan Singto seorang diri.
.
.
.
.Pengen nyamperin kit terus puk-puk kepalanya
Jangan lupa tinggalin jejak ya, baik vote ataupun komen.
See you next chapter

KAMU SEDANG MEMBACA
Connection Of Love
Fanfiction(Completed) Bertemu dalam makan malam antara orang tua mereka, membuat Krist hanya tersenyum canggung. Sedangkan Singto yang hanya diam dan mendengarkan cerita orang tua mereka yang sedang mengobrol Namun sebuah kata yang muncul dari mulut orang tu...